WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
Jesica menepuk-nepuk pelan pantat Kris yang sudah tertidur dari beberapa menit yang lalu. Bibirnya masih bergerak menyedot air susu dari sang ibu. Matanya yang terpejam seakan bisa melihat jika sang ibu pergi karena setiap gerakan yang dibuat Jesica membuatnya terbangun sesaat. Kini setelah setengah jam berlalu Jesica secara perlahan yang melonggarkan pelukannya dan menarik payudaranya keluar dari mulut Kris.
"Lembur lagi Mas?"
"Engga. Kamu tidur aja. Mas bentar lagi nyusul."
"Mas lagi apa?" Jesica menghampiri suaminya. Dia melihat beberapa kertas berserakan di atas meja dan kursinya. Ia benar-benar penasaran dengan sesuatu yang membuat Kenan begitu seurius sedaritadi.k
"Ini liat dokumen Dariel sayang.."
"Dariel?soal pembicaraan tadi?"
"Bukan. Informasi keluarganya Dariel. " Kenan membuka perlahan semua kertas yang tersimpan dalam mapnya itu. Kini Jesica mengambil salah satu kertas dengan foto kecil diatasnya. Kemudian dia membaca semua informasi disana.
"Dariel dari kecil aja udah keliatan gantengnya." Komentar Jesica disambut tatapan dari Kenan.
"Gantengan Mas." Jesica segera melarat perkataannya tadi saat merasakan adanya tatapan tajam dari arah lain. Jesica mengambil kacamatanya juga kemudian membaca lebih detail setiap berkas yang menginformasikan mengenai masa kecil Dariel. Tangan Jesica meraih setiap foto-foto yang diceritakan dalam dokumen itu seakan membuatnya masuk dan menyaksikan secara langsung kejadian itu. Jesica melihat gambaran rumah Dariel dulu termasuk keluarga yang menelantarkan menantunya itu.
"Jadi sekarang mereka tinggal di Bandung?"
"Iya, tuh alamatnya disitu sayang."
"Mas mau kesana?"
"Engga. Mas masih butuh informasi lain sayang. Target Mas selanjutnya adalah Santi Pramesti." Kenan akhirnya menyebutkan nama Ibunda Dariel.
"Kertas ini cuman ceritain tentang masa kecil Dariel aja?"
"Iya sayang, Mas lagi cari satu-satu informasi tentang mereka. Mas pingin tahu mereka gimana. Kerja engga, punya usaha apa, Ada history kejahatan ga."
"Mas yakin soal ini?"
"Kakak yang minta. Mas ga mungkin nolak."
"Aku makin khawatir nanti Mas."
"Semuanya pasti baik-baik aja sayang. Mas yakin, Mas udah obrolin ini sama pak Stefan dan kita bakalan jelasin pelan-pelan sama Dariel."
"Pak Stefan setuju?"
"Awalnya engga mau terus Mas ceritain kejadian yang dialami Dariel pas holiday akhirnya pas Stefan setuju."
"Berapa Mas bayar orang buat ini?"
"Ga sebanding sama harga kebaikan dia sama kamu."
"Ya aku pingin tahu."
"500juta."
"Cuman buat kertas begini doang?"
"Ini lumayan susah sayang, Mas pingin informasi sedetail mungkin. Ini aja masih kurang."
"Mas..." Jesica protes.
"Buat kakak apa sih yang engga?kalo ini bisa beli bahagianya kakak. Kenapa engga? Ga papa ya sayang."
"Mas harusnya bilang dulu sama aku."
"Mas waktu itu udah bilang, kamu cuman jawab iya."
"Aku udah mulai pikun kayanya. Ya udah tidur yuk jangan lama-lama bacanya."
"Sekarang tidurnya minta ditemenin terus."
"Mana enak tidur sendiri."
"Iya sayang..Mas beres-beres dulu." Kenan segera merapihkan berkas-berkas tentang Dariel ke dalam satu map lagi kemudian menyusul istrinya ke tempat tidur.
