"Pesanan Anda sudah datang, Tuan Fedrick," Ghirel berlagak seperti seorang pelayan yang tengah menjalankan tugasnya.
Gadis itu meletakkan dua cangkir greentea kesukaannya. Cangkir berwarna hitam tersebut membuat Afka tak dapat menebak apa isinya, yang jelas pasti sesuatu yang tidak ia suka. Afka berusaha mengintip, dan usahanya membuahkan hasil yang mengecewakan. Tidak ada Vanila Latte kesukaannya, melainkan sebuah air berwarna hijau yang terlihat kurang menarik.
Pemuda itu menghela nafasnya berat, dia kecewa. Menjadi pelanggan tetap di sini ternyata masih belum berhasil membuat Ghirel mengenalnya.
"Gue kira lo kenal gue baik," ucap Afka dengan lesu.
"Tinggal minum,ribet banget sih banyak ngomong," kesal Ghirel membuat Afka reflek mencubit pipi chubby nya. Ghirel meremang lalu mengerjapkan matanya, berusaha mengembalikan kesadaran yang kian menipis. Entah mengapa, jantungnya tiba-tiba tidak normal. Apa Ghirel penyakitan?
Afka memilih diam dan mulai meminum isi dari cangkir hitam di depannya. Baru saja satu tegukan, lidahnya serasa bengkak dan mulutnya serasa terbakar karena rasa pahit menjalar dimana-mana. Rasa yang sangat Afka benci kini bersarang di mulutnya. Minuman hijau itu memenuhi mulutnya membuat laki-laki itu muntah begitu saja.
Ghirel langsung panik melihat Afka muntah, bahkan beberapa pengunjung mulai memperhatikan keduanya. Gadis itu menghampiri Afka dan menepuk punggung pemuda itu serta memijit tengkuknya perlahan. Saat Afka mulai pulih, Ghirel dengan cekatan menuju dapur dan mengambilkan air putih.
"Lo, gak apa-apa?" tanya Ghirel dengan mata merah seperti menahan sesuatu.
"Lo panik banget kayaknya," jawab Afka. Dia bisa melihat air mata yang menggenang di pelupuk mata gadis itu.
"Lo hampir mati! Gimana gue gak panik?" Ghirel hampir terisak. Katakanlah Ghirel cengeng karena menangis akibat hal sepele. Masalahnya, bukan hanya kondisi Afka yang dia khawatirkan, melainkan ada pekerjaan yang ia pertaruhkan juga.
"Gue gak apa-apa, dan gue gak akan ngadu ke bos lo. Tenang aja," Ghirel merasa lega seketika saat Afka peka terhadap keadaannya. "Tapi, lo beneran gak apa-apa'kan? Lo gak alergi sama greentea kan? Lo gak bakalan sak-"
"Lo itu berkepribadian berapa sih Jie?" tanya Afka mengacuhkan perkataan Ghirel yang belum terselesaikan.
"Maksud lo?" Ghirel bertanya balik.
"Lucu aja, kadang juteknya minta ampun, kadang bikin kesel karena seenaknya sendiri, kadang jinak kayak kucing peliharaan gue, kadang perhatian kayak gini," Afka mengulum senyum sejenak kemudian kembali menunjukkan wajah datarnya.
Ghirel meletakkan telapak tangannya pada dahi Afka. Badannya condong ke depan, wajahnya cukup dekat dengan wajah tampan di depannya. Afka memperhatikan wajah Ghirel yang tersuguh gratis di depannya. Matanya memperhatikan setiap inci wajah Ghirel.
Hanya satu kata yang dapat Afka gambarkan, cantik yang penuh kerinduan. Bahkan melihatnya sedekat ini masih membuatnya merasa rindu kepada gadis itu.
"Lo salah minum obat ya?" tangannya baru saja akan ia tarik dari dahi Afka, namun pemuda itu malah menggenggam erat tangan Ghirel dan meletakkannya di atas meja. Ghirel hanya membiarkannya, merasakan hangat yang tersalur dari genggaman Afka.
Sedangkan Afka? Masih belum menyadari tingkah lakunya.
"Hm?" Afka berdeham sebagai jawaban, dia masih terus memperhatikan Ghirel dengan pipi yang mulai memerah.
"Lo kayak orang yang berbeda. Habis ini wajib diadain acara syukuran karena Afka ngomong banyak!" Kata Ghirel dengan antusias.
"Gugug!" Balas Afka tiba-tiba.
Ghirel mengerutkan keningnya, mencari-cari keberadaan anjing yang mungkin Afka lihat,"Mana gugug nya Af?"
"Depan gue."
