ดาวน์โหลดแอป
11.53% PORTAL: terhubungnya dua dunia yang berbeda / Chapter 21: Chapter 20 - Perawatan untuk Teo (Bagian 2)

บท 21: Chapter 20 - Perawatan untuk Teo (Bagian 2)

Di sekolah sihir, jam makan siang, Celica masih membuka buku tentang sihir, ia membacanya begitu serius meskipun sebenarnya ia tidak fokus dengan bukunya, fakta pengawalnya berasal dari dunia lain masih tidak bisa ia percaya "(Tidak mungkin… Tapi…)" Celica mengingat perkataan pengawalnya begitu serius, di tambah Kakaknya juga percaya dengan ucapannya. Tapi, ia ragu apakah ia juga harus mempercayainya atau tidak. Ia menghela nafasnya lalu menutup bukunya "Percuma saja aku memikirkannya, ya biarkan saja, selama dia bisa bekerja dengan benar…" baru saja, Celica mengingat pengawalnya yang masih terbaring "…Walaupun dia tidak bisa bergerak sekarang." mengingatnya lagi membuat Wajahnya memerah, kejadian memalukan itu teringat kembali dan membuat wajahnya memerah.

"Nona Celica, Anda baik-baik saja?" sapaan formal itu berasal dari gadis berkacamata yang berdiri di sampingnya, rambut panjang terurai berwarna coklat dan senyumnya yang lembut, Celica sedikit terkejut mendengar sapaan itu "Ah… Aria, jangan bicara formal begitu dong."

Gadis itu tertawa kecil mendengar Celica "Maaf, Celica. Habisnya kamu serius sekali, ada apa?" Celica terdiam sesaat melihat ucapannya di sertai senyumannya. Gadis itu bernama Aria, Aria de Floude, Tinggi dan terlihat begitu dewasa, senyuman yang tulus dan paras cantiknya, sering kali ia menjadi pusat perhatian di sekolah, ditambah kacamata yang ia kenakan, benar-benar cocok dengannya.

Meskipun begitu "Aria, Aku membencimu…" ucap Celica setelah melihat perbedaan besar pada dada mereka berdua.

"Eh!? Kenapa!?"

"Tidak, Lupakan saja, apa kamu mau makan siang?" tanya Celica mengubah topik pembicaraan.

"Ah, iya…" balasnya sambil menunjukan bekal yang ia bawa, lalu ia pun duduk disamping Celica.

"Wah, walaupun tempatnya tidak terlalu besar, tapi isinya banyak ya." Ikan dan sayuran paling mendominasi bekal yang tertata rapih milik Aria itu, juga porsi yang sedikit berlebihan untuk seorang gadis seusianya.

"Kamu mau? Orang tua ku mengirimi ku banyak ikan dan sayuran kemarin, jadinya bekal ku penuh dengan ikan."

"Oh iya, keluargamu menguasai para nelayan dan sebagian laut di wilayah kerajaan, kan?"

"Celica, kamu berlebihan menyebutnya menguasai nelayan." seorang gadis tiba-tiba menghampirinya, berambut merah terang.

"Apa yang anak kecil lakukan disini?"

"Aku bukan anak kecil! Huuu, Celica selalu saja meledek ku!" tinggi tubuhnya lebih rendah daripada mereka berdua sampai banyak yang mengira dia anak berusia 10 tahun.

"Maaf, maaf, habisnya kamu lucu sih." ucap Celica sambil tersenyum lebar. Gadis itu memaksa duduk disamping Aria tanpa berkata apa-apa.

"Tunggu, Erica sempit tau!" keluh Celica

"Hee… tubuh ku kan kecil, jadi tidak masalah." ucapnya dengan wajah tidak bersalah "Aku ambil wortelnya, ya."

"Kamu ini sama sekali tidak sopan ya, aku ragu kalau kamu itu bangsawan." ucap Celica.

"Tidak sopan, aku ini bangsawan yang mempunyai tempat wisata paling terkenal di kerajaan ini!"

"Oh, kamu memiliki pemandian air panas ya? Aku pernah kesana, rasanya nyaman sekali loh, juga bagus untuk kulitku. Haaaa… kalau mengingat itu lagi, aku jadi ingin kesana lagi." ucap Aria sambil menyentuh kulit lengannya.

