Dariel POV
Rumah kok gelap gini. Itulah yang pertama kali aku ungkapkan saat sampai di depan rumahku sendiri. Hari ini aku pulang telat. Di jamku waktu sudah menunjukkan pukul 6 namun belum ada tanda-tanda adanya seseorang didalam. Apa Ara belum pulang?. Ya sepertinya belum. Aku belum melihat mobilnya terparkir di garasi. Aku mengeluarkan kunci rumahku lalu dengan segera masuk karena udara diluar cukup berangin. Perlahan aku menyalakan saklar lampu depan rumah, lalu ruang tengah dan terakhir dapur. Tanganku meraih gelas yang sudah kuisi tadi dengan Air. Selesai minum aku mengambil Handphoneku didalam saku berharap ada kabar dari Ara. Sejak pagi tadi dia benar-benar belum menghubungiku bahkan dia tak memberi respon sedikitpun tentang bunga yang kuberikan. Aku bingung harus berbuat apa lagi untuk meredakan kemarahannya. Kini aku berjalan menaiki tangga dan tak lupa menyalakan lampu atas. Rasanya lelah hari ini tapi daripada berbaring aku memilih untuk mandi terlebih dahulu. Aku tahu Ara tak suka dengan aroma yang kurang menyegarkan dihidungnya ketika dekat dengan seseorang. Aku menyalakan shower lalu membiarkan airnya turun membasahi badanku sendiri. Ah...hampa tidak ada suara Ara dirumah. Biasanya dia sibuk mengoceh atau bernyanyi-nyanyi tak jelas karena lagu yang dia putar dihandphonenya. Selesai mandi aku melihat lagi jam di dinding yang menunjukkan pukul 7 malam. Perutku lapar tapi Ara belum juga pulang. Kini aku meraih Handphoneku lagi dan melakukan panggilan. Suara sambungan masih terdengar. Jangan sampai Ara tak mau mengangkat teleponku. Aku mencobanya lagi sambil berjalan turun dan mencari sesuatu yang bisa kumakan.
- Halo.
Suara Ara akhirnya terdengar di balik telepon.
- Sayang dimana?
- Rumah mommy.
- Rumah mommy?kapan pulang?
- Aku nginep disini.
- Kok ga bilang aku dulu?.
- Iya maaf.
- Aku jemput, kamu pulang.
- Aku lagi pingin nginep Riel.
- Dari pagi kamu ga ada kabar dan sekarang tiba-tiba kamu nginep dirumah mommy.
- Ya udah kan sekarang kamu tahu aku dimana.
- Kamu kenapa sih?masih marah gara-gara rumah?
- Aku ga mau bahas-bahas ini. Kalo ga ada lagi yang pingin kamu tanyain aku tutup teleponnya.
- Aku minta kamu pulang.
- Engga.
- Pilihannya dua kamu pulang atau aku jemput?
- Terserah.
Ara langsung menutup teleponnya tanpa menunggu aku berbicara lagi. Dia benar-benar keras kepala. Aku mencari kunci mobil dan langsung pergi menuju kediaman mertuaku. Bisa-bisa Daddy dan mommy curiga kalau kita bertengkar. Duh...Ara kenapa mesti pulang segala sih?. Sesampainya disana aku langsung disambut satpam rumah yang membukakan pintu pagar rumah.
"Makasih pak." Ucapku sebelum masuk. Dikursi depan aku lihat Kay sedang bermain gitar sambil bernyanyi-nyanyi.
"Suaranya bagus.." Pujiku.
"Eh kak Dariel..."
"Sendiri aja?"
"Iya kak, kalo didalem diledekkin kakak."
"Ya udah kakak kedalem dulu ya."
"Iya kak.."
Aku masuk berjalan dengan santai menyusuri rumah mertuaku. Saat sampai diruang keluarga terlihat Daddy sedang duduk disamping Ara sementara Mommy sedang mengayun Kris.
"Assalamualaikum Daddy, mommy." Aku mengucap salam membuat mereka melihat ke arahku termasuk Ara yang menyambut dengan wajah juteknya.
"Walaikumsalam..."