"-_"
***
Hari berlalu begitu saja, Ghirel mulai menikmati perannya sebagai kekasih Afka. Ternyata tidak seburuk yang dipikirkan, atau mungkin karena faktor Afka jarang sekolah? Awalnya Ghirel sempat berpikir akan menjadi pesuruh dan boneka mainan Afka seperti kekasih yang lainnya. Tetapi pada kenyataannya, Ghirel yang perlu duduk diam dan menikmati masa sekolahnya bersama teman-teman. Entah kenapa Ghirel merasa Afka memperlakukannya lebih spesial dibandingkan yang lainnya. Setidaknya untuk saat ini.
"Woy, gak usah pada ngerjain kek!" teriak Grell selaku ketua kelas yang sudah 3 tahun berturut-turut menjabat.
Kelas benar-benar sudah tidak terdefinisi lagi. Meja dipojok kanan dikumpulkan menjadi satu dijadikan tempat tidur, pintu kelas dihalangi oleh kursi yang di duduki oleh siswa siswi pengemis wifi,dan papan tulis sedang diisi karya-karya supranatural. Serta para anak pintar yang berkumpul di pojok sebelah kiri berdiskusi mengenai tugas yang diberikan oleh wali kelas.
Inilah kondisi kelas saat ini. Tidak hanya saat ini sebenarnya, namun setiap jamkos selalu seperti ini karena Grell, si ketua kelas tidak pernah memperdulikan kondisi kelasnya. Ditambah lagi Grell adalah teman para badboy sehingga selalu berhasil membawa anak-anak kelas ke jalan yang...
Sesat.
"Awas aja kalau ada yang ngerjain tugas, gue gaplok nanti!" Sahut Ghirel memperingati.
Ghirel baru saja memasuki kelas karena sedari tadi gadis itu berada di sarangnya. Warung Bang Mpik, si tukang seblak kesayangan. Ghirel melangkah ke depan papan tulis dengan kedua tangan berisi pop ice. Baru saja Ghirel berniat menghampiri Tzuwi, sahabatnya sudah berlari kesetanan menghampiri Ghirel.
"Pesanan gue mana Jie?" tanya Tzuwi basa-basi. Entahlah, antara basa-basi atau bodoh memang tipis bedanya. Bagaimana tidak? Jelas-jelas pop ice yang berada di tangan Ghirel hanya dua dengan rasa berbeda.
"Nih pop ice coklat lo," Ghirel memberikan es coklat kepada Tzuwi yang dengan cekatan meraihnya.
"Mau dong," Afka yang datang tak diundang seperti jelangkung saat ini sudah berdiri tegak di depan tubuh ramping Tzuwi sehingga tubuh Tzuwi tertutup nyaris tertutup sempurna.
Afka bukan pemuda kaya raya yang suka menghamburkan uang, katanya dia tidak ada uang cash. Pemuda itu selalu minta-minta kesana kemari. Tak jarang pemuda itu mengutang di kantin dan meminta dibayari oleh Fran.
"Ogah, beli sendiri sana," balas Tzuwi dengan tatapan menusuk.
"Lo aja dibeliin Ghirel!" Afka beralasan mencoba meraih es yang berada di tangan Tzuwi.
"Bodo amat," balas Tzuwi datar lalu secepat kilat menghindar dari Afka.
Ghirel memperhatikan keduanya, hal ini selalu terjadi dan selalu berujung Afka mengadu kepada Ghirel layaknya anak kecil. "Jie, Tzuwi nakal gak mau ngasih aku!"
"Idih najis sok imut lo," cibir Ghirel.
Hal itu membuat Afka dan Tzuwi semakin bertengkar karena Tzuwi mengejek Afka berkali-kali. Ghirel yang merasa geram dengan tingkah laku teman-temannya akhirnya mengalah.
"Berisik lo berdua! Nih ambil punya gue," Ghirel memberikan es matchanya kepada Afka yang menatap sungkan suguhan Ghirel.
"Maunya coklat," Afka masih saja berusaha merebut es coklat milik Tzuwi sehingga mulai terdengar suara teriakan Tzuwi yang menggema membuat kepala Ghirel pusing rasanya.
"Dikasih kok banyak komentar, ya udah kalau gak mau gue habisin sendiri," Ghirel balik badan berniat meninggalkan Afka yang sesegera mungkin menarik lengan gadis itu.
"Eh, jangan dong sayang," ujar Afka disertai cengirannya.
"Palalu peyang," balas Ghirel seraya memberikan es nya tersebut.
Sesegera mungkin,Afka meminum es milik Ghirel dengan sedotan yang sama dengan milik Ghirel membuat gadis itu melotot melihatnya.
indirect kiss.
"AFKA KOK LO MINUM PAKAI SEDOTAN GUE SIH?!" teriakan Ghirel menggema di seluruh ruangan kelas sehingga mendapat beberapa teguran dari kelompok tukang tidur di pojok kanan. Namun, Ghirel tetap kepada suara melengking nya melupakan semua teguran yang datang kepada dirinya.
