ดาวน์โหลดแอป
11.11% Survive / Chapter 3: K

บท 3: K

Harusnya perempuan tetap menjadi dirinya sendiri, tanpa ada kekangan dengan embel-embel kasih sayang. Sebab bagaimanapun juga, perempuan adalah manusia.

"Apa Kakak benar-benar mantannya Pak Alan?"

Rasanya ingin marah, tapi melihat gadis polos seperti Rani yang menatapnya takut-takut membuat Gia sedikit merasa iba. Tadi, setelah hampir pingsan tatkala mendengar ucapan menyebalkan dari Alan, mereka terjebak di situasi paling tak menyenangkan. Hening, ruangan itu hanya diisi oleh berisik dari jemari yang menekan tombol pada keyboard komputer. Lantas setelah jam makan siang, mereka malah meninggalkan Gia dan Rani sendirian di ruangan itu.

Dia pikir karena suasananya yang berubah jadi sedikit tak nyaman karena kejadian tadi pagi, tapi Gia merasakan sesuatu yang aneh tatkala Rani juga ditinggalkan.

"Ya, waktu SMA. Sudah lama sekali, di zaman purba dulu. Tak usah dibahas," jawabnya sedikit kesal.

Gadis itu mengangguk pelan, lantas kembali menyuap makanan ke dalam mulutnya. Gia sebenarnya sedikit merasa tak nyaman dengan suasana baru, apalagi ada beberapa hal yang menurutnya cukup mengganjal. Terutama, di timnya. Menelan ludah sekali dengan susah payah, perempuan itu lantas bertanya meluapkan semua rasa penasarannya terhadap kejadian hari ini.

"Kenapa kau tidak makan dengan yang lain?" Tanya perempuan itu, menatap wajah Rani yang berubah masam.

"Aku memang terbiasa makan sendirian, kok. Beberapa kali memang sengaja makan keluar untuk bertemu teman,"

"Makan sendirian?" Gadis itu mengangguk, "apa mereka tidak mengajakmu bergabung untuk makan siang bersama?"

Rani lantas mengedikkan bahu, pun menenggak jus semangkanya sampai habis sebelum menjawab. "Ada alasan kenapa mereka tak mau mengajakku,"

Kening Gia nampak berkerut, wajahnya seolah menjelaskan kalimat apa yang akan dia tanyakan selanjutnya dan membuat Rani menghela napas. "Karena aku wanita," jawabnya, yang sontak membuat Gia tersedak.

"Alasan macam apa itu?"

Rani mencebik, lantas kembali menyuap makanannya. "Aku pernah ikut sekali sewaktu pertama kali datang ke tempat ini sebagai pegawai magang, tapi sudah merasa tidak nyaman karena obrolan mereka. Orang-orang itu benar-benar menjijikkan,"

"Memangnya mereka membicarakan tentang apa?" Gia yang penasaran, kini mencondongkan tubuhnya.

"Hal-hal mesum yang menjurus pada pelecehan seksual," jawab Rani. "Kakak tahu, kebiasan para laki-laki. Ya, begitulah. Aku tak terlalu paham,"

"Kenapa kau tidak marahi mereka?"

"Senioritas di tempat ini sangat kental, Kak. Aku hanya pegawai magang yang bisa saja kehilangan perkerjaanku secepat mata berkedip," lalu menghela napas, "enak kalau langsung dipecat, kalau aku dipermainkan dulu bagaimana? Dibebani banyak tugas tentu saja akan membuatku frustasi,"

Gadis itu menghentikan ucapannya, terdiam sejenak menatap Gia yang nampak gelisah. "Dan aku yakin, kalau mereka sekarang sedang membicarakan Kakak. Makanya mereka tidak mengajak Kakak untuk bergabung makan siang dengan mereka,"

Gia yang sudah tak tahan, tiba-tiba langsung berdiri dari tempatnya. Rani yang terkejut langsung mengerutkan kening, pun melempar kalimat tanya yang membuat perempuan itu mendengus sebal.

"Kakak kau kemana?"

"Toilet," jawab Gia tanpa mengalihkan tatapannya ke arah meja yang ditempati oleh keempat lelaki itu.

Rani lantas ikut berdiri, kemudian menghela napas tatkala mengikuti arah tatapan perempuan ini. "Kalau Kakak mau ke toilet di kantor, aku sarankan untuk tidak pergi ke sana,"

"Memangnya apa lagi?"

Rani menghela napasnya, lalu menuntun Gia untuk segera pergi dari kantin. "Seminggu yang lalu, ditemukan kamera tersembunyi di toilet kantor. Dan Kakak tentu saja paham betul untuk apa kamera itu,"

"Apa ada tempat yang nyaman untuk kita tinggali, Rani?"

