ดาวน์โหลดแอป
65.3% Beautiful Rocker / Chapter 32: 33. Markas Edward

บท 32: 33. Markas Edward

"Kayaknya gue denger suara Keira deh, Zein," ucap Milli dari kelas 11-IPS-3. Ia kelihatan tak tenang sejak Keira meninggalkan kelas.

"Gue juga barusan denger. Kayak ada yang manggil-manggil Zein gitu," sambung Oki yang berdiri tak jauh dari pintu.

Karena penasaran, Zein bergegas keluar kelas. Alvin dan Oki juga mengikuti setelah melihat Milli menyusul teman mereka.

"Apa? Saya nggak manggil Keira, kok. Memang ada urusan apa saya sama Keira? Dia kan kurang bagus dalam pelajaran olahraga." Pak Tanto malah bingung saat empat anak itu mendatanginya ke kantor guru.

Zein dan Milli saling bertatapan. Kecurigaan mereka benar saja. Sepertinya ada yang sengaja menjebak Keira supaya keluar kelas.

"Heh, tadi lo yang nyuruh Keira turun, kan? Lo bilang Pak Tanto manggil dia, tapi mana buktinya?" Zein mencengkeram anak kelas 12 yang memanggil Keira tadi. Kebetulan sekali Milli mengetahuinya sebagai anak 12 IPA 1. Jadi tak sulit bagi mereka menemukan cowok itu.

"Ma-mana gue tahu? Gue tadi cuma disuruh," sahutnya gentar. Zein memang adik kelas yang diwaspadai banyak senior di sekolah. Kabar tentang keahliannya berkelahi sudah tak diragukan oleh banyak pihak.

"Siapa yang nyuruh lo?" tanya Zein garang. Ia mencengkeram anak itu lebih kuat hingga lehernya tercekik.

"A-anak Global itu. Tadi gu-gue lihat mereka berdua ngobrol sama Pak Tanto. Ja-jadi gue pikir mereka...."

Zein langsung membantingnya bahkan sebelum anak itu merampungkan ucapannya. Terjawab sudah. Para bule brengsek itulah yang sudah menjebak Keira.

"Eh, ada apa nih rame-rame?" Ryu yang berpapasan dengan Zein dan gengnya di koridor sebelah gedung kelas 12 menyapa. "Keira mana?" katanya sewaktu melihat Milli di antara mereka.

"Lo lihat bule Global itu nggak?" sahut Zein, balik bertanya.

"Maksud lo Hellena? Lo nyariin dia?" Ryu tak percaya mendengar pertanyaan itu. "Waw, gue nggak nyangka lo bakal kesengsem sama dia secepat ini."

Zein mendengus. "Gue serius," ucapnya kesal. "Gue lagi nyariin Keira."

"Apa?" Ryu yang belum bisa mengerti ucapan Zein mengernyit. "Emangnya Keira kenapa?"

"Minggir!" Milli menggeser Zein dari hadapannya karena tak sabar atas pembicaraan berbelit itu. "Denger! Keira ilang! Tadi gue sempet denger dia manggil-manggil Zein di bawah, tapi pas kita cariin dia nggak ada. Kayaknya Edward atau Rafael ada hubungannya sama keberadaan Keira kalau dari keterangan anak kelas 12 barusan. Jadi apa lo lihat keberadaan bule brengsek itu di mana?"

Sesaat Ryu terdiam untuk berpikir. "Astaga!" tiba-tiba matanya membelalak. "Tadi gue lihat mobil Edward keluar dari sekolah. Jangan-jangan Keira...."

Tak cuma Milli, Zein dan yang lain pun langsung panik mengetahui hal itu. Mereka tak bisa membayangkan apa yang bisa Edward dan Rafael lakukan pada Keira. Semua tahu benar tipe cowok seperti apa keduanya.

"Aduuh, kita harus cari Keira ke mana coba?" gumam Milli kebingungan.

Zein merogoh ponsel dari sakunya. Ia langsung menghubungi nomor Keira. Nada sambung sudah terdengar tapi Keira tak juga mengangkatnya. Zein semakin tidak tenang. Ia benar-benar mencemaskan keadaan anak itu.