"Hm, kenapa? Salah?" Afka hanya menunjukkan wajah tak bersalahnya. Bahkan, menatap Ghirel dengan tatapan polos serta alis yang terangkat sebelah.
"BANGET! ITU'KAN BEKAS BIBIR SUCI GUE AF!" Ghirel masih saja berteriak sehingga lagi-lagi mendapat teguran yang selalu diabaikannya.
"Pantesan manis," Afka tersenyum penuh arti dengan tatapan mesum kepada Ghirel membuat gadis itu ingin sekali memakan Afka saat ini juga.
"Ck. Bodo amat!" Ghirel melenggang pergi meninggalkan Afka yang sudah mematung ditempat merasa disalahkan namun tak mengerti kesalahannya.
Ghirel keluar kelas,pintu ia banting cukup keras. Sungguh, Ghirel tidak pernah mengharapkan hal seperti ini terjadi. Dan Ghirel juga tidak mengerti mengapa dirinya merasa marah pada hal sekecil. Mungkin karena hormon pms nya.
Langkah kaki Ghirel berhenti di kantin atau lebih tepatnya di pangkalan Bang Mpik si pedagang seblak kesayangannya. Padahal baru saja tadi Ghirel dari sana, sekarang ia kembali menemui pria paru baya tersebut.
"Neng Ghirel mukanya gitu amat sih, gara- gara apaan nih?" tanya Bang Mpik yang sedang beberes meja. Bang Mpik merasa heran saat gadis itu datang dengan wajah tertekuk disertai hentakan keras dari sepatunya.
"Afka bikin kesel," jawab Ghirel singkat. Wajahnya masih saja tertekuk dan tatapan tajamnya masih saja terpatri disana.
"Afka lagi,Afka lagi. Hati-hati loh, nanti lama-lama suka sama Afka," Bang Mpik menanggapi dengan nada seolah-olah menggoda Ghirel.
"Suka sih enggak, tapi sayang iya," Ghirel menjawab tanpa sadar.
Namun, Ghirel tidak bisa menyangkalnya lagi bahwa dirinya ternyata sudah mencintai pemuda yang akhir-akhir ini mengisi kehidupannya. Pemuda yang tanpa sadar Ghirel lupakan.
Dan tanpa Ghirel ketahui, jauh dibelakang sana ada Afka yang mendengarkan dengan seksama percakapan tersebut dengan hati tergelitik. Afka tersenyum tipis lalu mulai menghampiri Ghirel yang masih saja meluapkan keluh kesahnya kepada Bang Mpik.
"Duh duh duh, Bang Mpik hobi banget sih godain pacar Afka," sahut Afka seraya duduk di samping Ghirel dan mengikis jarak antar keduanya.
Sebenarnya saat ini jantung Ghirel sedang tidak karuan mengingat laki-laki yang disampingnya kini adalah seseorang yang berhasil membuat Ghirel merasa malu karena diakui kekasih. Bahkan, pipi Ghirel sepertinya sudah semerah tomat.
"Ogah gue jadi pacar lo," balas Ghirel ketus. Ghirel harus menutupi segalanya agar tidak terlalu jauh. perasaannya terhadap Afka sangat beresiko besar hingga bisa menyakiti hatinya sendiri. Bagaimanapun juga Afka memiliki banyak kekasih selain dirinya.
"Loh, lo'kan emang udah jadi pacar gue," Afka mengangkat sebelah alisnya menatap rona merah pada wajah Ghirel.
"Cih, kapan juga gue bilang gitu?"Ghirel berdecih sembari menatap sinis Afka.
"Waktu itu di telfon jam 7 malem. Yang sebelum bilang lo ngumpatin gue dulu," Afka mengulum senyum hambar menggoda Ghirel yang sudah malu habis-habisan karena ditertawakan oleh Bang Mpik.
"Hah?" Ghirel membuang wajahnya tak berani menatap Afka lagi.
"Yakin gak ingat?" Afka masih setia menggoda kekasihnya yang sudah hampir menenggelamkan diri rasanya karena malu yang menyerang hingga ke saraf.
"Banyak yang ngantri gue akuin pacar, lo yang gue akuin malah ogah," lanjut Afka.
"Gue itu selingkuhan lo bukan pacar lo!" Ghirel menegaskan.
"Gue ga punya selingkuhan perasaan,punya nya pacar ke 2,3,4,sampai lo yang ke9 ehm,masih banyak lagi sih sebenarnya," Afka mulai menghitung satu persatu kekasihnya dengan jari-jemarinya.
Dan Ghirel tahu betul laki-laki itu tak bersungguh-sungguh menghitung. Jangankan menghitung, mengingatnya saja mungkin tidak.
"Sama aja woy, percuma juga gue jadi pacar lo kalau gue gak dapetin cinta lo!" balas Ghirel dengan sebuah senyuman penuh arti yang berhasil masuk hingga jantung terdalam Afka.