ดาวน์โหลดแอป
100% Permata Keluarga Wilson / Chapter 4: 4. Membuat Keputusan

บท 4: 4. Membuat Keputusan

Darel memeluk erat tubuh ayahnya. Dirinya tidak ingin ayahnya buta akibat kemarahannya.

"Papa.. hiks.."

Arvind yang mendengar suara isakan dari putra bungsunya, langsung menurunkan kembali tangannya. 

Arvind mengusap-usap telapak tangan putranya itu. Setelah itu, Arvind melepaskan tangan putranya yang memeluknya eratnya.

Arvind membalikkan badannya dan menatap wajah tampan putranya itu. Arvind tersenyum, lalu menghapus air mata putranya. Setelah itu, Arvind mencium kening putra bungsunya dengan sayang.

"Maafkan Papa, sayang. Papa sudah membuatmu takut," ucap Arvind lembut.

Darel menggelengkan kepalanya cepat. "Papa tidak salah. Hanya saja aku tidak ingin melihat Papa mengotori tangan Papa untuk menyakiti perempuan itu. Ditambah lagi tangan Papa sekarang terluka." Darel berucap sembari melihat luka yang ada di tangan ayahnya.

"Papa tidak apa-apa. Luka di tangan Papa ini tidak seberapa sakitnya dibandingkan melihat dirimu, Mamamu dan para Kakakmu disakiti. Kalian adalah harta Papa." Arvind berbicara sembari membelai kepala putranya.

GREP!

Darel kembali memeluk ayahnya. "Aku menyayangi Papa. Papa yang terbaik," ucap Darel. Arvind tersenyum bahagia mendengar ucapan dari putra bungsunya.

"Papa juga menyayangimu. Sangat!" Arvind mencium pucuk kepala putranya.

Darel melepaskan pelukannya, lalu membawa ayahnya untuk duduk kembali di sofa.

"Mama. Obati tangan Papa," pinta Darel.

Adelina tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. "Baik, sayang."

Sementara Evita tersenyum bangga melihat kakak tertuanya buka suara. Evita tahu betul akan sikap kakaknya itu. Kakaknya itu orang yang sangat sabar dan tidak suka dengan keributan. Tapi, satu hal yang ada dalam diri kakaknya. Jangan memancing amarahnya. Kalau amarahnya sudah keluar, susah untuk dikendalikan. Dia bisa mengamuk seperti orang kesetanan. Apalagi menyangkut keluarganya.

Evita dan Salma mengambil handuk kecil dan kotak P3K, lalu mereka membantu Adelina mengobati luka di tangan Arvind. 

"Lanjutkan, Pa! Sampaikan apa yang akan Papa bicarakan pada kami!" seru Arvind lembut.

Antony tersenyum kearah putra sulungnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Darel yang duduk di samping putranya.

"Papa sudah membuat keputusan. Dan keputusan Papa ini tidak bisa diganggu atau diprotes oleh siapapun?" Antony berucap dengan mantap.

"Keputusan apa, Pa?" tanya Sandy.

"Papa akan mewariskan semua kekayaan yang Papa miliki untuk satu orang yang ada di rumah ini. Dan papa juga akan menurunkan tampuk kekuasaan padanya. Jadi dialah yang akan menggantikan tugas-tugas Papa." 

"Kalau kami boleh tahu. Siapa yang Papa pilih salah satu dari kami?" tanya Evita.

"Bukan salah satu dari kalian. Tapi salah satu dari semua cucu-cucu Papa," ucap Antony.

"Siapa, Kek! Katakan saja. Kami tidak akan marah atau pun cemburu," kata Naufal Jecolyn.

"DAREL WILSON!" jawab Antony dengan mantap dan penuh keyakinan. 

Darel membelalakkan matanya. Dirinya terkejut saat mendengar jawaban dari sang kakek kalau dirinya adalah pewaris kekayaan seorang Antony Wilson. Hidupnya saja tidak pernah harmonis dengan saudara-saudaranya. Apalagi sekarang dirinya menjadi pewaris dikeluarga Wilson, ini akan menambah buruk keadaan. Bahkan bisa lebih parah.

Tidak jauh beda dengan Agatha dan ketujuh putranya. Mereka sangat geram mendengar keputusan Antony. Tapi dirinya hanya bisa diam. Dirinya tidak mau mendapatkan amukan lagi dari Arvind.

Darel berdiri dari duduknya dan menatap wajah Kakeknya.