"Iya dong, pemandian air panas keluarga ku memang yang terbaik!" ucap Erica dengan bangganya.

"Wah, mulai deh membanggakan keluarganya. Iya iya, keluarga Cahude memang yang terbaik."

"Oh iya dong, Ho ho ho." Erica tidak sadar kalau itu meledek keluarganya dan malah membalas Celica dengan tawa ala bangsawan.

"Dasar, kalau kamu memang bangsawan, lebih baik perbaiki tingkah laku mu."

"Eh? Yah itu nanti saja, lagipula aku bukanlah pewaris keluarga, aku anak ke-4 dari 5 bersaudara, jadi aku tidak perlu memikirkan hal spele itu." ucapnya dengan santai sambil melahap wortel dari bekal milik Aria.

"Tidak boleh begitu, Erica. Mau kamu pewaris atau bukan, kamu harus bersikap seperti bangsawan."

"Ah, pasti dia begini karena sudah di tentukan pewaris tempat wisatanya kan?"

Ucapan Celica tepat sasaran, Erica langsung terlihat kesal, ia mengembungkan pipinya, memalingkan pandangannya dari mereka "Celica! Kamu tidak perlu mengatakannya walaupun itu memang faktanya!" ucapan Aria semakin memperdalam luka Erica, sekarang Erica bahkan hampir menangis. "Kalian jahat…"

"Wa-waa! Ma-maafkan kami!" ucap mereka bersamaan.

"I-Ini, kamu mau? Masih banyak sayurannya loh!" Aria mencoba membujuknya dengan sayuran dan berhasil, meskipun Erica tidak berbicara apa-apa dan mengambil sayurnya dengan wajah yang murung.

"Ya, aku tidak terlalu kesal sih, aku sudah tau karena aku anak ke-4 jadi aku sudah tau ini akan terjadi, walaupun aku satu-satunya perempuan di keluargaku selain ibuku… Uuuuh…"

"Hanya karena kamu satu-satunya perempuan, bukan berarti kamu bisa merebut hak waris kakakmu!"

"A-Ah, sudah ya lebih baik kita tidak terus membahasnya."

"Y-Ya kamu benar." balas Celica.

"Kalau begitu…" Erica melihat tumpukan buku sihir di dekat Celica, memandanginya sesaat, lalu melihat wajah Celica "Jarang sekali melihatmu serius membaca buku sihir."

"Hah!? Apa maksudmu! Biasanya juga aku seperti ini." Celica langsung terdengar sinis mendengar ucapan Erica.

"Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya saja sejak dimulai istirahat, kamu serius sekali membacanya, tidak seperti biasanya, kan?"

"Ya." balas Aria bersama dengan anggukan kepala "Kamu biasanya menikmati buku sihir itu, tapi kali ini… seperti terlihat memaksakan diri, kan?"

"Benar!"

Celica terdiam sesaat sambil menatap buku-buku sihirnya, ia menyipitkan matanya, ia kembali mengingat perkataan Kakaknya dan pengawalnya yang sekarang terbaring di kasur. Bingun dan penasaran, itu yang menjadi dasar keseriusannya hari ini, tidak dapat menikmati buku sihir karenanya "Mungkin kalian benar…" ucapnya pelan.

Kedua temannya saling menatap melihat Celica yang kelihatan tidak seperti biasanya, sedikit murung karena masalah yang dihadapinya, benar-benar tidak seperti Celica yang mereka kenal. Biasanya Celica tidak akan menunjukan wajahnya yang sedang serius atau terbebani, Celica selalu bisa menutupinya, namun tidak dengan sekarang "Kamu baik-baik saja?" tanya Aria.

"Eh? Ah aku baik-baik saja kok. Hanya saja, aku sedang serius mendalami sihir, ada sihir yang membuatku penasaran, jadi… begitu." meskipun ucapannya disertai senyuman, tapi itu tidak menutupi apa yang ia pikirkan sebelumnya. Kedua temannya saling menatap, Aria menggerakan kepalanya ke arah Celica dengan cepat sebagai tanda untuk Erica agar bertanya kepadanya, namun Erica hanya menggeleng kan kepalanya dengan cepat, Aria pun menjadi serius menatap Erica dan membuatnya terpaksa menanyai Celica meskipun tidak tahu apa yang ingin ia tanyakan "A-Apa kamu bertengkar dengan Kakakmu?"

