WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini
Jesica baru saja keluar dari ruangannya ditemani putra kecilnya Kris yang tak henti melompat ketika menuruni tangga.
"Pelan-pelan sayang nanti jatuh.." Jesica sambil memegangi tangannya.
"Daddy...." Panggil Kris saat melihat ayahnya berjalan menghampiri mereka. Sampai di anak tangga terakhir Kris berlari kearah Kenan sementara Jesica berjalan dibelakangnya. Belum juga sampai suara dering handphone Jesica berbunyi. Lagi-lagi hanya ada angka disana tanpa penjelasan nama orang yang menelponnya.
- Halo.
Jesica mengangkat namun hanya keheningan yang dia dapatkan.
- Halo, ini siapa ya?
Tanya Jesica namun seseorang dibalik telepon belum juga berbicara.
- Kalo ga bicara juga saya tutup ya.
- Bu Jesica.
Kini seseorang itu bersuara.
- Iya saya sendiri, ini siapa?
Jesica masih penasaran.
"Kenapa sayang?" Kenan sudah ada disampingnya dengan menggendong Kris. Sesaat setelah suara Kenan telepon itupun terputus.
- Halo...halo
Jesica mengulang tapi tak ada jawaban disana.
"Siapa?"
"Ada yang nelpon aku Mas."
"Nomer yang ga dikenal lagi?"
"Iya Mas tapi dia tahu nama aku. Dia tadi sempet ngomong.
"Ngomong apa?"
"Cuman sebutin nama aku Mas."
"Siapa sih?" Kenan penasaran.
"Ya udah yuk, udah mau hujan nih kayanya." Jesica mengalihkan pembicaraan dan kini mereka berjalan menuju mobil. Jesica masih memikirkan siapa yang meneleponnya. Jelas sekali tadi dia memanggil namanya. Suara itu adalah suara seorang perempuan. Perempuan itu memanggilnya dengan suara sedih dan ragu. Karena masih penasaran Jesica kini mengambil handphonenya dan menghubungi nomer tadi namun nomer itu sudah tidak aktif. Kenapa secepat itu.
"Sayang...beli makan diluar aja ya."
"Mau mau makan apa Mas?"
"Beli...apa ya??"
"Chicken dad.." Kris dengan suara keras.
"Ah...chicken terus nih.."
"Klis pingin chicken dad.."
"Kita makan di restoran Korea aja yuk, makan daging sapi..."
"Chicken Daddy.."
"Iya ada Kris, ada chicken juga. Sayang mau ga ?"
"Ya udah ayo.." Jesica menerima ide suaminya dengan pikiran tak menentu dikepalanya. Dilain tempat Nayla dan Jonathan masih betah berlama-lama di kediaman Dariel. Jonathan tampak membereskan beberapa dokumen sementara Nayla asyik mengajak ngobrol triplets atau tepatnya keponakan dia sendiri.
"Aku foto boleh kak?" Tanya Nayla pada Ara.
"Boleh..." Ara mengijinkan. Nayla menekan icon kamera dan mulai memotret bayi-bayi lucu Ara dan Dariel. Mereka benar-benar membuat Nayla terpesona. Rasanya Nayla ingin juga memiliki bayi.
"Kak Jian juga mau nikah." Nayla seakan memberi pengumuman.
"Bagus dong." Dariel berkomentar singkat. Ada bagusnya juga Jian menikah. Nantinya dia kan memiliki anak dan memberikan cucu pada ibunya.
"Kalo kamu kapan?" Tanya Ara.
"Kapan-kapan..." Nayla senyum sendiri.
"Karin mirip kak Dariel.."
"Iya, kalo anak cewek katanya suka mirip bapaknya."
"Rasanya pingin aku bawa pulang."
"Kapan-kapan main lagi aja Nay.."
"Iya, ya udah aku pamit pulang ya."
"Saya juga pak." Jonathan sudah bersiap-siap untuk pergi. Mereka pun pulang bersamaan. Dariel menutup pintu rapat kemudian membereskan dokumennya serta menyimpan laptop pada tempatnya sementara Ara sudah menyusui salah satu bayinya. Dia duduk dengan nyaman di sofa kamar sambil menikmati memandangi wajah anaknya. Ya...Ravin memang yang paling kuat menyusu. Dia bisa membuat Davin dan Karin menunggu sampai menangis. Untung saja kedua adiknya sudah nyenyak tidur dengan stok susunya tadi. Kalau dirasa mungkin sebenarnya badan Ara lelah tapi dia tak mungkin mengeluh. Inikan yang dia inginkan. Ravin benar-benar nyenyak sejam kemudian. Ara duduk lagi dan melakukan peregangan pada semua otot-otot dibadannya. Dariel yang baru selesai mandi kini keluar dengan handuk bertengker dipinggangnya.