"Kakek," panggil Darel. "Ka-kek cuma bercandakan. Kakek tidak seriuskan dengan apa yang kakek ucapkan tadi? Cucu kakek itu bukan aku saja. Mereka juga cucu kakek. Bagaimana bisa kakek menyerahkan semua itu padaku? Sedangkan kakek masih punya Kak Davian, Kak Nevan, Kak Steven, Kak Dario, Kak Naufal dan Aditya yang rata-ratanya mereka sudah bekerja. Sementara aku saja masih sekolah dan baru duduk di bangku kelas 1 SMA. Dan usiaku juga baru 18 tahun." Darel berbicara dengan matanya sudah memerah. "Dan kakek juga tahu. Hubunganku dengan ketujuh putranya Paman William tidak begitu baik. Bagaimana kalau mereka tambah membenciku, Kek?" Darel berbicara dengan berlinang air mata.

"Aku tidak butuh itu semua, Kek! Aku sudah mendapatkan itu semua dari Papa, Mama dan kedua belas kakak-kakakku!"

Setelah mengatakan hal itu, Darel berlari meninggalkan anggota keluarganya menuju ruang tamu dan disusul oleh keenam Kakaknya yaitu Daffa, Vano, Alvaro, Axel, Evan dan Raffa. 

"Pa! Papa lihat sendirikan reaksi putra bungsuku. Dia menolaknya! Dia menentang keputusan Papa itu! Putraku melakukan itu, karena dia tidak mau menyakiti saudara-saudaranya yang lain. Putraku sangat peduli dengan saudara-saudaranya. Bagaimana Papa bisa membuat keputusan ini?" tutur Arvind.

"Papa melakukan ini untuk kebahagiaan kalian juga. Terutama kebahagiaan cucu-cucu kandung Papa! Cucu keturunan asli keluarga Wilson." Antony berucap dengan penuh penekanan dikata keturunan asli.

DEG!

Agatha terkejut mendengar penuturan dari ayah mertuanya. Pikirannya berkecamuk sekarang. Apakah ayah mertuanya sudah mengetahui kebohongannya selama ini? 

"Papa menyerahkan semuanya pada Darel karena dia keturunan terakhir dikeluarga kita. Papa menyerahkan semuanya pada Darel agar kekayaan Papa tidak jatuh ketangan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan keluarga kita. Papa tidak mau semua usaha Papa menjadi sia-sia. Papa tidak mau apa yang sudah Papa dapatkan hilang begitu saja,"

"Tapi Darel menolaknya, Pa!" sahut Adelina.

"Itu tugasmu, Adelina. Kau adalah ibunya," jawab Antony.

"Tapi kalau Darel tetap menolaknya, Bagaimana?" tanya Adelina.

"Mau tidak mau, Darel harus menerimanya. Ataaauuu...!!" ucapan Antony terhenti.

"Atau apa, Pa?" tanya Sandy.

Hening.. 

"Pa, jawab!" mohon Evita.

"Papa akan menghibahkan semua kekayaan Papa untuk orang-orang yang membutuhkan. Seperti Rumah Sakit, Panti Asuhan, Panti Jompo. Dan kalian akan kehilangan segalanya, termasuk rumah ini. Tapi kalau Darel mau menerimanya. Otomatis kalian akan tetap tinggal di rumah ini selamanya! Papa beri waktu satu minggu untuk kalian berpikir. Buat Darel mau menerimanya."

"Dan untuk kalian," tunjuk Antony pada Dirga dan adik-adiknya. "Seperti yang sudah Kakek katakan kemarin. Jika putra sulung Kakek beserta istri dan putra-putranya datang. Kakek meminta kalian untuk bersikap baik dan sopan pada mereka. Tapi kalian tidak mau mendengarkan permintaan Kakek. Kalian justru berulah kembali dengan kembali menyakiti Darel. Dan lebih parahnya, Ibu kalian ikut bersikap kurang ajar pada menantu tertuaku, sehingga masalahnya makin kacau dan membuat putra sulungku meluapkan amarahnya."

"Jadi dengan sangat menyesal. Nama kalian Kakek coret dari daftar warisan. Kalian tidak mendapatkan sepeser pun harta kekayaanku. Begitu juga dengan kau William dan kau Agatha."

Mendengar ucapan dari Antony, membuat William, Agatha dan ketujuh putranya terkejut. Mereka tidak menyangka jika Antony mencoret nama mereka dari daftar warisan.

Ketika melihat Dirga ingin mengajukan protes. Antony sudah terlebih dahulu bersuara.

"Kau maupun adik-adikmu tidak berhak mengajukan protes padaku. Kau dan adik-adikmu tidak memiliki hak apapun disini. Semua kekayaan ini milikku. Aku dan mendiang istriku yang telah berjuang selama ini. Kalian tidak ada ikut dalam membantuku untuk mewujudkan semua ini. Jadi akulah yang berhak menentukan siapa yang berhak menerima warisan dan siapa yang tidak. Jika kalian tidak suka. Silahkan pergi dan tinggalkan rumah ini. Tentukan hidup kalian diluar sana. Aku tidak peduli jika kalian menjadi gembel diluar sana. Tapi jika kalian masih mau tinggal disini. Di rumah ini. Maka, ikuti aturan yang ada di rumah ini."