"Tidak." balas Celica sambil menggelengkan kepalanya.

"A-Apa kamu gagal di ujian sihir mu!?" tanya Aria.

"Kita baru saja mulai sekolah! Mana ada ujian!" ucap Celica sedikit keras "Kalian tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja kok, jadi jangan khawatir ya."

"Habisnya tidak seperti biasanya, kamu biasanya bisa menutupi apa yang kamu pikirkan, tapi hari ini berbeda sekali, kan?"

"Ya, tidak seperti biasanya." sahut Erica.

Wajah cemas kedua temannya, membuatnya sedikit sadar kekhawatiran kedua temannya itu, Celica menarik kedua ujung bibirnya dan berkata "Terima kasih, aku hargai kekhawatiran kalian, tapi tenang saja, ya."

senyumannya membuat kekhawatiramnya menghilang "Baiklah kalau begitu." balas Aria dengan senyumannya.

"Lebih baik cepat makan bekal mu, sebelum kelasnya kembali dimulai." ucap Celica.

"Ah benar."

"Kalau begitu aku bantu!" ucap Erica mengambil wortel milik Erika lagi.

"Ah, wortel ku habis."

"Hey Erica, sudah berapa banyak yang kamu makan!?"

"Emm… Tidak tahu~" ucapnya dan mengambil sayuran yang lain tanpa ragu.

"Rakus." ejek Celica

"Jangan panggil aku rakus!" sangkal Erica.

Aria tertawa melihat tingkah mereka berdua. Pemandangan yang hangat antara tiga bangsawan itu, menunjukan betapa eratnya hubungan mereka, sangat erat seolah tidak ada yang bisa merusak hubungan itu "Oh iya, dengar dengar, pengawalmu itu melawan bangsawan ya? Apa itu benar, Celica?" kecuali ulah mereka sendiri.

Celica mematung mendengar Aria membahas pengawalnya "Benar, dia berani sekali ya, kalau tidak salah dia melawan bangsawan Cruile, kan? Celica?" Erica ikut membahas soal pengawalnya, membuatnya tidak bisa berkata apa-apa, Celica perlahan memaling wajahnya dan wajahnya yang serius sekaligus murung itupun kembali lagi.

"Jadi itu penyebabnya." ucap kedua temannya bersamaan setelah mengetahui penyebab Celica menjadi terlihat lebih serius.

"Y-Ya punya pengawal seperti itu memang merepotkan, kan?" ucap Erica mencoba menghibur Celica.

"Y-Ya begitulah." ucap Aria yang hanya setuju dengan perkataan Erica karena takut salah berbicara.

"Jadi jangan dipikirkan ya, Celica." walaupun mereka mencoba menghiburnya, namun perkataan mereka seolah tidak di dengar.

Celica menghela nafasnya, lalu mengangkat buku-bukunya "Aku... Akan mengembalikan ini ke perpustakaan." ucapnya terdengar serius lalu berjalan meninggalkan kedua temannya.

"C-Celica…"

"Nona Celica…"

Aura yang membebani Celica, bisa dirasakan oleh kedua temannya itu, mereka berdua tidak bisa berkata apa-apa dan hanya menatapnya dari belakang, kehangatan tiga bangsawan itu pun berubah menjadi hawa dingin yang luar biasa.

***

Sore hari, kedua putri bangsawan Blouse kembali ke rumah mereka, disambut oleh pelayan mereka. Sedikit membungkuk dan memberi sambutan "Selamat datang, Nona Celica, Nona Cattalina. Saya akan siapkan air untuk mandi."

"Ah terima kasih, Tiara."

"Tiara, bagaimana keadaan orang itu."

"Tidak ada perkembangan khusus, Nona Celica. Teo masih belum bisa bergerak, namun ia bisa berbicara lebih lama dari kemarin."

