Jay masih menunggu dengan setia di luar teras rumah mertuanya bahkan dia sempat bertemu dengan Fahri yang hanya memberikan senyuman pada Jay.
"Masuk aja, bentar lagi magrib." Tiara datang lagi saat kumandang Adzan mulai terdengar.
"Iya.." Jay menurut.
"Mau sholat?."
"Iya..."
"Ya udah di atas aja." Tiara kini mengarahkan Jay ke kamarnya. Disana ada Zidan yang tidur dengan nyaman di tempat tidur. Wanita itu segera mencarikan sajadah dan sarung untuk Jay. Suaminya mengambil wudhu sementara Tiara segera menemani Zidan lagi. Dalam adatnya tak baik meninggalkan bayi seorang diri pada saat adzan magrib. Tiara memperhatikan bagaimana Jay sholat sambil tersenyum-senyum sendiri. Tiara bahkan dapat melihat di akhir sholatnya, Jay berdoa cukup lama dan mengucapkan amin sampai terdengar ke telinga Tiara.
"Kamu mau sholat? biar aku jagain Zidan." Jay menawarkan diri. Tiara hanya mengangguk. Seperti biasa Jay duduk tepat dihadapan Zidan. Dia akan memandangi anaknya itu dengan seksama seakan mencari celah yang salah atau ada yang berbeda. Jay mengusap pelan kepala Zidan dengan penuh kasih sayang. Rasanya...sudah lama sekali dia tak bertemu Zidan padahal baru beberapa hari berlalu. Terpikir lagi dalam benak Jay, apa Tiara masih marah? apa dia belum mau memaafkannya?. Jay bertanya sendiri pada dirinya tapi dia tak kunjung mendapatkan jawabannya. Mata Zidan tiba-tiba terbuka. Mengedip-ngedip sendiri dengan pergerakan yang heboh di kaki dan tangannya. Dia bersuara kecil membuat Tiara segera melipat mukenanya.
"Hey jagoan, ini Papa.." Jay mulai berbicara dan menyingkirkan air yang keluar dari mata Zidan. Dia habis menguap. Bibir mungilnya tampak manyun sekarang. Wajahnya melihat ke kiri dan kemana seperti mencari sesuatu.
"Kamu pipis ga?." Jay mengecek bagian bawah anaknya dan tidak ada yang basah disana.
"Nyenyak tidurnya? mandi di lap ya.." Tiara sudah ada di depannya ikut mengajak berbicara. Dia gemas dengan Zidan yang dengan manis hanya diam saat bangun tidur. Dia menangis.
"Aku panggil Mama dulu, biar bisa mandiin Zidan."
"Iya.." Jay menatap sebentar lalu beralih lagi pada Zidan. Gara-gara dirinya Tiara jadi tak bisa memandikan anaknya sendiri. Dia menggendong Zidan, takut anak itu merasa tak nyaman karena terus berbaring.
"Zidan, badan kamu sakit ya? gara-gara Papa kamu jatuh." Jay memeriksa semua badan Zidan. Dia takut ada memar atau apapun itu yang membuat anaknya kesakitan.
"Maafin Papa Zidan.." Jay benar-benar merasa bersalah juga pada anaknya. Ada warna yang berbeda di punggung Zidan. Selang beberapa menit Dena datang bersama Tiara membuat Jay segera menidurkan anaknya dan berdiri.
"Biar Mama mandiin dulu ya Jay supaya badannya ga lengket." Ucap Dena dengan ramah.
"Iya Ma.." Jay hanya memperhatikan bagaimana cara mertuanya memandikan Zidan. Anak itu tampak tak mau diam sekarang mungkin proses pengumpulan nyawa tadi sudah sempurna. Zidan menghadapkan badannya ke kiri dan ke kanan. Dia seakan tak mau terkena air. Jay hanya hanya tersenyum melihat tingkahnya meskipun setiap kali melihat punggung Zidan dia jadi muram lagi. Kenan benar tangga dirumah mereka kan bukan tangga yang empuk. Saat berguling waktu itu pasti Zidan sangat kesakitan. Zidan berteriak-teriak kecil dengan gemas.
"Bentar sayang, sebentar aja mandinya." Tiara menenangkan Zidan yang semakin lama semakin tak nyaman. Dena mulai mempercepat gerakannya. Mungkin Zidan kedinginan.
"Satu lagi, satu lagi tangannya. Tuh kan udah, Zidan jadi cakep, wangi lagi.." Puji Dena. Dia langsung meminta bantuan bibi untuk membereskan air mandi dan baju-baju Zidan.
"Mama liat dulu Farel ya.." Dena meninggalkan kamar anaknya. Jay kembali mendekati Zidan.
