"Kenapa sayang?gimana?." Jesica dengan lembut sambil mengusap pelan rambut anaknya.
"Aku pingin Dariel..."
"Iya sabar sayang. Dariel pasti bentar lagi sampe. Mas telepon dong Mas.." Tegur Jesica melihat Kenan masih mematung disana sementara si bungsu tampak berdiri disamping ayahnya merasa bingung dengan apa yang membuat kakaknya menangis.
"Kita ke dokter aja yuk sayang, mastiin sekalian periksa.."
"Suruh Dariel pulang Dad..."
"Iya sayang nanti Daddy telepon suruh Dariel ke rumah sakit. Udah...ayo..." Ajak Kenan membuat Ara menurut. Kali ini keluarga itu segera menuju rumah sakit. Ara menangis bukan tanpa karena kesedihan. Dia tsrharu akhirnya benda panjang itu menunjukkan garis dua. ya hasilnya POSITIF. Ara tak berhenti bersyukur dan merasa bahagia. Dia ingin cepat-cepat memberitahu suaminya itu.
"Daddy jangan kasih tahu Dariel dulu. Suruh dia cepet pulang.."
"Iya sayang..." Jawab Kenan sambil terus menyetir. Dia juga tak kalah bahagia melihat hasilnya tadi. Dia senang akhirnya penantian Ara, usaha Ara berbuah manis. Di kursi belakang Jesica mendekap anaknya yang terkadang tersenyum dan terkadang terharu. Sesampainya dirumah sakit Ara menemui dokter Wira ditemani sang ibu sementara Kenan mengurus Kris diluar. Anak itu benar-benar tak mau diam.
"Klis ga suka disini Daddy, banyak dalah.."
"Sini Deket Daddy aja..." Kenan menarik dekat anaknya dan duduk namun anak itu masih saja tak mau diam padahal dia protes takut tadi.
"Dad...Ara gimana dad?" Dariel berjalan dengan tergesa-gesa menghampiri mertuanya. Dia masih menggunakan kemeja hanya saja terlihat sandal berwarna hijau melekat dikakinya.
"Lagi diperiksain didalem sama mommy." Jawab Kenan. Ara sendiri saat ini sedang melakukan pengecekan darah yang nanti hasilnya akan lebih memastikan apakah Ara hamil atau tidak.
"Perkembangan janinnya untuk saat ini sih bagus ya dan saya belum menemukan adanya masalah. Mudah-mudahan sih seterusnya juga begitu ya Bu. Kita tunggu aja beberapa Minggu kedepan. Prediksi saya ini kembar tapi nanti saya pastikan lagi ya Bu dari hasil tesnya." Perkataan dokter membuat Ara senang semakin senang bahkan, rasanya meskipun banyak air mata yang turun tapi itu adalah air mata kebahagiannya.
"Tetep jaga kondisi ya bu, kita akan tetep melakukan pemantauan. Hasil tesnya nanti saya kasih tahu. Kalo ada apa-apa atau keluhan jangan sungkan WA saya ya.."
"Makasih dok..."
"Ibu itu kenalannya dokter katerina ya?"
"Itu sahabat saya dok.."
"Oh temen mamanya, ya udah bu minta di doain anaknya, saya cuman bisa bantu sampai sini, kita serahkan semua pada Allah ya, Bu. Pada pemeriksaan selanjutnya, tiga atau empat minggu dari sekarang, bisa saja janinnya berkembang atau hilang begitu saja tanpa rasa sakit tapi tetep harapan kita semuanya baik-baik saja, ibunya sehat calon anaknya juga sehat."
"Iya Dok, makasih.." Jesica sambil tersenyum. Setelah cukup lama berkonsultasi hal yang lainnya mereka pun keluar ruangan. Dariel langsung menghampiri istrinya dengan gelisah.
"Gimana sayang?" Tanya Dariel meraih tangan Ara yang sepertinya sedikit bergetar. Kakinya pun tampak lemas.
"Aku hamil..." Ara dengan mata berkaca-kacanya dan jatuh kepelukan Dariel.
"Ngobrolnya dirumah aja yuk, biar enak." Jesica membuat Dariel merangkul Ara sambil berjalan pergi.
"Gimana sayang?kata dokter apa?"
"Ih kepo.." Jesica senyum-senyum.
"Ish...Mas pingin tahu.."
"Dariel aja belum dikasih tahu.."
"Ya udah Mas dulu berarti.."