"Begitu." Celica langsung masuk tanpa berkata apa-apa, lagi. Ia masuk ke kamarnya, mengganti seragam dengan pakaian hariannya, sebuah gaun biasa. Setelah itu ia keluar dan pergi ke kamar Teo, ia melihat pria itu berbaring dan melihat keluar jendela.

Raut wajahnya, hampir sama seperti Celica saat di sekolah, sangat serius namun sedikit murung, Celica merasakan beban yang ditanggungnya "Teo bagaimana keadaanmu."

"Hm? Ah nona Celica, Anda sudah pulang, maaf saya tidak menyadarinya." ucap Teo dengan senyumannya lalu menundukan sedikit kepalanya "Ah Saya sudah baik-baik saja. Walaupun Saya masih belum bisa menggerakan bagian tubuh Saya yang lainnya."

Ucapannya yang disertai senyuman itu, membuat Celica sedikit kesal, kenapa dia masih bisa tersenyum seperti itu? Ia pun duduk di sampingnya dengan raut wajah kesal. Meski menyadari itu, Teo tetap tersenyum kepadanya dan membuat Celica semakin kesal.

"Aku akan membantu pemulihanmu." tanpa basa basi lagi, Celica menaruh kedua lengannya yang bertumpu di atas tubuh Teo.

Tangannya mulai bercahaya, Celica memberikan energi sihir untuk memulihkan staminanya, ia melakukannya dengan perlahan, membuatnya stabil agar tidak mengganggu bagian tubuh Teo yang lain.

Teo merasa begitu nyaman, ia bisa sedikit merasakan tubuhnya "Terima kasih… Aku merasa lebih baik." ucapnya

"Diamlah, kalau kau sering berbicara, nanti tenagamu terbuang sia-sia." ucap Celica.

Celica terus melakukannya, sesekali ia melirik wajah Teo yang masih tersenyum, apa dia benar-benar sekuat itu? Bukankah dia memiliki beban berat yang ia tanggung sendiri? Kenapa ia bisa tersenyum? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Celica, meskipun ia tidak bisa menjawabnya. Ia pun bertanya "Kamu menikmatinya?"

"Tentu saja, karena anda sudah pulang dengan begitu aku bisa menikmati layanan bangsawan, ka–."

*plak!*

"Jadi itu alasanmu tersenyum hah!?" tamparan keras melayang tepat mengenai pipi Teo, wajah Celica memerah mendengar alasan Teo tersenyum "Aku salah mengkhawatirkanmu sialan!"

"No-Nona Celica Jangan menampar orang yang anda rawat! Dan juga tamparan Anda tidak main-main ya? Sakit sekali."

"Terserah!" Celica langsung berjalan pergi meninggalkan Teo tanpa berkata apa-apa, ia berjalan sambil menunduk untuk menutupi wajahnya yang benar-benar memerah.

Sejak mendengar cerita pengawalnya dari dunia lain dan masalah yang menimpanya, Celica menjadi khawatir dengan keadaan Teo, namun sayangnya pengawalnya saat ini tidak terlalu membebani dirinya dengan masalah yang menimpa dirinya. Itu membuat Celica semakin kesal, Celica mengabaikan semua yang ada di sekitarnya dan melempar tubuhnya ke kasur di kamarnya. Celica de Blouse, mengulangi apa yang ia lakukan di pagi hari

"Uwaaaaaaaaaaa… Aku akan menghajar orang itu… pasti… pasti… Uwaaaaaa." Saat itu, Celica de Blouse, tidak keluar kamar lagi sampai waktunya makan malam tiba.

***

"Teo, kamu apakan Nona Celica? Ini kedua kalinya Nona Celica menangis dari kamar mu." ucap Tiara yang menjadi pengganti Celica untuk merawat Teo, lagi.

"Jangan selalu menuduhku, aku tidak melakukan apapun, dia tiba-tiba saja menamparku terus lari keluar, aku tidak melakukan apapun."

*Tok tok!*

Pintu terbuka, Celica datang dengan mangkuk ditangannya dan juga wajah yang memerah.

Selama beberapa saat, Celica berdiri di depan pintu tanpa berkata apa-apa "Nona Celica, wajah anda memerah, apa anda baik-baik saja?"