"Mainnya di di karpet aja sambil nonton tv. Aku beresin kasurnya dulu." Ucapan Tiara membuat Jay langsung meraih anaknya dan membawanya bermain di tempat yang tadi Tiara sebuatkan.
"Zidan ayo ngomong Mama.." Jay sambil mencontohkan dengan mulutnya sendiri. Dia selalu khawatir tentang perkembangan Zidan. Pikirannya tak henti memikirkan mana yang normal mana yang tidak.
****
"Duh.. centil banget cucu Apa.." Kenan tak henti melihat bagaimana gerak-gerik Keyla yang sedang mencoba mempraktekkan jalan seorang model yang dia lihat di London bersama ayah dan ibunya.
"Keyla mau jadi Altis apa.."
"Artis? boleh sayang. Coba suruh kakak jadiin Keyla model produk anak SC bang.."
"Duh jangan deh Dad, kasian...masa masih kecil udah kerja yang begitu."
"Buat hobi aja bang, ini anaknya seneng." Kenan sangat mendukung keinginan Keyla.
"Aku ga mau, udah cukup dia syuting-syuting vlog bareng bundanya." Kay sambil melirik ke arah Kiran.
"Keyla sama aja nih sama Karin, dua-duanya centil, ga mau diem lagi.." Jesica mencium gemas pipi Keyla.
"Padahal Ara dulu ga gitu ya yang?."
"Waktu kecil kan kakak bar bar banget ya mom?." Kay paling bisa meledek Ara.
"Besok aku janjian pergi sama Tiara mom, mommy mau ikut?."
"Ga bisa deh kayanya Ran, mommy ada urusan dulu sama Dariel."
"Ya udah nanti kalo udah selesai nyusul aja mom. Kita shopping-shopping."
"Udahlah ikut sayang, sekalian bujuk Tiara pulang." Kenan mendukung.
"Oke mommy ikut tapi mommy ke kantor bentar, kalo bisa kamu tahan aja dulu Tiaranya."
"Oke."
"Mas Kris mau ikut ga besok?."
"Engga, aku mau sama Daddy." Kris masih marah.
"Ya ampun sama mommy segitunya. Mas tuh harus diajarin mana yang prioritas mana yang engga. Naik pesawat emang penting Mas dibanding belajar?." Jesica mengomel, Kris diam.
"Mommy nanya sama Mas Kris loh ini? masih ga mau dijawab?.Keu
"Belajar."
"Ya udah makannya udah diem, apa susahnya sih Mas? nanti musim liburan juga bisa."
"Udah-udah.." Kenan menghentikan Omelan Jesica dengan mengusap-ngusap pelan lutut kakinya.
"Mas udah berhenti marahnya. Semakin kaya gitu, bisa Daddy hukum Mas Kris ga usah kemana-mana setahun ini." Ancam Kenan. Mendengar hal itu bukannya meminta maaf. Kris malah menangis. Dia menghampiri abangnya.
"Kebiasaan deh suka nangisnya ga ilang." Kenan menggelengkan kepalanya.
"Mas ngis ama.."
"Iya, Mas Kris nya lagi nakal." Jesica membiarkan Kris menangis.
"Udah-udah, kamu cengeng banget sih, nanti Abang ya bawa. Ga boleh marah lama-lama tahu sama orang tua. Mau, dikutuk malaikat?." Kay mencoba meredakan tangisan adiknya. Tidak lama suara pintu terdengar dan sosok Jay kini terlihat.
"Assalamualaikum.." Jay dengan nada lemasnya.
"Baru pulang bang? udah makan?. "
"Iya mom, besok lagi aja. Aku pingin istirahat. Selamat malam." Jay langsung bergegas ke rumah ajaibnya.
"Mas..samperin sana anaknya." Jesica khawatir karena melihat ekspresi wajah Jay tadi. Dia benar-benar lesu, bersedih dan seperti tak ada semangat hidup.
"Biar aku aja mom. Mas Kris diem disini dulu, sana sama kakak Ran.."
"Sini Mas.." Ran menyambut Kris dalam dekapannya. Anak manja itu masih takut pada ayah dan ibunya. Kay kini mulai berjalan menyusul Jay.
"Ih...anak aku yang satu itu, dewasa banget sekarang. Aku makin suka liat Abang Kay.." Jesica senyum-senyum melihat aksi anakny. Daritadi dia begitu pengertian menenangkan Kris dan sekarang dia mencoba berbicara dengan kembarannya.
"Iyalah ajaran Mas.." Kenan dengan pede membuat Jesica mendengus tak percaya. Kiran hanya senyum-senyum melihat tingkah mertuanya.
***To be continue