"Brengsek," batin Agatha

"Dan untuk kau, William. Kau bisa mendapatkan hakmu kembali jika kau sudah bisa melihat keburukan istrimu dan putra-putramu. Pikiran dan hatimu selama ini sudah tertutup sehingga tidak bisa melihat mana yang benar dan mana yang buruk. Selama ini kau selalu membela yang salah dan menyalahkan yang benar." Antony berbicara sembari menatap iba putra ketiganya.

***

Disisi lain Darel yang saat ini sedang menangis di ruang tamu. Darel tidak habis pikir kenapa kakeknya mewarisi semua kekayaannya untuk dirinya. Padahal masih banyak cucu kakeknya yang lain. Tapi kenapa harus dirinya?

"Darel," panggil Daffa.

Daffa langsung duduk di samping adiknya. Disusul oleh kakak-kakaknya yang lain.

"Kakak Daffa. Aku tidak mau menerima semua itu. Aku tidak mau Kak," ucap Darel yang masih menangis.

Daffa menarik Darel ke dalam pelukannya. Daffa berusaha menghibur adiknya. "Kakak mengerti perasaanmu. Mungkin Kakek punya alasan kenapa Kakek memilihmu?"

"Ya, Rel. Apa yang dikatakan Kak Daffa benar? Mungkin Kakek punya alasan kuat sampai Kakek memilih kamu," ucap Alvaro yang juga berusaha menghibur sang adik.

"Tapi itu tidak masuk akal Kak. Kenapa harus aku? Kan masih ada yang lainnya," jawab Darel.

"Apa ini ada hubungannya saat Kakek mengajak Darel ke kamarnya dan hanya bicara berdua saja. Secara kan sifat dan karakter Darel itu bisa menyimpan rahasia kalau ada orang yang menceritakan sesuatu padanya, tidak gampang percaya dengan orang lain, sabar, jujur, baik. Apa ini alasan Kakek memilih Darel?" batin Axel.

"Darel," panggil Axel lembut.

Darel langsung menolehkan wajahnya melihat kearah Axel.

"Apa, Kak Axel?" lirih Darel.

"Kalau Kakak boleh tahu? Apa yang dibicarakan Kakek padamu saat Kakek mengajakmu ke kamarnya?" tanya Axel.

Darel hanya diam dan tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan dari kakaknya itu, lalu tiba-tiba kata-kata kakeknya terngiang-ngiang di pikirannya.

"Darel harus janji pada Kakek. Jangan sampai orang lain mengetahui Masalah ini. Hanya Darel dan Kakek saja yang mengetahui. Darel bisakan menyimpan rahasia ini?"

"Darel," panggil Axel lagi.

"Maaf Kak Axel. Aku sudah berjanji pada Kakek untuk tidak memberitahu kepada siapa pun," jawab Darel dengan wajah sedihnya.

"Tidak salah lagi. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Kakek, lalu Kakek menceritakannya pada Darel. Dari sekian banyak cucu Kakek, hanya Darel yang bisa menyimpan rahasia. Makanya Kakek memilih Darel menjadi pewarisnya," batin Axel.

"Aakkhh." Darel tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya.

"Darel, kau kenapa?" tanya Daffa yang khawatir.

"Kakak, kepalaku sa-kit," keluh Darel.

"Kakak. Darel kenapa?" tanya Raffa yang sudah panik.

"Kepalanya Darel sakit, Raf."

"Kakak, sakit sekali." Darel kembali mengeluh pada kakaknya sambil memejamkan kedua matanya.

"Kak Daffa, kita bawa Darel ke kamarnya sekarang!" seru Vano

Lalu mereka pun membantu Darel untuk berdiri. "Naikkan Darel ke punggung Kakak," ucap Daffa

Axel dan Alvaro membantu Darel untuk naik ke punggung Daffa. Namun disaat Alvaro dan Axel ingin membantu Darel, tiba-tiba saja Darel ambruk di pelukan Axel.

"Darel!" teriak mereka bersamaan.

"Pa, Ma. Darel pingsan!" teriak Evan

Mereka yang ada di ruang tengah pun terkejut mendengar teriakan Evan. Dan mereka segera menuju ruang tamu.

"Darel!!" teriak mereka

Tanpa pikir panjang Davian langsung menggendong Darel dan membawanya ke kamar.

"Nevan, kau hubungi Paman Fayyadh, sekarang?"

"Baik, Pa." Nevan langsung menekan nama kontak Fayyadh.

Panggilan tersambung..

"Hallo, Paman Fayyadh. Darel pingsan. Bisakah Paman datang ke rumah Kakek?"

"Baiklah! Paman akan kesana sekarang?"


Load failed, please RETRY

ตอนใหม่กำลังมาในเร็วๆ นี้ เขียนรีวิว

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C4
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