***

Sementara di waktu yang sama, Edward dan Rafael sedang memaksa Keira turun dari mobil. Mereka menghentikan mobilnya di halaman bagian dalam, di tengah-tengah keramaian para siswa Global.

"Come on, Keira!" seru Edward. "Kita sudah sampai. Ayo, kita bersenang-senang!" ajaknya sambil meminta Keira turun. Keira menelan ludah. Mukanya sudah seputih kertas HVS. Ia ketakutan saat semua anak Global memandangnya. Seragam Keira yang berbeda tentu menarik perhatian mereka.

"Hey Edward! Is it your new destiny? She looks so innocent," sapa seorang cowok bermuka Jepang yang berada di antara keramaian halaman sekolah itu. Gaya rambutnya mirip tokoh Natsu di serial anime Fairytail. Hanya saja warnanya coklat tua, bukan pink seperti tokoh kartunnya.

"Yeah, you're right, Yamato. Keira is so cute and innocent. I love her," ujar Edward sambil merangkul Keira.

"Jangan sentuh-sentuh gue!" Keira cepat menghindar dari Edward. Ia sama sekali tidak senang saat cowok itu hendak sok akrab dengannya.

"Whoaa, it seem like she doesn't like you, man. So funny." Si cowok Jepang yang dipanggil Yamato itu menertawai Edward.

"I've been rejected," Rafael menyela. "But Edward still won't give up. He believes that he could make Keira like him. Honestly, I'm doubt about it."

"Please guys, stop it! Don't make me shy. Okay? " Seperti biasa, Edward memasang muka polos prihatinnya saat diejek orang lain.

"Hai, gue Yamato. Jadi nama lo siapa tadi? Keira? Bener nggak, Raf?" si Jepang itu mengajak Keira bersalaman. Namun Keira tak mau mengulurkan tangan untuknya. Ia justru menatap waspada pada Yamato.

"Apa lo teman Edward?"

"Tentu aja," jawabnya sambil tersenyum ramah.

"Kalo gitu lo pasti sama bahayanya dengan mereka. Gue nggak mau nambah daftar orang berbahaya di buku gue. Balikin gue ke sekolah sekarang juga!" Keira membentak dengan suara gemetar, membuat tiga cowok itu tertawa.

"Keira, you're so cute. I think I'll like you too." Yamato menepuk-nepuk pundaknya.

"Don't touch her, dude. She's mine," Edward mendadak membopong Keira lagi seperti saat menculiknya dari tangga tadi.

"Edward, lepasin gue!" Keira meronta. "Somebody, please help me! Help me...!" Keira berteriak-teriak. Edward membawanya melalui koridor panjang di gedung sekolah itu. Semua orang di sana memandang mereka. Tapi tak ada seorangpun yang mau mendengar teriakan Keira.

"Hellena!" Tak sengaja Keira melihat cewek itu sedang nongkrong bersama teman-teman bulenya di depan sebuah kelas.

"Keira?" Hellena tentu kaget melihat anak itu. "Edward! Ngapain lo gendong Keira ke sini?" Ia langsung menghampiri kakaknya.

"Minggir, Len! Lo urus Zein aja daripada ngurusin gue!" Edward justru mengusirnya.

Hellena melengos mendengar nama Zein disebut-sebut. "Sori, Keira. Gue nggak suka ikut campur urusan Edward." Dengan tak acuh Hellena melambaikan tangan pada Keira lalu bergabung kembali dengan teman-temannya.

"Hellena, plis...!" Keira hendak berteriak lagi tapi kemudian ia sadar, Edward sangat berkuasa di sekolah Global. Jadi tak ada gunanya Keira berteriak meminta tolong. Tak akan ada yang menggubrisnya. Bahkan kalaupun itu Hellena, adik Edward sendiri.

Tak lama kemudian, Edward menurunkan Keira di suatu ruangan. Ruangan yang sepi. Tempat itu dari depan tampak seperti kelas biasa, tapi keadaan di dalamnya sungguh mengejutkan Keira.

