Selagi Ara memasak Dariel dengan cepat mencari cincinnya dikamar. Segala sudut tak luput dari pemeriksaanya. Mulai dari kamar mandi, tempat tidur, laci-laci sampai tempat kecil lainnya yang memungkinkan jika cincin tersebut hanya jatuh. Setelah setengah jam mencari tetap saja benda kecil itu tidak ada. Dia kemudian beralih keruang kerjanya. Mungkin saja dia kelupaan membuka dan menyimpannya disana tapi hasilnya nihil. Dariel dibuat semakin frustasi. Ini benar-benar gawat. Apa Dariel katakan saja pada Ara?mungkin Ara melihat dan menyimpannya. Jangan-jangan, kalo ternyata dia tak menyimpannya bisa kacau urusannya. Dariel duduk di sofa ruang tvnya lalu mengingat aktvitas apa yang dia lakukan dari pagi hingga sore ini. Rasanya semua tempat yang dia lalui sudah dia cek. Duh...gawat ini.
"Bang…udah mateng tuh.."
"Iya sayang, abang kebawah." Dariel berdiri lalu berjalan menuju tempat makan mereka. Aroma telur balado yang diinginkannya tampak menggoda.
"Enak sayang…" Puji Dariel saat makanan itu masuk kedalam mulutnya. Rasa pedas dan gurihnya begitu pas membuat lidahnya menginginkan lagi dan lagi.
"Abang lagi apa tadi?kok duduk tapi tv ga dinyalain."
"Hm…lagi mikir soal…adopsi anak aja."
"Mikir?kenapa?ga mau ya?"
"Bukan sayang, kalo pun kamu mau kita bisa adopsi dari kecil. Jadi berasa ngurusnya."
"Kalo masih ragu kita tunda aja."
"Engga, jangan mikir gitu. Abang ga pernah mikir gitu. Udah ya jangan terlalu dipikirin nanti kamu susah tidur."
"Bukannya Abang seneng aku susah tidur?"
"Seneng darimananya?"
"Ya senengkan bisa ngajakin olahraga sepuasnya." Perkataan Ara membuat Dariel senyum-senyum
"Nayla nanyain kamu, katanya kamu udah lama ga main ke kantor."
"Iya aku masih sibuk ngurusin produk baru bang, rasanya bikin pusing. Abang sih pake bikin Aderald group segala. Aku kan harus mikir ekstra."
"Ngomong-ngomong sebenernya kenapa sih kamu ga pensiun aja?toh kamu ga kerja pun masih ada saham kamu disana, penghasilan tetep ada."
"Disana penerus daddy cuman aku. Uncle Riko ada Rey, Ada Keisha, Uncle Dikta ada Edward sama Ethan, kalo daddy cuman punya aku. Aku gamau bikin malu daddy, kalo aku ga kerja disana kesannya keluarga daddy ga berkontribusi buat SC jadi….aku pingin mewakili daddy. Aku yakin Kay bakalan gabung di Adelard, Jay masih punya ketakutan datang ke SC jadi aku ga akan berhenti sampai ada penerus aku disana.."
"Kalo kamu jelasin ini dari dulu ke abang, abangkan jadi ngerti."
"Abang ga ngerti-ngerti sih."
"Kamunya ga jelas.."
"Abang pokoknya harus habisin makananya, aku ga mau nyuci piring pagi-pagi."
"Iya sayang, abang habisin." Dariel melahap makanannya lagi. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ya…kemarin pagi dia sempat mencuci piring dan melepaskan cincinnya. Apa jangan-jangan tertinggal di tempat cuci piring? Dariel langsung mengalihkan pandangannya namun tempat itu rupanya tak terjangkau oleh matanya.
"Kenapa bang?nyari apa?"
"Engga, ga nyari apa-apa." Jawab Dariel dengan perasaan yang tak tenang.
"Nanti udah makan biar abang aja yang cuci piring."
"Ga papa aku aja…"
"Ga papa sayang, kamu udah masak jadi giliran abang yang nyuci."
"Ya udah bukan aku loh yang mau." Ara akhirnya menerima tawaran Dariel.
****
Suara ketukan terdengar di pintu ruangannya, Dariel yang masih sibuk mencari hanya berkata masuk karena yakin itu adalah sekretarisnya.
"Ini Laporannya pak."
"Iya, simpen aja Nay dimeja." Dariel tanpa melihat kearah wajah Nayla.
