Maya masih di rumah sakit. Ia gelisah saja sejak tadi, tepatnya setelah kedua putranya pergi. Sementara Adit suaminya, masih on the way menuju daerah ujung provinsi. Adit baru berangkat sehabis Maghrib tadi. Ia juga sempat terkena macet, sehingga perjalanannya pun jadi lebih lama. Adit pergi bersama Joko, orang kepercayaannya.
Bahkan, saat hendak minum, tangannya seolah gemetar, dan menjatuhkan air mineral kemasan bentuk gelas itu.
Hatinya benar-benar tidak karuan.
"Kak Maya kenapa?" tanya Murni khawatir melihat kondisi Maya yang terlihat tidak stabil.
"Perasaan Kak Maya nggak enak, Dek."
Murni pun membimbing Maya untuk duduk.
Mereka berada di ruang rawat suami Murni. Lelaki itu sudah sadar, namun masih lemah.
Rangga, putra semata wayang mereka juga tak diberi tahu. Pemuda enam belas tahun itu sedang sibuk menghadapi ujian akhir. Sebentar lagi ia akan lulus dari pesantren.
BErsiaplah untuk mati, Toni...
hahahah...