Ruangan itu mirip kamar hotel bintang lima. Sebuah ranjang putih elegant terbaring di tengah-tengah. LCD Plasma layar 41 inci tertempel di tembok yang menghadap ke tempat tidur. Ada seperangkat sound system. Ada sofa mewah berbantal di ujung tembok. Ada kulkas. Ada wastafel. Ada sebuah pintu yang sepertinya adalah pintu kamar mandi. Lampu kristal unik juga menggantung di langit-langit. Ada juga lemari rak berisi buku-buku di seberang sofa.

Keira keheranan. Kenapa di sekolah bisa ada ruangan eksklusif seperti ini? Lebih penting, kenapa Edward membawanya ke tempat ini? Keira mulai berdebar lebih kencang. Pikiran buruk langsung menyelimuti otaknya.

"Edward," Keira memanggilnya pelan. "Tempat apa ini?" Ia beranikan diri bertanya.

Edward tersenyum kecil. "Dad yang punya sekolah ini. Jadi ini ruangan khusus buat gue. Hellena juga punya satu di sebelah. Tempat favorit kalau lagi bosen belajar," jelasnya.

"Te-terus kenapa gue dibawa ke sini? Ja-jangan macam-macam. Gue nggak suka di sini." Keira langsung mundur sewaktu Edward mendekat.

Edward tertawa. "Cewek yang gue suka biasa gue bawa ke markas rahasia. Nggak semua orang di SMA Global bisa nginjak tempat ini, lho."

"Ta-tapi, jangan samain gue sama cewek-cewek yang pernah lo bawa ke sini ya? Gue bu-bukan orang yang bisa bergaul seperti itu." Keira gemetar saat bisa membaca niat Edward padanya.

"Okay," Edward tersenyum simpul. "I know. I know. But, would you let me just to kiss you?"

"Nooo!" Keira langsung menolak. "Don't ever try to touch me, or... or...."

"Or what?" Edward malah semakin mendekat pada Keira.

"Or... someone will kill you," Keira menjawab dengan suara lirih.

"Zein?" Cowok bule itu bertanya. "That bastard, ofcourse I know."

Keira tak berkata lagi. Ia justru semakin ketakutan saja. Edward sudah memojokkannya ke tembok, bahkan memblokade setiap celah geraknya.

"I love your innocent face, your eyes, and your...." Edward mulai menarik helaian rambut panjang Keira lalu menciumnya. "I love your smell."

"Nggak, Edward! Please, jangan!" Keira coba menahan tubuhnya yang lekas menggigil. Tangannya sudah dingin sekali. Seluruh badannya gemetar bukan main.

Beberapa lama Edward cuma memandang Keira. Sepertinya ia sedang menikmati ketakutan dari muka manis cewek itu. Edward tersenyum tipis, entah karena apa.

"Plis, jangan..." mohon Keira. Matanya hampir berkaca-kaca. Keira benar-benar sudah ketakutan stadium akhir. Ia lalu menatap lekat Edward, berharap cowok itu segera menghentikan niat buruknya. Keira lebih memilih mati daripada Edward melakukan hal tidak terpuji pada dirinya.

"So sad," tiba-tiba Edward menundukkan kepala. "Why Keira?" Ia menjatuhkan dahinya tepat di pundak cewek itu."I don't like this."

Keira cuma mematung, tak mengerti apa yang Edward maksudkan padanya.

"Gue nggak suka melakukan sesuatu pada orang yang... well, nggak suka sama gue juga," lanjutnya murung. "You know? Biasanya, cewek yang gue suka juga bakal suka sama gue. But you make me feel so bad, Keira."

"Edward," Keira berkata tanpa berani bergerak. "I-ini bukan cuma masalah suka apa nggak suka. Tapi gue emang nggak bisa. Lo boleh anggap gue nggak gaul dan sok suci. Tapi maaf, Edward. Gu-gue nggak bisa kayak gitu. Gue punya batas sendiri. Tolong lo ngerti."