"Lagi apa pak?"
"Saya lagi nyari sesuatu, kamu bisa nolongin ga?"
"Nyari apa?"
"Cincin nikah saya hilang, takutnya jatuh disini atau dimana gitu. Itu penting banget."
"Iya pak saya bantuin…" Nayla segera ikut membantu mencari benda kecil itu tapi sebelum mencari dia memastikan terlebih dahulu dari rekaman CCTV kapan terakhir kali Dariel memakai cincin itu dikantor. Nayla meminta akses kepada tim GA. Dia menonton dengan seksama rekaman 2 hari kemarin. Jika dilihat-lihat kemarin saat datang Dariel sudah tak memakai cincin nikahnya padahal sehari sebelumnya saat pulang jarinya masih memperlihatkan cincin itu bertengker di jari bosnya.
"Pak..sepertinya cincin bapak ga ada dikantor."
"Dari mana kamu tahu?"
"Saya nonton rekaman CCTV dan kemarin bapak ga pakai cincin."
"Aduh....gimana ini beneran hilang kayanya..." Draiel mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Bilang aja sama ibu Ara..."
"Saya takut Nay, takut Ara bakalan marah. Itukan benda penting, hilang gitu aja pasti dia kesel."
"Kali aja ibu yang simpen.."
"Kalo dia simpen harusnya dia bilangkan?tapi kemarin dia ga bahas apa-apa.."
"Mungkin dia nunggu bapak ngomong.."
"Duh..bisa diomelin ini. Kalo saya beli apa ada yang sama ya?"
"Kalo pun sama pasti ada sedikit bedanya pak.."
"Ya udah makasih Nay.."
"Sama-sama pak.." Nayla pergi dari ruangan Dariel sementara Dariel langsung duduk dengan lesu.
"Apa aku harus bilang aja ya sekarang?bener kata Nayla mungkin Ara lagi ngetes..." Dariel bergumam sendiri. Matanya melihat lagi ke arah jari manis yang kini hanya menampakkan bekas lingkaran disana.
"Kenapa sih aku harus teledor?kalo ketemu ga akan aku lepas-lepas lagi..." Dariel berbicara lagi sendiri. Sorenya dia langsung pulang kerumah karena kebetulan tadi pagi Ara membawa mobilnya sendiri. Dia mencari sekali lagi dan kali ini dia akan melakukan pengecekkan di semua sudut rumah bahkan tak tanggung-tanggung sofa pun dia angkat berserta karpetnya takut-takut cincinnya itu berada dibawah sana. Ruangan pakaian Ara pun tak luput dari pengecekkannya berikut ruang sepatunya. Suara pagar terbuka terdengar, Ara sudah pulang Dariel pun menghentikan aksinya. Dia langsung duduk dan menyalakan tv. Keringatnya dia basuh dengan tisu yang ada disana.
"Tumben pulang jam segini sayang?"
"Iya nanti meetingnya lumayan lama." Ara langsung duduk di dekat Dariel.
"Habis olahraga? keringetan?"
"Hm...iya..."
"Mandi dong jangan duduk dulu..."
"Olahraganya ga terlalu berat kok.."
"Tetep aja keringetan."
"Kamu juga belum mandikan?ayo mandi."
"Ye...malah nyari kesempatan lagi. Aku masih gerah nanti aja kalo udah dinginan."
"Kaya makanan aja."
"Mandi bang..."
"Iya-iya..." Dariel kini mandi kembali setelah sebelumnya saat pulang kerja dia mandi. Sedang mandi pun dia berpikir lagi apa sekarang waktu yang tepat untuk dia mengatakan pada Ara kalo cincinnya hilang?dia keliatan cape, kalo Ara cape emosinya bisa saja meledak tapi...kalau dia tidak bilang terus Ara nanti tahu mungkin Ara juga akan marah karena Dariel tak memberitahukannya dari awal. Argh....kondisinya benar-benar serba salah. Dariel kini menyalakan shower dan membasuh semua badannya. Kehilngan benda sekecil itu saja frustasinya sampai sebegininya apalagi jika kehilangan jangan bertriliun-triliun. Istrinya mungkin akan mengamuk dan mengadu pada ayahnya. Dariel menghela nafas sambil terus menghilangkan sabun diseluruh badannya. Dia sudah membuat keputusan untuk mengatakannya pada Ara.
***To Be Continue