"Berisik! I-Ini Tiara, kau saja yang menyuapinya!" Tiara mengambil mangkuk itu dan saat bersamaan Teo tersenyum jahil sambil menatapnya.

"Aaaah, jadi begitu, aku pikir seorang bangsawan akan menepati kata-kata–."

"Aaaaaah! Baiklah! Baiklah! Akan aku lakukan, Tiara keluar!"

"A-Ah baiklah, Nona."

Tiara meninggalkan mereka berdua, kaki Celica bergetar saat melangkah mendekati Teo "A-Aku buatkan bubur untukmu." ucapnya sambil menunjukan isi mangkuk yang ia bawa, meskipun dari kejauhan.

"Wah bubur ya."

"Kalau tidak mau, akan aku buang!"

"Saya tidak menolaknya, Nona Celica."

Celica semakin mendekatinya, lalu duduk disampingnya. Celica mengaduk bubur itu, ia mengambil bubur dengan sendok lalu meniupinya agar cepat dingin. Tangan Celica bergetar hebat saat ingin menyuapi Teo.

"No-Nona Celica, bu-bukankah lebih baik tenangkan diri Anda lebih dulu?"

"Su-Sudahlah jangan banyak bicara! Buka mulutmu!"

"(Bahaya, bubur lebih bahaya daripada sup, seandainya itu jatuh ke tubuhku, pasti akan sangat… Tidak-tidak, Nona Celica sudah meniup buburnya, jadi pasti sudah–.)" Sendoknya sudah begitu dekat, ia melihat bubur diatasnya, dan juga "(Masih ada 'asapnya!', bubur panas!)"

"No-Nona Celica, tenangkan diri Anda dulu ya, i-itu berbahaya, buburnya masih panas!"

"Diam dan buka mulutmu!"

"(Percuma saja!)" sendok itu semakin dekat dengan Teo, sendok besi dan bubur yang masih panas, mendekatinya. Teo pasrah, ia membuka mulutnya dan tangan Celica bergetar hebat sampai bubur yang ada pada sendok itu hampir jatuh. Semakin dekat, semakin bergetar, dan semakin pasrah Teo dengan mulut yang terbuka dan…

"Aummm….."

Bubur itu, hangat. Rasanya sedikit asin, namun ia merasakan sesuatu yang lain pada bubur itu "Enak…" ucap Teo tanpa sadar.

"Sungguh?"

"Eh… ah… ya." Teo memalingkan pandangannya, ia masih bisa merasakan bubur itu di lidahnya meskipun sudah ia telan "Ada rasa yang sama, namun juga ada yang berbeda. Kamu pakai apa?

"Eh? Bahan yang biasa saja. Apa rasanya memang berbeda?"

"Ya, cobalah."

"Kalah begitu aku coba…" Celica menyendokan bubur itu, ketika ingin masuk kedalam buburnya, ia langsung berhenti.

"Kenapa?"

"Tidak, a-aku rasanya berbeda karena kau sedang sakit." ucap Celica, ia tiba-tiba terlihat gugup dan tidak berani menoleh ke arah Teo.

"Ah begitu, yah mungkin saja begitu." Teo sama sekali tidak mempermasalahkan itu.

"(Kalau aku memakannya dari sendok yang sama, bisa-bisa… uhh… Aku tidak mau mengatakannya)" itulah yang ia pikirkan sebenarnya, ia menjadikan suapan pertamanya pelajaran untuk berhati-hati tidak memberikan 'Pertama' baginya kepada orang lain.

"Aaaaaaa…." Teo membuka mulutnya dan makanan tak kunjung menghampiri mulutnya "Tuan?" Celica terus melotot kearahnya "Tuan!? S-Saya tidak melakukan kesalahan kan?"

"Hm? Tidak."

"Terus kenapa anda melototi ku seperti itu?"

"Aku tidak melototimu."

"Lalu apa?"

"Mengawasi…" ucap Celica sambil menyipitkan matanya. Celica, saat ini benar-benar berhati-hati saat di dekat Teo.

"Ah begitu… (Yah terserahlah.) Aaaaaa…." Teo membuka mulutnya lagi, kali ini ia mendapat respon dari Celica yang langsung memasukan se-sendok bubur kedalam mulutnya.

