Gue benar-benar bingung sekarang. Apa yang gue rasakan sekarang sangat sulit untuk di ceritakan, bahkan gue sendiri pun tak paham sama apa yang gue rasakan.
Semuanya sungguh sangat membingungkan. Emosi gue sangat mudah untuk meningkat saat ada siapa saja yang membahas tentang keluarga dan melibatkan gue ke dalam pembahasan mereka.
"ARGH!!"
Kalian cuman tahu identitas gue saja, kalian gak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan gue. Kalian cuman tahu biodata gue saja. Dalam biodata gue, gue memang masih memiliki keluarga. Dalam biodata gue masih satu keluarga sama mereka, tapi itu hanya di kartu keluarga saja tidak dengan kenyataannya.
Kenyataannya gue itu hidup sendirian. Gue gak hidup dengan yang namanya keluarga, gue hanya hidup bersama dengan bayangan buruk dari masa lalu gue saat bersama dengan mereka yang berstatus sebagai keluarga.
Saat kalian bisa berucap dengan mudah 'apa tak ada yang membangunkan gue saat kesiangan?' Hati gue saat itu juga langsung hancur, karena pada kenyataannya memang tak ada yang mau untuk membangunkan gue.
Ketika hari sudah siang sekali pun gak bakalan ada orang yang akan membangunkan gue, karena gue tinggal sendiri! Jadi, sangat tidak mungkin jika ada hantu yang mau membangunkan gue dan mengingatkan gue untuk pergi berangkat ke sekolah!
Gue gak mungkin gak masuk ke kelas kalau pikiran gue lagi tenang, gue juga gak mungkin kalau gue tiba-tiba bolos pelajaran kalau pikiran gue gak ke ganggu! Buat apa gue di kelas kalau pikiran gue sedang melayang tak tentu arah. Buat apa? Semuanya akan sia-sia!
Lagi pula apa masalahnya sih dengan kalian? Apa ruginya sih buat kalian, kalau gue kesiangan atau kalau gue bolos saat jam pelajaran? Gue rasa kalian gak akan rugi apa-apa. Jika apa yang gue pikirkan benar, lalu kenapa kalian terlalu sibuk dengan ikut ngurusin hidup gue?
"Arghhh!" Gue mengacak rambut gue frustrasi kemudian menendang satu kursi yang ada di dekat gue.
Emosi gue sudah memuncak saat gue masih ada di ruangan BK itu, bahkan kejadian waktu lalu itu kembali teringat di pikiran gue. Di sini suasananya sepi, karena hampir semua siswa sedang melakukan kegiatan pembelajaran di kelasnya masing-masing.
Gue yang sedang frustrasi melihat ada gunting di lemari itu. Gue berjalan mendekat ke arah lemari itu, bibir gue menyeringai menang sekarang. Sebuah ide terlintas di pikiran gue saat gue tengah melihat ke arah gunting itu. Gue berjalan menuju ke tempat di mana gunting itu berada.
Gue membuka lemari ini. Gunting kecil ini tengah gue pegang sekarang. Senyuman di bibir gue kembali tercipta saat gue menatap gunting itu dengan tatapan yang sangat manis, haha manis.
Tatapan gue saat menatap gunting kecil ini memang manis, karena tak seperti kehidupan yang tengah gue jalani sekarang. Kehidupan yang tengah gue jalani sekarang sangat jauh dari kata manis.
"Mari kita mulai," ucap gue sambil menatap gunting yang tengah dipegang oleh tangan kanan gue.
Tangan gue mulai mencoba memutar-mutar gunting ini. Tangan gue ingin bermain dengan gunting ini sebentar, sebelum gunting ini nantinya akan bermain di tangan gue.
"Lepasin!" teriak gue saat melihat kedua ujung gunting ini dipegang oleh tangan seseorang dari arah belakang gue, yang membuat gue tidak bisa membuka gunting ini lagi.
Orang itu tak melepaskan genggaman tangannya, bahkan menjawab ucapan gue saja tidak. Dia melangkahkan kakinya dan posisi dia sekarang adalah tepat di hadapan gue. Dia masih memegang ujung gunting ini.
"Ngapain lo?" tanya gue saat melihat siapa orang yang sudah menggagalkan rencana gue.
Orang itu tak menjawab, dia hanya menatap gue dengan tatapan dingin miliknya.
Gue meneguk ludah gue kasar saat melihat tatapannya. Hati gue ciut melihat tatapan dinginnya, bahkan gue langsung menunduk seketika setelah melihat sepasang mata dengan tatapan elangnya.