Perlahan Edward menegakkan kepalanya. Ia tersenyum canggung pada Keira. "Great. You're smart and different, Keira. But sorry," ucapnya lembut. "I still want you," lanjutnya lalu mengecup pipi cewek itu.

"Edward!" Keira tanpa sadar sudah mendorongnya dengan kasar. "You scared me!"

Edward malah tertawa. "Oh, come on. I just kissed your cheek, Keira. It's nothing."

"Jangan banyak omong! Gue pengen keluar dari sini!" Keira langsung berlari ke arah pintu dan memutar paksa gagangnya. Wajahnya sudah merah panas tidak karuan. Sesaat Keira berpikir Edward sadar dari khilafnya, tapi mungkin Keira sudah salah anggapan.

"Sini gue bukain," Edward pun mengeluarkan kunci dari sakunya. Tapi ia masih saja coba mencuri kesempatan untuk mencium leher Keira dari belakang.

"Menjauh dari gue!" Keira langsung menendangnya sebelum niat itu terlaksana. Pintu sudah terbuka. Keira pun segera berlari keluar dari ruangan itu.

Edward sialan. Edward kurang ajar. Dia bahkan lebih mesum dari Zein, pikirnya sambil berlari tak tentu arah. Keira menggosok-gosok pipinya yang bekas dicium Edward. "Manusia laknat! Harusnya gue bunuh aja dia.“ Keira berlari dengan tubuh gemetar. Hampir saja sebuah kejahatan besar menimpa dirinya.

"Keira!" Edward memanggil dari depan markas tadi. "Wait for me! Where are you going? You don't know this place!" Ia berteriak.

"Don't chase me! Just let me go!" balas Keira sambil terus berlari.

"Keira, gue nggak mau ngapa-ngapain lo. Jadi please, berhenti!" seru Edward lagi seraya mulai mengejarnya.

"Kalau nggak mau ngapa-ngapain gue terus tadi apa, Dodol?" Keira menengoknya sebentar. Ia mengeluh saat tahu tenaganya mulai loyo. Andai saja ia pelari maraton kelas dunia dan bukan keong mas seperti ini.

"Hey, Keira!" Mendadak Yamato dan Rafael menghadangnya di suatu persimpangan koridor.

"Catch her, guys!" seru Edward pada mereka.

"Don't touch me!" Keira menendang lutut Rafael saat tangannya dicekal. Meskipun Keira hanyalah cewek lemah dan sudah kelelahan, tapi ketakutannya mampu memberi kekuatan lebih pada dirinya. Rafael saja sampai hampir terjengkang.

"Lari yang jauh, Keira! Lima menit lagi, mungkin gue juga bakal ikut ngejar lo," kata Yamato tanpa bergerak dari posisi berdirinya. Ia malah mengedip satu mata.

"What the hell?" Rafael memprotes sambil memegangi lututnya yang sakit.

Tanpa mempedulikan dua cowok itu Keira langsung menerobos keramaian para siswa Global. "Ah!" Keira baru ingat ponselnya. Keira mencari-cari di saku seragamnya dan segera ia ingat bahwa ponselnya ada di tas. Sedangkan tasnya ada di dalam kelas. Beruntung Keira melihat Hellena masih di tempat semula. Mungkin Hellena punya nomor Ryu. Mungkin Hellena mau berbaik hati kepadanya. Mungkin Keira boleh berharap Hellena mau menghubungi Ryu untuknya. Mungkin saja, harapnya walau tak yakin.

"Hellena!" Keira berlari cepat ke arahnya. "Lo... lo punya nomor HP Ryu? Atau apa aja kontaknya?" tanya Keira dengan suara hampir habis. Napasnya berantakan. Ia mencengkeram lengan Hellena dengan penuh permohonan. "Please, help me. I really need to go from here."

Hellena menatap Keira yang tampak begitu pucat dan panik. Sejenak ia cuma diam saja. Dari kejauhan, Hellena bisa melihat Edward, Rafael dan Yamato hendak menjemput Keira. Ia mengembuskan napas lelah lalu mengutik layar ponselnya.