"Eh…" Senyuman saat memakan bubur itu, Celica menyadarinya, ia menyadarinya senyuman yang dipaksakan itu. Celica masih tidak mengerti dengan dirinya, ia berkata ia tersenyum karena dilayaninya, tapi saat melihat senyumannya, Celica menganggap ucapan itu adalah kebohongan "Teo, apa kau benar-benar baik-baik saja?"

"Eh? Apa maksud Anda?"

"Kau berasal dari dunia lain, datang kemari untuk menemukan pendudukmu yang diculik, setelah tahu nasib pendudukmu, bagaimana kamu bisa tersenyum seperti itu?" pertanyaan dengan wajah serius itu membuat Teo terdiam, senyumnya pun sedikit kendur.

"Hmm… Bagaimana ya…"

"Senyum mu itu, kau memaksakannya kan?"

Teo tidak merespon pertanyaanya itu, sesekali memalingkan pandangannya ke langit-langit ruangan "Entahlah…" jawabnya.

Jawabannya langsung mendapat tatapan tajam ke arahnya "Huh?"

"Tolong jangan menatap saya seperti itu, Tuan ku." ucap Teo sedikit merasa takut dengan tatapan Tuannya, ia menarik nafas panjang lalu melepaskan nafasnya "Hmm… bagaimana aku mengatakannya. Mungkin anda ada benarnya, senyumanku itu palsu."

"Kenapa?"

"Ya habisnya tidak enak memasang wajah murung di depan tuanku, kan?"

"Ya itu–."

"Lalu, Saya juga sebenarnya saya sedikit senang, karena masih memiliki harapan untuk menemukan yang lain. Saya seorang prajurit, tidak mungkin murung karena ini, meskipun rasanya kesal, marah dan rasa sesak di dada saya, saya tidak mau terlihat murung di depan orang lain, bahkan saya sendiri pun tidak mau melihatnya. Karena seandainya saya murung, itu seperti menunjukan kalau saya sudah menyerah begitu saja untuk menemukan penduduk saya yang lain, karena itu saya mencoba menjaga ekspresi saya. Anda mengerti?" setelah berkata seperti itu, senyuman Teo terlihat lebih tulus daripada sebelumnya.

Celica terdiam mendengar apa yang Teo rasakan, bukan berarti tidak mengerti, Celica diam karena dia mengerti apa yang Teo katakan itu "Begitu… Yah sudahlah kalau begitu, tapi tolong jangan melakukannya lagi, itu membuatku jengkel." ucap Celica.

"Asal anda tahu saja, Saya tidak pernah memakai senyum itu dihadapan orang lain, hanya di depan anda saja saya memakainya."

"Ke-kenapa!?"

"Soalnya…" Teo tersenyum jahil sambil menatap Celica "Saat ini, melihat anda melayani saya membuat saya ingin tertawa, Nona Celica."

"Hey! Beraninya kau ya!"

"Maaf, Nona Celica, saya juga tidak bermaksud untuk tersenyum palsu, hanya saja saya sedang memikirkan hal-hal yang berat dan Anda yang melayani saya membuat saya ingin tersenyum. Tapi entah kenapa itu sulit, jadi mungkin karena itu Anda bisa mengetahuinya." jelas Teo lagi

"Teo…" Celica merasa tersentuh mendengar pengawalnya mengatakan itu, namun perasaan itu seketika menghilang "Kau benar-benar senang ya! Kau meledek ku ya hah!? Jangan senang hanya karena aku layani! Kau paham! Hah!" amarah Celica yang memuncak hanya mendapat tawa dari Teo meskipun Celica mulai memukulinya "Jangan tertawa!"

Teo puas menertawai Tuannya, wajah Celica sedikit memerah setelahnya, ia kembali menyuapi Teo saat melihat mulutnya terbuka, sampai akhirnya suapan terakhirn pun masuk kemulut Teo "Sudah selesai, kalau begitu aku akan kembali ke kamar ku."

"Tunggu sebentar."

"Apa lagi!?"

"Anda tidak sadar? Saya sama sekali belum minum sedari awal makan."