"Anak-anak udah tidur?"
"Udah bang..."
"Maminya ga tidur?"
"Bentar lagi.." Ara memutar badannya ke kiri dan ke kanan sementara Dariel mulai mengenakan pakaiannya diikuti celana pendeknya.
"Sini..Abang pijitin sayang.." Dariel sudah duduk disofa dan membuka lebar kakinya agar Ara bisa duduk disela-selanya. Ara menurut dan tanpa perlu menunggu Dariel memberikan pijatan lembut di pundaknya.
"Sayang... besok-besok kalo Dirga lagi kerumah jangan berdua-duaan, bisa salah paham nanti." Protes Dariel membuat Ara langsung menegang.
"Kemarin ga sengaja bang. Dia mau ngasih kado. Aku lagi didapur nemuin bibi."
"Ya tetep aja hindarin berdua-duaan. Abang ga suka."
"Iya maaf bang."
"Jangan sampe abang mikir yang macem-macem. Kamu udah janji dulu."
"Iya bang. Kemarin cuman ngobrol biasa aja."
"Ga peduli ngobrol apanya, mau ngobrolin kerjaan sekalipun kalo lagi berduaan ditempat sepi pasti bikin orang yang liatnya salah paham."
"Iya bang maaf.."
"Ngerti kan maksud Abang apa?"
"Ngerti bang." Ucap Ara menurut. Kini Dariel menghentikan aksi memijatnya. Dia memilih untuk menciumi pundak Ara lalu lehernya dan mencium lalu menghisapnya disana memberikan tanda merah sementara Ara hanya menikmatinya. Tangan Dariel perlahan naik menuju dua bukit kembar yang menjadi sumber makanan anak-anaknya. Dia meremasnya dengan lembut.
"Bang...aku.." Ara akan berbicara tetapi Dariel langsung menutup dengan bibirnya. Dariel menciumnya dengan penuh nafsu dan tentu saja melibatkan lidahnya dalam ciuman itu. Rasanya sudah lama sekali dia tak mencium Ara seperti ini. Dibalik punggungnya dapat Ara rasakan sesuatu yang kini menegang dan jelas saja itu milik Dariel.
"Bangh...." Ara melepaskan ciumannya. Mendorong pelan badan Dariel yang terus menempel erat didekatnya sementara kedua tangan suaminya masih saja bergerak memutar di payudaranya.
"Masih belum bang..."
"Abang udah ga kuat nih sayang, udah ga bisa ditahan." Dariel dengan mata penuh kabut gairah. Dia benar-benar ingin mencumbu istrinya sekarang.
"Kasih Abang oral aja, Hem?mau ya?" Pinta Dariel seakan tak mau jika sampai nafsunya tak tersalurkan. Dia butuh pelepasan sekarang.
"Tapi Abang ga boleh nyusu-nyusu ya.."
"Kenapa?"
"Bang ...nanti takut kena dedenya."
"Ya..tinggal dibersihin lagi aja.."
"Bang...aku kasih tapi ada batasan-batasannya. Aku kan baru ngelahirin, lagi nyusuin juga."
"Ya terus?Abang ga mau kalo gara-gara itu kebutuhan Abang jadi hilang. Kita juga butuh waktu berdua yang.."
"Iya aku ngerti tapikan ga bisa sekarang bang."
"Abangkan cuman minta oral sama pegang-pegang kamu."
"Iya aku kasih bang kecuali itu aja.."
"Ya udah ga usah." Dariel sudah melemas sekarang. Dibanding nafsunya tadi kini ada sedikit kesal. Justru bagian itu yang ingin Dariel ambil alih saat anak-anaknya tertidur.
"Bang..ayo aku kasih."
"Ga usah, Abang sendiri aja." Dariel segera beranjak dari sofa dan masuk kamar mandi. Didalam Dariel menghela nafas memandangi dirinya didepan cermin.
"Aku ini kenapa sih?" Dariel berbicara sendiri ketika tersadar dengan perbuatannya. Kalo dipikir-pikir kasian juga Ara. Kenapa Dariel harus semarah itu?diakan seperti itu gara-gara anaknya. Harusnya dia berterimakasih ketimbang marah. Mungkin ada peran Dirga juga dibalik sikapnya. Dariel merasa cemburu jika Ara berduaan dengan mantan selingkuhannya itu jadi dia lampiaskan kepada hal lain. Sementara itu dilain tempat Tiara baru saja keluar dari rumahnya. Di depan rumahnya itu sudah ada mobil berwarna hitam dan tanpa ragu Tiara masuk ke dalam mobilnya.
"Malem Tiara.." Sapa Dirga dengan senyumannya.
***To Be Continue