Merasakan otot-otot di hadapannya itu, Hannah tersipu malu. Karena terikat dengan erat, keduanya ini bisa dikatakan berpelukan dengan erat dan dadanya sendiri itu menempel pada kakak iparnya.
Namun, Hannah tidak mempermasalahkan ini karena ini adalah situasi khusus.
Keduanya berdiri di pintu masuk gua, di atas mereka ada tebing gunung yang harus mereka taklukan. Sekarang setelah mendapatkan kekuatan lebih dari hasil latihannya, Randika siap untuk membawa Hannah keluar dari gunung ini.
Randika menghirup napas dalam-dalam, menatap Hannah dan berkata dengan wajah tersenyum. "Apa kamu siap?"
"Siap!"
Hannah lalu memeluk pinggang Randika dengan kedua tangannya. Pada saat ini tenaga dalam Randika sudah bekerja dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Tetapi tenaga dalamnya berpusat pada kedua tangannya.
Di tangan kanannya, pisau yang dia dapat sebelumnya itu juga terdapat aliran tenaga dalamnya. Dengan satu hentakan, pisau itu menancap dengan sempurna ke dalam tebing.