"Ah…" Celica terdiam sesaat sambil menatapi Teo "Maaf, aku lupa, Akan aku ambilkan." Celica berjalan keluar dari kamarnya disertai wajahnya yang terlihat begitu lelah.

Tidak lama setelah Celica keluar, putri pertama keluarga Blouse masuk kekamarnya dengan senyuman "Nona Cattalina?"

"Bagaimana keadaanmu, Teo?" tanya Tuannya, lalu ia duduk disamping Teo.

"Ya, sedikit lebih membaik, kurasa. Aku mulai bisa merasakan tubuhku."

"Begitu ya, syukurlah. Sepertinya Celica mahir merawat ya, aku pikir Celica akan memukuli mu atau semacamnya, tapi syukurlah." senyuman yang ditunjukan Cattalina, begitu lembut. Karena senyumannya itu juga, Teo tidak berani mengatakan apa yang sudah ia alami saat dirawat oleh Adiknya "Celica sampai menangis dua kali, jadi aku sedikit khawatir, tapi syukurlah tidak ada yang gawat."

"Y-Ya…"

"Sejak kecil, Celica selalu dimanjakan Ibu, jadi aku khawatir apa dia benar-benar bisa merawatmu atau tidak."

"Sepertinya kamu sangat khawatir ya."

"Ya begitulah. Bagaimana aku menyebutnya, Celica itu seperti tidak mudah di dekati, bahkan sesama bangsawan pun hanya sedikit yang mendekatinya."

"Eh? Kenapa?"

"Ya kamu tahu sendiri bagaimana Celica, tidak hanya ke rakyat biasa, bahkan ke sesama bangsawan pun Celica bersikap 'tajam'."

"Ah, begitu ya."

Tawa kecil menjadi respon Cattalina selanjutnya. Tiba-tiba pintu terbuka "Teo ini air–. Eh, Kakak?" Celica masuk kedalam dengan segelas air ditangannya.

"Oh Celica, Aku hanya ingin menjenguk Teo. Kamu sendiri? Sudah malam begini kamu masih merawatnya, Adik ku memang rajin ya." ucap Cattalina dengan senyumannya.

"A-Aku hanya mengantarkan air minum untuknya, habis ini juga aku tidur." Celica pun menaruh gelas itu di meja lalu berbalik "Kalau begitu, aku kembali."

"Tunggu." langkah Celica terhenti, senyuman jahil pun dipasang Teo saat memanggilnya "Nona Celica, aku tidak bisa mengangkat tangan ku, jadi bagaimana caraku minum? Jadi–."

"Oh baiklah baiklah! Kamu menjengkelkan sekali ya!" Teo tersenyum puas melihatnya kembali mendekatinya, Celica mengambil gelasnya kembali lalu membantu Teo duduk

"Tubuhmu berat, bantu aku sedikit…" ucap Celica, ia memegangi punggungnya, lalu membantunya untuk duduk.

"Ah sakit…" ucap Teo saat mencoba mengangkat kepala dan pundaknya.

"Wah, selamat ya, Teo." ucap Cattalina tiba-tiba

"Untuk apa?"

"Kamu menjadi lelaki pertama yang mendapat perhatian dari seorang Celica de Blouse, fufu~" wajah Celica seketika memerah bagaikan batu bara mendengar ucapan dari Kakaknya, tangan sampai tubuhnya pun bergetar hebat sampai air digelas yang ia pegang melompat keluar dari gelas.

Tatapannya, beralih kearah Teo. Wajahnya semakin memerah karena ia begitu dekat dengannya, Ketakutan dan rasa malu yang dirasakan Celica, membuat Teo merinding saat melihat wajahnya "No-Nona Celica, te-tenanglah!" Celica mencengkram punggungnya dengan begitu kuat, tangannya semakin bergetar, air yang ada di gelas semakin banyak "Nona Celica! Tenanglah! Tidak perlu dipikirkan!"

"Tidaaaaaaaaak! *Brush!*" Celica melempar air yang ada digelas itu, tepat mengenai wajahnya, ia menaruh gelas itu lalu menoleh ke Kakaknya lagi dengan wajah yang memerah dengan terus berkata "Tidak".