Rani kini terkekeh, mereka berdua sudah keluar dari kantin. "Ada," jawabnya, membuat Gia menoleh dengan kerutan di keningnya. "Tempat di mana tak ada orang-orang yang menyimpan dendam terhadap sesuatu,"

Apa ada tempat seperti itu? Entahlah, Gia hanya tak yakin terlalu percaya diri untuk meyakini hal itu. Dunia terlalu mengerikan untuk dirinya, apalagi karena gender yang membuatnya merasa sedikit kesal untuk tetap menginjakkan kakinya di atas bumi. Dia paham maksud dari Rani barusan, tentu saja. Orang-orang yang tak menyimpan dendam, tentu saja tak akan berbuat sesuatu yang membuat orang lain tak nyaman. Atau, yang sampai membuat kehidupan seseorang merasa terancam. Tak ingin melakukan stereotip gender, tapi pada kenyataannya memang seperti itu.

Setelah sampai di toilet kantor, Rani nampak mondar-mandir dulu memeriksa seisi ruangan. Beberapa karyawati yang masuk juga melakukan hal yang sama. Lantas setelah dirasa aman, Rani mengulas senyum dan memberi isyarat dengan gerakan jarinya pada Gia yang sejak tadi memperhatikan. Gia langsung masuk ke dalam salah satu bilik, begitupula dengan Rani dan beberapa karyawati lainnya. Meskipun beberapa dari mereka nampak tengah bersolek di depan cermin.

Rani nampak keluar terlebih dahulu, gadis itu terlihat begitu manis dengan sifat cerianya menyapa karyawati lain. Gia yang sudah menggunakan toilet, kini menuju wastafel untuk mencuci tangannya. Pada pantulan kaca di hadapannya, Gia terdiam sejenak tatkala kenangan lama berkeliaran di dalam kepala. Ah, jangan sekarang. Semua obrolan yang sudah lalu dengan Rani tadi, membawanya pada luka lama yang menghasilkan sesak di dadanya.

"Istri Pak Alan dulunya berkerja sebagai pegawai bank," celetuk gadis itu, membuat lamunan Gia seketika buyar. "Kakak tahu, 'kan? Aku dengar wanita itu berhenti berkerja setelah menikah dengan Pak Alan,"

Gia menoleh sebentar, sebelum akhirnya kembali fokus membasuh tangannya. "Benarkah?"

Rani mengangguk, lalu menghampiri tempat pengering tangan yang ada di sebelah tubuh Gia. "Tinggal di kota yang masih kental dengan budaya lama, tentu saja membuat beberapa orang yang ingin menjadi perempuan harus mengubur hal itu jauh-jauh," Lantas menghela napas, "menjadi perempuan tentu saja sangat sulit."

Gia tersenyum, lalu beralih mengeringkan tangannya sebelum menjawab. "Apa kau feminisme?"

Rani menggeleng, lalu tersenyum. "Bukan," jawabnya, "hanya seseorang yang suka mempelajari hal itu, aku juga belum berani mengatakan kalau aku feminisme karena aku tidak punya keberanian untuk membantah hal-hal yang menurutku salah tentang perempuan."

"Ya, pada akhirnya tuntutan lingkungan akan membuat seseorang kembali menjadi wanita yang kental dengan urusan dapur, mengurus rumah tangga, dan semacamnya. Lalu mimpi yang selama ini mereka harapkan harus kandas ditengah jalan," ujar Gia kembali pada bahasan awal, seolah tak mau memperpanjang obrolan mereka barusan.

"Apa Kakak akan tetap menjadi perempuan atau kembali menjadi wanita?" Tanya Rani.

"Kalau bisa menjadi keduanya, kenapa tidak?" Lantas melangkahkan kakinya, diikuti oleh Rani yang masih menunggu kelanjutan dari ucapan perempuan itu. "Memilih untuk menjadi perempuan yang bisa bebas menentukan hidupnya atau menjadi wanita yang mengabdikan diri untuk keluarga tentu menempatkan kita pada posisi tak berdaya,"

"Kita bisa menjadi seseorang yang multitalenta, bukan? Bisa menjadi keduanya, tanpa harus memilih."

Rani terdiam, lalu mengangguk dengan binar yang hadir menghiasi wajahnya. "Kak Gia," panggilnya, membuat si empunya nama menoleh dan menghentikan langkahnya. "Ayo, berteman denganku!" Serunya.

Gia terkekeh, lantas mengangguk. Yang sontak membuat Rani tersenyum lebar, melompat kecil kegirangan dan kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan dengan percaya diri. Nanti, dia akan menjadi sosok yang seperti Gia. Akan belajar menjadi seseorang yang lebih berani lagi, membantah apa yang salah, dan membela apa yang menurutnya benar.

Tentu saja, sesosok perempuan mandiri yang punya kepercayaan diri tinggi.

To Be Continued


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C3
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