***

Zein, Ryu, Milli dan Oki serta Alvin masih berkumpul di depan tangga dekat gedung kantor guru. Mereka bingung harus mencari Keira ke mana. Mereka masih menebak-nebak tempat di mana Edward akan membawa cewek itu.

"Mungkin nggak kalo Edward nyulik Keira ke rumahnya?" tanya Milli.

"Nggak mungkin," sahut Ryu. "Edward nggak pernah bawa cewek ke rumah. Nyokapnya paling nggak suka Edward bawa-bawa cewek ke rumah mereka."

"Terus kita mau nyari Keira ke mana?" Zein menghantam tembok di sebelahnya. Ia benar-benar kesal tidak bisa segera bergerak mencari Keira.

Ponsel Ryu tiba-tiba berbunyi. Keempatnya terkejut karena suara dari ponselnya terdengar cukup keras.

"Hellena?" Ryu bergumam usai memeriksa layar. "Gue pikir dia udah nggak nyimpen nomor gue. Mau ngapain coba?" katanya malas. Tanpa ragu-ragu Ryu pun menolak panggilan itu.

"Gimana nih? Kasian Keira, Bos. Gue nggak bisa bayangin kalo dia sampai diapa-apain tuh bule Global," desah Alvin. "Emang sih Keira itu manis. Nggak heran Edward sampai ngebet banget pengen dapetin dia. Tapi Keira itu kan polos. Kalau dia sampai disentuh, dibelai, di...."

"Tutup mulut lo!" Zein dan Ryu menyemprot Alvin dengan kompak.

"Ckkk, ni cewek nggak ada matinya banget, sih? Bukannya kemarin udah bilang nggak mau gue lagi, ya?" dumal Ryu sewaktu nomor Hellena kembali menghubunginya.

"Siapa?" tanya Zein melihat ekspresi gerah Ryu.

"Penggemar lo. Hellena," jawab Ryu sebal. Belum selesai ia berbicara, panggilan yang sudah ia tolak berbunyi lagi untuk yang ketiga kalinya. Karuan saja Ryu emosi. "Apaan deh! Nggak tahu orang lagi serius aja. Blokir juga nih anak!"

"Angkat aja. Siapa tahu kita bisa tanya dia Edward pergi ke mana. Denger-denger tu cewek adiknya, kan?" usul Milli. Zein di sebelah juga menyarankan hal serupa.

"Hallo?" angkat Ryu akhirnya walau dengan suara terpaksa. "Ada apa, Len?"

"RYYYUUUU!!!"

Ryu mendadak melebarkan mata karena seruan itu. "Keira?" serunya kaget tak terkira. "Ini lo, Kei?"

"Ryu, iya ini gue! Tolongin gue plis!"

"Ya ampun, Kei! Kenapa lo bisa pakai nomor Hellena?" Ryu tentu saja langsung panik.

"Panjang ceritanya. Tapi plis, tolongin gue...."

"Keira? Lo di mana?" Zein tiba-tiba merebut ponsel Ryu lalu mengambil alih percakapan mereka.

"Zein?" pekik Keira. "Zeeeiiiinnn, tolongin gue! Gue lagi dikejar-kejar Edward sama Rafael. Gu-gue di SMA Global sekarang. Oh, itu mereka datang, Zein!"

"Keira?" Zein meneriakinya. "Kei, lo baik-baik aja?"

"Zeeeiiiinn, pokoknya gue di SMA Global! Cepet lo ke sini! Sekarang juga lo mesti ke sini! Hellena, makasih banyak! Ini HP-nya."

Tuutttt. Tuuttttt. Tuuuttt.

Telepon mati dengan suara ketakutan Keira di akhir pembicaraan.

"Gimana, Zein? Keira di mana?" Milli mencekal lengan Zein karena begitu sabar. Ryu, Oki dan Alvin juga tegang menunggu penjelasannya.

"Kita ke sekolah Global sekarang," ujar Zein kemudian berlari ke tempat parkir. Empat anak itu pun langsung mengikutinya.


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C32
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