ดาวน์โหลดแอป
68.75% PARTNER IN CRIME / Chapter 11: 010 Sehari Jadi Nona Noni

บท 11: 010 Sehari Jadi Nona Noni

Dita yang baru saja selesai mandi kini tengah mengerucutkan bibirnya kesal sembari menopang dagu, televisi yang menyala pun sama sekali tak diliriknya. Sesekali ia melirik Iyan dan Bams yang tengah bermain.

Iyan, anak laki-laki berusia dua tahun itu adalah anak dari sepupunya, Mbak Erren dan sang suami. Sedangkan Bams adalah keponakan Radit yang berumur empat tahun.

Dan sialnya ia dan Radit harus menjaga dua anak itu dalam kurung waktu 23 jam! Ck, ia kesal ketika seluruh keluarganya juga keluarga Radit menghadiri sebuah pernikahan termasuk tante dan omnya. Kalau begitu kenapa mereka tak ikut saja? Atau dua anak bayi itu ikut dibawa? Tapi sial, perjalanan cukup jauh jadi tak memungkinkan kalau Iyan dan Bams ikut. Lebih kesalnya lagi ketika sepupunya berkata begini, “sekalian mau hari mingguan ama suami Dit.”

“Argh, nyebelin!”

“Kenapa lu?”

Dita segera melirik Radit yang keluar dari kamar mandi. “Astaga Dit! Mesum gila!” teriaknya ketika melihat laki-laki itu hanya menggunakan celana pendek selutut tanpa baju.

“Slow ngapa lu! Mesum itu kalo gua liat punya lu!”

“Sialan lu!” sungut Dita sembari menimpuk bantal sofa padanya.

Radit hanya terkekeh, ia pun segera memakai kaos oblongnya dan duduk di samping Dita. Pandangan perempuan di sampingnya kini hanya terpaku pada Iyan dan Bams yang masih asyik bermain di depan keduanya.

“Hua.. kesel gua harus momong tuh curut!” kesal Dita. Dijatuhkan tubuhnya ke atas karpet lembut sambil memejamkan mata.

Radit mengernyit heran pada Dita. “Padahal tadi elu yang antusias banget pas ada tuh dua anak.”

“Ya kan gua pikir mereka cuman maen kayak biasanya, eh nggak tahunya kita suruh jadi baby sister! Ck, mana si Gilbran sok alesan mau ngerjain tugas.”

“Bang Liam juga, sok mau ngampus di hari minggu.”

“Pasti cuman mau pacaran doang kan?” tanya Dita sembari menengokkan kepalanya melirik Radit.

Radit mengangguk dengan wajah lesunya, disandarkan tubuhnya di kaki sofa, di sebelah Dita yang masih terkapar di atas karpet. “Sehari jadi nona noni.”

“Om, mau jajan,” ucap Bams sembari menarik lengan Radit yang masih bersandar pada sofa.

“Dit, ponakan lu mau jajan,” gumam Radit yang sudah menutup kedua matanya, mengabaikan rengekan Bams yang meminta jajanan.

“Ish, ponakan elu kalik!” geram Dita sembari memukul lengan Radit. Ia segera bangun dari tidur-tidurannya, “Bams laper ya? Mau makan? Mau apa?” tanyanya lembut menatap bocah gembul di depannya.

“Es cim!” teriak Bams bersemangat sembari mengambrukkan tubuhnya ke pangkuan Dita.

“Ice cream? Bams mau ice cream? Ante Dita juga mau!” ucap Dita menggemaskan.

Radit mengintip dari salah satu matanya, ia tersenyum geli melihat tingkah lucu keduanya apalagi wajah Dita yang mendadak menggemaskan. Beginikah rasanya berkeluarga? Eh, nahlo.

“Om Radit! Beliin kita es cim dong!” ucap Dita manja menirukan gaya bicaranya Bams sembari menarik-narik ujung baju Radit merajuk. Radit tak merespons, ia kembali pura-pura tertidur. “Bams, teriak di telinganya Om Radit ya,” instruksi Dita pada bocah kecil itu. Bams mengangguk setuju. “Satu.. dua.. tiga...”

“WAAA!” teriakan Radit mengagetkan keduanya hingga tertidur di atas sofa. “Hayo siapa yang mau ice cream?”

“Aku.. aku.. aku..” ucap Dita dan Bams bersemangat.

Lagi-lagi Radit tersenyum geli, ia pun mendapatkan ide brilian. “Kalo mau dibeliin ice cream sama Om Radit harus cium Om dulu,” ucapnya sembari meletakkan telunjuknya di pipi.

Bams pun segera mengecup pipi Radit sekilas. “Ent, cium Om Adit,” ucapnya pada Dita. Radit tersenyum penuh kemenangan sembari menaikturunkan alisnya.

