Jay menundukkan kepalanya melamun sementara acara tv di depan tampak terdengar heboh. Ara datang bersama Dariel dengan menggendong ketiga anaknya.
"Kenapa lagi?mommy sampe nanti malem." Ara duduk disampingnya.
"Tiara marah sama aku kak.." Ucap Jay dengan sedih.
"Marah kenapa?"
"Dia kesel tiba-tiba aku main pisau, bikin aku dijait segala."
"Dia tuh ga kesel Jay. Mungkin Tiara itu khawatir." Dariel memberi pandangan lain namun Jay belum tenang. Wajahnya terus menampakkan kepedihan.
"Dia kesel kak, ga biasanya di marah kaya gitu."
"Dia khawatir karena dia tahu kamu itu main-main sama benda yang bisa mengancam nyawa kamu sendiri. Sekarang kalo Jay liat Tiara main-main sama hal yang ditakutin, Jay marah atau khawatir?" Dariel lagi-lagi menasehati. Jay hanya diam saja.
"Mungkin Tiara khawatir tapi dia pasti kesel punya calon suami kaya aku."
"Ish...kok kamu mikir gitu sih?" Ara menimpal.
"Aku bikin kacau terus. Harusnya dia sama orang lain aja."
"Orang lain gimana, orang Tiara sukanya sama kamu."
"Kata siapa?gimana kalo dia suka sama orang lain. Gimana kalo ada orang lain yang lebih daripada aku?" Jay mulai berbicara dengan cepat sementara Ara memutar bola matanya.
"Kamu tuh ya mikirnya udah kemana-mana. Inget dong Jay...kalian tuh udah tunangan masa hal kaya gini masih dipertanyakan?harusnya sebelum-sebelumnya nanya."
"Kenapa?kakak takut malu karena aku batal nikah?"
"Kok malah mikirnya jauh banget sih Jay?"
"Aku kan pingin kaya orang dewasa mikirnya jauh ke depan."
"Ya tapi bukan mikir yang kaya gitu harusnya kamu tuh mikirnya kalo aku nikah nanti berarti harus lebih tanggung jawab, lebih tenang. Ini malah mikir yang engga-engga. Kalo Daddy denger gimana Jay?"
"Tap.."
"Ada tamu buat den Jay.." Suara Bi Rini memotong pembicaraan Jay.
"Suruh kesini aja bi." Ara menjawab dan tak perlu menunggu lama Ara datang dengan bawaan ditangannya.
"Sore kak.."
"Sore Tiara.."
"Ah....ada triplets..." Tiara langsung menghampiri anak-anak Ara.
"Ravin...liat Tante Tiara, halo Tante Tiara..." Ara menggerakkan tangan Ravin. Anaknya itu hanya melihat kearah Tiara dengan tatapan malaikatnya sementara mulutnya sedikit melet-melet.
"Ih...lucu banget sih, makin keliatan mirip kakaknya.." Tiara memegang gemas tangan Ravin yang gembul.
"Kita ngobrol dideket kolam aja." Jay berdiri dan berjalan menuju kolam renang. Matanya sempat melirik tangan Kanan Jay yang kini diperban.
"Kenapa sih tuh anak, obatnya habis apa gimana jadi aneh." Gerutu Ara saat Jay dan Tiara meninggalkan mereka.
"Ga boleh gitu. Mungkin Jay ada di fase dimana dia mulai mikir dewasa tapi dia masih bingung. Menikah itu kan bukan hal yang mudah."
"Maksud abang nikah sama aku juga ga mudah?"
"Iya ga mudah naklukinnya, ngomel .... terus. Ya..Karin, mami ngomel terus ya.." Dariel memandang Karin dan Davin yang terbaring di baby bouncernya.
"Eh senyum anak papi. Bener ya...mami cerewet." Dariel membuat Ara langsung mencubit pinggangnya. Dilain tempat Tiara langsung memandang Kay tajam. Dia tak duduk. Dia memilih meletakkan bawaanya dimeja yang ada disana lalu berdiri di depan Jay yang kini duduk dengan merunduk lagi.
"Coba jelasin kenapa bisa gitu?"