"Engga ah nanti aja dirumah.."
"Ga tenang nih Mas nyetir..."
"Ya udah aku aja yang nyetir."
"Ampun ya bener deh bikin penasaran. Kris sorakin mommy.." Kenan membuat anaknya bersorak kecil. Sesampainya dirumah, Jesica menjelaskan apa yang dikatakan sang dokter karena saking terharunya Ara tak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya bisa bersembunyi balik dada Dariel yang tak melepaskan pelukannya. Kenan jelas bahagia apalagi Dariel meksipun masih ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi tapi mereka berharap kemungkinan itu adalah hal yang baik.
"Tuh kakak jangan cape-cape dulu..."
"Kakak punya bayi dad?"
"Iya Kris, kakak punya bayi, ada 2.."
"Kakak Lan 2, kakak Ala 2 jadi empat dad.."
"Ih pinter anak Daddy udah bisa ngitung, bener lagi."
"Klis jadi Abang 4 bayi dad.." Ucapan Kris membawa Ara tersenyum sekarang.
"Kalo mau jadi Abang tidur harus sendiri, minum harus full di gelas, kalo jatuh jangan nangis apalagi cowok harus kuat harus berani." Kenan memanfaatkan situasi yang ada untuk mengajari anaknya mandiri. Dibanding mendengarkan ayahnya Kris malah kembali bermain mobil-mobilannya.
"Dikasih tahu malah pergi." Kenan senyum-senyum tanpa merasa kesal.
****
Tiga minggu kemudian Ara datang lagi menemui dokter Wira dan dia melakukan USG. Diketahui bahwa 2 janin Ara tumbuh sehat walau kecil sementara 1 janin tak berkembang. Meskipun begitu Ara tetap mengucap Alhamdulilah. Ara dan Dariel tiada henti bersyukur bahkan dari hasil pemeriksaan itu positif 2 detak jantung terdeteksi namun entah mengapa ada keraguan dari wajah dokter Wira. Dia bilang dia akan memastikan pemeriksaannya lagi dan hal itu membuat Ara sedikit khawatir tapi dia terus berusaha berpikir positif. Selama kehamilannya ini Ara mengalami susah makan dan setiap kali makanan masuk maka akan dikeluarkan lagi. Hal itu persis seperti yang dialami Kiran beberapa Minggu yang lalu. Dariel semakin dibuat khawatir dengan kondisi itu. Dia takut Ara atau bayi mereka kehilangan asupan gizi.
"Hari ini periksa lagi ke dokter sayang?"
"Iya..."
"Makin keliatan aja perutnya..." Dariel mengusap pelan perut Ara dengan lembut dan tak jarang juga dia menciumnya.
"Udah selesai dari dokter boleh Abang ke kantor?"
"Iya boleh. Aku boleh ga?"
"Mau ngapain?bukannya kemarin udah. Kamu ke kantor tuh turun naik sayang."
"Mau ada yang aku omongin bang sama Chandra.."
"Suruh Chandra kerumah aja."
"Ya udah iya.." Ara menurut dan mulai berjalan kearah mobil mereka. Saat membuka mobil dirinya terkejut karena di kursi mobilnya ada sebuket bunga mawar merah.
"Happy anniversary..." Bisik Dariel yang masih berdiri dibelakang Ara. Dia benar-benar tersentuh. Selama sepuluh minggu kehamilannya Dariel benar-benar bersikap manis. Dia bahkan tak pernah berani membuat Ara kesal dengan menentang keinginannya.
"Ayo duduk nanti pegel sayang."
"Makasih." Ara mengcup pipi Dariel sebelum duduk. Kini mereka akan melakukan pemeriksaan kembali untuk melihat perkembangan kandungan Ara. Rasanya dokter Wira akan menjadi orang yang sering Ara lihat untuk beberapa bulan kedepan. Dokter Wira melakukan USG dan ekspresinya kini sedikit berubah sementara Dariel hanya memperhatikan monitor yang ada didepannya.
"Perhatikan yang disini pak..." Tunjuk sang dokter namun Dariel belum memastikan dengan pasti apa maksudnya.
"Saya ini sebenarnya sudah curiga dari beberapa Minggu yang lalu hanya saya belum yakin tapi sepertinya sekarang saya sudah yakin dengan dugaan saya.."
"Kenapa dok?" Tanya Dariel sedikit panik begitupun Ara yang masih berbaring disana.
***To be continue