Orang itu masih memegang ujung gunting ini, tangannya masih menggenggam erat ujung gunting ini. Gue tak mau berdebat dengannya, gue mencoba untuk memaksa membuka gunting ini, namun genggaman tangannya terlalu kuat.
Gue rasa tangan dia sudah merasa perih, sebab harus terus menggenggam ujung gunting yang sedari tadi terus gue paksa untuk gue buka. Tenaga gue berkurang, nyali gue seakan hilang saat ditatap olehnya. Dia tak mengeluarkan satu kata apa pun sampai sekarang.
"Sebenarnya lo itu mau apa sih? Kenapa lo gangguin permainan gue? Kenapa hah? Jawab!" tanya gue dengan nada bicara yang begitu membentaknya. Dia masih tak mau menjawab, dia masih menatap gue dengan tatapan dingin miliknya. Gue benar-benar dibuat heran oleh semua sikapntya.
"Jangan so peduli deh sama gue! Lo itu bukan siapa-siapa gue!" bentak gue lagi.
"Arghhh!" Gue melepaskan tangan gue dari gunting yang sedang ia pegang. Percuma juga kalau gue terus memegang gunting ini. Gue yakin dia gak bakal melepaskan ujung guntingnya sebelum gue mau melepas gunting ini dari tangan gue.
Setelah gue sudah tak menggenggam gunting itu lagi, dia melempar gunting itu asal. Percayalah gue bingung sama dia, sebenarnya dia itu mau apa? Dia masih menatap gue, namun dengan tatapan yang sudah sedikit berbeda. Tatapannya sedikit lebih santai sekarang, sedikit ya karena sisanya masih seperti tadi.
"Kenapa sih lo datang terus?" tanya gue dengan nada yang penuh rasa penasaran. Ini bukan kali pertamanya dia datang saat gue tengah berada dalam kondisi seperti ini. Dia masih diam tak membuka mulutnya.
"Sebenarnya lo siapa sih?!" tanya gue lagi dengan nada yang lumayan tinggi. Gue sebenarnya kesal sama dia, kenapa dia malah terus menatap gue tanpa mau menjawab pertanyaan yang sudah gue berikan barusan?
Dia tidak menjawab, malahan dia langsung pergi keluar dari ruangan ini. Gue benar-benar dibuat bingung oleh semua sikapnya, terlebih sikap dia yang begitu dingin. Gue menatap punggung orang itu yang semakin lama semakin menjauh.
Setelah beberapa detik gue terdiam, akhirnya gue melangkah berjalan keluar menjauh dari sini. Entah ke mana tujuan gue sekarang yang pasti gue terus melangkah tanpa tujuan.
Saat sudah lama menyusuri koridor, lagi-lagi gue ketemu sama cowok dingin itu. Area sekolah ini terasa menyempit sekarang, karena gue terus bertemu dan berhadapan dengan dia.
"Masuk kelas," ucapnya dengan begitu datar. Kalimat yang dia ucapkan adalah kalimat perintah, tapi nada bicara dia terlalu datar, dia berucap disertai dengan tatapannya yang begitu dingin.
"Lo siapa berani-beraninya ngatur gue?" tanya ketus gue, gue benar-benar kesal sama dia. Dia tidak menjawab perkataan gue, dia hanya menatap gue dengan tatapan yang entah apa artinya. Gue benar-benar bingung akan semua sikap dia. Argh, otak gue dibuat berpikir oleh semua sikap anehnya.
"Apa alasannya lo nyuruh gue ke kelas?" tanya gue lagi yang mencoba memancing emosi atau pun jawabannya, namun dia? Dia masih tidak mau menjawab, yang ada dia berjalan meninggalkan gue.
Gue dibuat berdiri terdiam sambil menatap punggungnya yang semakin lama semakin menjauh dan hilang dari pandangan gue.
Gue akhirnya memilih untuk pergi dari sini. Dalam setiap langkah yang gue lakukan sekarang, gue teringat akan ucapannya tadi.
Ucapannya seolah mempunyai sihir buat gue, karena gue yang sedari tadi tak memikirkan untuk kembali ke kelas, tapi sekarang justru kaki gue tengah berjalan melangkah menuju ke arah kelas.
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Dia itu siapa? Cowok itu sebenarnya siapa?
Jawabannya adi di next chapter.
Tunggu aja!
LOV U ♡