"Aku lagi cobain pegang pisau terus aku penasaran aja kalo aku mainin gimana. Aku bawa semua pisau dapur. Aku pindahin keatas meja. Awalnya aku pingin potong jari aku, tapi kata kamu kalo orang jahat waktu itu ga tahu gunanya pisau makannya dia gitu. Aku kan ga jahat. Aku singkirin semua pisaunya pake tangan aku dan ga sadar semua pisau itukan ngadepnya ke arah tangan aku. Jadi aku kena gitu aja. Aku cuman pegang-pegang Tiara. Aku cuman pegang semua pisau itu. Ya.. meskipun pisau paling kecil sempet aku aku mainin ditangan." Jay menjelaskan panjang lebar.
"Aku ga tahu kabar Abang dari kemarin tahu ga?kayanya kalo aku ga nanya kak Ara ga akan pernah tahu Abang ngelakuin apa dirumah."
"Maaf.."
"Itu tuh bahaya tahu ga bang?apalagi Abang sendiri dirumah."
"Aku kan kaya gitu buat kamu." Jay sudah mulai berani menatap Tiara sekarang.
"Iya aku emang minta tapikan ga gini caranya. Bisakan Abang minta aku temenin?atau siapa?jangan sendiri. Jadi gini kan?" Ucapan Tiara disambut diam lagi oleh Jay. Dia kini merasa seperti melihat sosok ibunya yang sedang marah. Sesaat hanya keheningan diantara mereka berdua.
"Aku suka minta ini, itu sama kamu dan kamu nurut tapi aku selalu punya beribu alasan buat nolak keinginan kamu. Kali ini aku pingin wujudin yang kamu minta."
"Aku tuh udah curiga deh ya seminggu ini. Abang tuh aneh. Ga biasanya gitu."
"Tiara..." Jay menarik tangan tunangannya itu.
"Banyak hal yang ga kepikiran dulu sama aku, yang harusnya aku lakuin. Aku minta maaf. Aku udah nyita waktu kamu banyak makannya aku bilang sebaiknya kamu bawa mobil sendiri. Aku pingin kamu juga punya waktu sama temen kamu. Kamu ga harus sibuk sama aku terus."
"Ya ampun bang..." Tiara mulai luluh sekarang. Dia kini duduk dipangkuan Jay kemudian meraih tangan Jay yang sakit. Dia mengenggamnya.
"Aku tuh ga pernah keberatan. Kalo aku bisa kumpul bareng sama temen dan pacar aku diwaktu yang bersamaan kenapa engga?itukan jauh lebih nyenengin. Abang tuh bukan ngelarang aku temenan tapi Abang tuh cemburuan makannya gitu tapikan kalo aku jelasin juga abang kadang ngerti. Abang tuh kebiasaan deh masih suka insecure sama diri sendiri. Apa salahnya mulai sekarang mulai mikirin kelebihannya dibanding kekurangannya terus?" Tiara mencoba memberikan penjelasan pada Jay seakan menjawab kekhawatirannya.
"Dibanding aku sebutin sifat Abang yang cemburuan dan nekat mending aku sebutin kalo Abang pengertian, romantis, peka, baik hati, dan yang paling bikin aku ga mungkin sama cowok lain karena selain papah, Abang cowok kedua yang ga mungkin bohong sama aku. Aku lebih baik liat Abang kaya anak kecil dibanding orang dewasa yang hobinya bohong. Aku paling ga suka sama sifat itu. Abang juga ga pernah main kasar sama aku. Abang teriak dikit aja abang langsung minta maaf." Tiara membuat Jay senyum malu-malu. Ternyata dia punya banyak kelebihan. Tangan Tiara kini mengusap lembut rambut Jay.
"Bang..aku ngerti Abang pingin buktiin tapi kalo sampe sesuatu terjadi sama Abang kemarin kayanya aku bakalan merasa bersalah."
"Ini bukan salah kamu Tiara."
"Maaf aku maksa.." Tiara memeluk Jay.
"Engga sayang, kamu ga maksa. Ini cuman ketakutan aku. Aku mimpi tentang kamu terus belakangan ini. Kamu tinggalin aku, kamu nikah sama orang lain."
"Aku ga mungkin lakuin itu, cuman Abang calon suami aku." Jawaban Tiara membuat Jay tersenyum lagi. Jay lebih senang disanjung rupanya.
"Sakit tangannya?dapat berapa jaitan?"
"Delapan jaitan."
"Aku bawain seafood kesukaan Abang. Aku suapin. Badan Abang juga sedikit panas." Tiara memegangi dahi Jay.
"Iya...kayanya aku sakit." Jay kini manja. Menyadarkan kepalanya di pundak Tiara seakan ingin menujukkan betapa lemasnya dia membuat Tiara senyum-senyum dengan tingkah Jay.
***To be continue