"Kirain ga akan kesini Riel..."
"Tadi pulang dulu dad..." Aku yang sudah dekat dengan mereka langsung menyalami tangannya.
"Kris tidur mom?"
"Iya, cape daritadi main sama kakaknya."
Aku memandang Ara yang masih diam dengan memandang lurus ke arah layar televisi meskipun aku yakin dia tak menonton tayangan itu.
"Daddy mau nemenin Kay dulu ah nyanyi-nyanyi di depan." Daddy seakan tahu yang terjadi segera meninggalkan kami.
"Mommy keatas dulu ya, nidurin Kris."
"Iya mom.." Ucapku lalu melihat mommy menaiki tangga. Ara segera bangkit dari duduknya saat kedua orang tuanya pergi membuatku langsung meraih tangannya.
"Mau kemana?Aku tadi udah bilangkan mau aku jemput atau kamu pulang sendiri."
"Aku pingin disini."
"Oke. Kalau gitu kita selesaiin masalahnya disini."
"Aku cape."
"Aku udah kasih waktu kamu dari pagi tadi Ra..."
"Buat apa?buat aku mikir kalau aku salah?"
"Ini bukan masalah siapa salah siapa bener. Kamu bilang rumah tangga itu kompromi dan aku lagi lakuin itu. Sekarang kamu duduk." Aku memberikan perintah tapi Ara masih berdiam diri disana. Kini tanganku menariknya pelan Ara, membimbingnya untuk duduk dikursinya.
"Aku pernah baca hadits 'Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah'. Coba kamu duduk dulu apa salahnya sih?" Aku kali ini membuat Ara menurut tapi wajahnya dia palingkan ke Ara lain.
"Kita bahas satu-satu. Kamu pingin mobil?" Aku bertanya namun Ara belum menjawab. Aku beralih posisi. Aku turun dari sofa dan berjongkok kecil dihadapannya. Mengukung kedua kaki Ara dengan tanganku agar dia tak kabur-kaburan lagi.
"Jawab aku. Kamu pingin mobil?"
"Iya."
"Oke kita beli, ga peduli mau pake uang aku atau uang kamu, kita beli mobil yang kamu mau." Ara menunduk sekarang. Jemarinya dia mainkan sendiri seperti anak kecil.
"Kamu pingin rumah?" Aku bertanya lagi dan disambut anggukan oleh Ara.
"Sayang...beli rumah ga segampang kamu beli permen ke warung, yang kamu tinggal bilang terus dikasih gitu aja. Aku bukannya ga mau, aku paham keinginan kamu. Kita harus memperhitungkan dulu semuanya, ini bukan soal berapa banyak uang yang harus kita keluarin, kalo soal uang aku bisa cari kemana pun, aku bisa usahain buat kamu tapi segala sesuatunya itu harus dipikirin dulu. Ibarat kamu beli baju, kamu masuk toko ga mungkin langsung belikan?kamu liat dulu modelnya, liat dulu warnanya, kamu liat ukurannya apa pas atau engga, baru kamu beli. Rumah juga gitu. Kita pertimbangin dulu sama-sama, apa sekarang kita butuh beli rumah?kalo butuh kenapa alasannya. Apa cuman karena barang-barang kamu? gara-gara mobil kamu?atau ada hal lain."
"Keluarga aku tuh besar Riel, kalo mereka nginep emang mau tidur dimana?kalo kita nambah anggota baru gimana?aku juga pingin rumah aku rapi gitu. Sekarang karena maksimalin tempat yang ada kesannya tuh berantakan. Apa kamu nyaman rumah kaya gitu?"
"Dari kemarin masalah yang kamu bicarain intinya soal luas rumahnya. Aku pingin ngasih kamu tawaran. Tadi sebelum aku kesini, aku liat... ternyata rumah yang disamping kita itu mau di jual dan emang sih kalo diliat-liat kayanya udah ga keurus, rumputnya aja udah lumayan tinggi. Apa kita ga beli aja terus kita luasin kesitu?atau kamu masih tetep pingin pindah?" Aku menanyakan 2 pilihan yang membuat Ara berpikir.
***To be continue