“Curang!” sungut Dita sembari menampar lembut pipi Radit. Laki-laki itu hanya terkekeh dibuatnya.

Sampailah mereka di supermarket, keduanya pun segera turun dari mobil dengan Radit menggandeng Bams dan Dita menggendong Iyan. Untungnya mobil papa Radit ada di rumah jadi setidaknya mereka tak repot jika bepergian dengan dua anak kecil itu.

Dita segera mengambil keranjang dorong dengan roda agar memudahkannya dalam memilah-milih barang yang akan dibeli. Sedangkan Radit, ia sibuk berjalan mengikuti ke mana Dita melangkah dengan terus menggandeng Bams. Ck, mereka sangat cocok.

“Wah.. anaknya Mbak? Masih kecil-kecil sekali.. lucu pula.” Radit dan Dita dikagetkan dengan seorang ibu membawa anak perempuan sekitar tiga tahun itu tengah mengelus pipi Bams dan berganti ke Iyan. Radit dan Dita saling lirik dan tersenyum kikuk.

“Semoga dapet momongan lagi ya Mbak, Mas.. lucu-lucu soalnya,” ucap ibu itu lagi sembari berlalu.

“Momongan?” gumam Dita dengan wajah herannya.

“Lagi?” gumam Radit meneruskan.

Keduanya pun saling lirik, melirik Bams dan Iyan bergantian, didetik berikutnya mereka saling menepuk dahi dengan telapak tangannya. Buru-buru keduanya mengabaikan hal tersebut dan kembali melanjutkan belanja, tak memedulikan orang-orang sekeliling yang menganggap mereka sepasang suami istri yang mempunyai dua anak. Gila saja.

Radit menatap Dita yang berjalan di depannya tengah memilih bahan makanan. Ia tersenyum, membayangkan jika ia dan Dita benar-benar sepasang suami istri dengan dua anak. Mungkinkah akan indah seperti ini? Ugh, membayangkannya saja menggelikan. Lagi-lagi Radit tersenyum geli.

“Om Radit! Bams mau es crim!” ucap Bams sembari menarik kaos oblong Radit.

Dita segera menolehkan kepalanya menatap dua orang itu, sekilas ia tersenyum, seperti anak dan ayah. Ia pun segera melangkahkan kakinya mendekat. “Bams, tunggu Ante belanja dulu ya.. abis itu kita beli ice cream! Oke?” ucapnya yang sudah merendahkan tubuhnya di depan Bams.

Radit pun ikut berjongkok untuk membujuk. “Iya Bams, tunggu Nte Dita belanja ya? Nanti Om Radit traktir ice cream yang gede buat Bams.”

“Bener kan bener?” ucap Bams kegirangan sembari melompat-lompat.

Radit dan Dita tersenyum bahagia, mereka pun saling menatap. “Iya, janji.”

Pukul tiga sore keempatnya sudah kembali ke perumahan mereka. Mobil yang Radit kemudikan berhenti di pekarangan rumah Dita karena memang sejak pagi Dita meminta untuk menjaga dua bayi tersebut di rumahnya, alasan utamanya adalah karena perlengkapan Iyan lebih banyak dari Bams.

“Bisa nggak?” Radit baru saja membukakan pintu mobil sebelahnya karena Iyan tertidur pulas di pangkuan Dita.

“Bisa, bentar.. pelan-pelan.” Dita turun dari mobil sembari dibantu Radit.

“Om Adit! Tuyun!” teriakan Bams membuat keduanya menoleh, lupa kalau ada Bams di kursi belakang.

Radit segera membukakan pintu belakang di mana Bams duduk. “oh iya, Om Radit lupa. Sebentar Bams."

Keempatnya segera memasuki rumah dengan beberapa belanjaan yang tadi mereka beli. Dita langsung bergegas menuju kamarnya untuk meletakan Iyan yang sama sekali tidak terganggu dengan suara Bams yang terus mengoceh.

“Bams mau yang mana? Ini atau ini?”

“Mau dua-duanya Om! Itu punya Bams semua...” teriak Bams semangat.

“Tapi janji dulu sama Om—”

“Apa?”

Radit kembali menarik dua permen Yupi beda rasa tersebut. “Abis makan Yupi nanti bubuk ya? Kan tadi udah maem ice cream, trus ini Yupi.. jadi harus bubuk ya?” di saat yang bersamaan Dita keluar dari kamarnya, melihat pemandangan yang sungguh manis. Perlahan muncul lekuk bulan sakit di bibirnya.

Bams mangut-mangut. “Janji Om...”

Akhirnya Radit memberikan permen Yupi tersebut pada Bams dan anak itu langsung memakannya bersemangat.


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C11
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