Lalu Teo, dia mematung dan kembali berbaring karena lengan Celica yang menopang tubuhnya sudah tidak berada di punggungnya "I-I-Ini hanya… A-Aku hanya mengikutin permintaanya! Jadi i-itu tidak terhitung! La-lalu menyuapi juga tidak dihitung!"

"Wah, ternyata Adikku juga sudah berani menyuapi makanan untuk lelaki ya, Perkembangan yang mengejutkan ya." Cattalina, sepertinya sangat menikmati apa yang Celica dan Teo alami, ia terus tertawa meskipun ia tahan saat melihat mereka berdua.

"Nona Celica…" Celica langsung menoleh ke arah Teo saat mendengar suaranya yang terdengar marah, Teo menghela nafas berat lalu tersenyum kepadanya "Kembalilah ke kamar Anda, sebaiknya anda beristirahat, besok juga anda harus sekolah kan?"

Celica tidak dapat berkata apa-apa, melihat senyumnya dan wajahnya yang basah karena ia siram. Antara kesal dan merasa bersalah, Celica memlih diam berjalan keluar "Hmph!"

"Wah wah, ketiga kalinya kamu buat dia menangis, Teo."

"Memangnya ini salah siapa?"

"Fufu~ habisnya melihat Celica melakukan hal yang baru untuknya selalu menarik sih." Cattalina mengeluarkan sapu tangannya dan memberikannya kepada Teo "Ini."

"Terima kasih" lalu membersihkan wajahnya "Jangan bilang anda selalu seperti ini–." ucapan Teo langsung terpotong karena tawa kecil Tuannya "Jadi anda benar-benar seperti ini ya!" ia menghela nafas melihat Tuannya "Apa Celica belum pernah melakukan ini sebelumnya?"

"Sama sekali belum pernah kok. Celica selalu dimanja oleh ibu, apapun keinginanya selalu dituruti oleh ibu. Karena selalu diperhatikan, Celica belum pernah diajari untuk merawat orang lain."

"Sama sekali belum pernah? Kalau ke Tuan Wales? Atau Nyonya Stella? Apa belum pernah juga?"

"Kalau tidak salah, Celica pernah melakukannya sekali ke ibu. Waktu itu ibu jatuh sakit karena kelelahan, tapi Celica menganggapnya…"

"Menganggap apa?"

"Ibu akan pergi untuk selamanya." Cattalina terlihat sangat jelas ia menahan tawanya saat berbicara.

Teo terdiam terkejut mendengarnya "(Wah kejam…)" ucap Teo dalam hati.

"Yah waktu itu Celica masih kecil, itu adalah ke khawatirannya yang pertama, ia sangat berjuang untuk merawat Ibu, sudah lama sekali tidak melihatnya seperti itu." raut wajah Cattalina menunjukan dirinya yang tengah bernostalgia. Senyuman dari wajahnya, Teo dapat mengerti kalau itu adalah kenangan yang menyenangkan untuknya.

"Begitu ya, sepertinya kalian memiliki kenangan yang menyenangkan ya, ah bagaimana kalau Tuan Wales?" pertanyaan Teo mengubah ekspresi Cattalina menjadi terlihat kebingungan.

Cattalina memejamkan matanya sebentar lalu membuka matanya dengan jawaban keluar dari mulutnya "Ayah, belum pernah mendapat perhatian lebih dari Celica, soalnya Celica sudah masuk masa remaja sih saat bertemu Ayah."

ucapannya membuat Teo mengerti satu hal "Begitu ya." hanya itu yang menjadi respon Teo

"Ya, Ayah dan Kak William, hanya menemui Celica saat remaja dan belum pernah melihatnya sewaktu kecil."

"Begitu, jadi mereka sama ya."

"Ayah bertemu dengan Ibu sewaktu kunjungannya ke ibukota dan ya, aku tidak perlu menceritakannya kan?" ucap Cattalina sambil tersenyum.

"Ya, saya mengerti." Teo dapat menyimpulkan sesuatu dari perkataan Cattalina, kalau Tuan Wales bukanlah Ayah kandung Tuannya dan juga William, bukanlah Kakak kandung mereka, itu menjelaskan kenapa saat Tuan Wales bersama istrinya, ia terlihat begitu takut kepada istrinya.

To be continue


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C21
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