***
Baju yang dikenakan Dariel dan Ara tadi sudah tergeletak bebas dilantai sementara keduanya sudah bergelut diatas ranjang dengan begitu panas. Dariel seakan meminta Ara membayar lunas atas perlakuannya tadi pagi di dapur. Kini hanya terdengar erangan nikmat di kamar mereka. Ara meracau tak karuan ketika Dariel memompa sangat cepat. ini nikmat. Dariel juga tak kalah berisik seakan membalas setiap suara desahan Ara yang terdengar menggoda di telinganya. Itu justru membuatnya semakin bergairah dan bersemangat lagi dalam mencumbu Ara. Mata istrinya itu kini terpejam menikmati permainan Dariel, sesekali bibir bawahnya dia gigit karena tak kuat menahan sensasi nikmat bercinta ini. Kedua tangan Ara terbuka lebar disamping kepalanya dan bersembunyi dibawah bantal membuat payudaranya menantang bebas dengan gerakan naik turun seakan mengikuti ritme suaminya. Dariel sendiri sejak tadi tak henti meminta Ara untuk merubah posisinya sesuai yang dia inginkan. Ini merupakan seni bercinta yang membuat Dariel semakin dibuat mabuk kepayang oleh rasa yang dia dapat. Belum lagi dia merasa Ara tahu yang dia inginkan, Ara tahu apa yang dia butuhkan dan itu membuatnya semakin tergila-gila saat diatas ranjang. Dia istri yang bisa melayani suaminya dengan baik.
"Sayang....hhhh...jangan orgasme dulu..." Bisik Dariel kepada Ara. Dia ingin anak perempuan dan dia sudah meriset untuk itu. Dia ingin mencoba caranya hari ini. Maka setiap kali Ara mengatakan ingin keluar Dariel segera merubah posisinya. Kali ini Dariel memiringkan badan Ara setelah itu dia bangkit tepat dibelakang kaki istrinya kemudian dia mulai menancapkan lagi kejantanannya. Tangannya dia letakkan diatas pantat istrinya. Setelah berkali-kali menghujam akhirnya Dariel merasakan sesuatu yang ingin miliknya muntahkan sementara Ara terlihat sudah meremas sprei disampingnya seolah menahan juga pelepasannya.
"Sayang...aku duluan..." Dariel memperingatkan lagi dan tak butuh lama Dariel menyemprotkan cairan cintanya didalam. Menekan-nekan kejantanannya perlahan saat pelepasan itu tiba sementara Ara yang sedikit merasa perih terkadang menahan perut Dariel dengan tangannya agar dia tak terus menekannya. Kini pelepasan Ara pun tiba membuatnya menggelinjang, bergetar diatas tempat tidur. Badannya seketika melemas diikuti lelah akibat bergerak kesana dan kemari. Dariel perlahan-lahan menarik miliknya yang terlihat sangat basah seakan memastikan tak ada satu cairan pun yang tertinggal disana. Dia mengambil bantal untuk dia letakkan dipunggung bawah istrinya
"Ngapain sih yang?"
"Katanya bagus seusai bercinta."
"Duh ada-ada aja kamu."
"Udah turutin ya.." Dariel menghentikan omelan Ara lalu ikut tidur disampingnya.
"Kamu ga suka aku gitu?"
"Ini aku turutin mau kamu gimana, kalo ga suka aku udah tarik nih bantalnya."
"Iya makasih sayang." Dariel mengecup sebentar kening Ara.
"Mommy negur aku."
"Negur apa?"
"Aku ga boleh panggil kamu Dariel."
"Kenapa?"
"Karena kamu suami aku makannya harus agak berubah."
"Terus kamu pingin panggil aku apa?"
"Aku ga tahu. Apa mau aku panggil Mas Dariel?" Ara malah tertawa ketika mengatakannya.
"Oh Abang Dariel..." Ara semakin dibuat geli dengan ucapannya.
"Kenapa sih ketawa?ga ikhlas ya ngomongnya?" Dariel ikut senyum-senyum. Kali ini dia sudah memiringkan badannya dengan satu tangan dikepalanya agar bisa melihat wajah Ara yang semakin cantik sekarang.
"Ya..aneh aja aku panggilnya. Aa Dariel?" Ara seolah menyebutkan segala macam panggilan untuk suaminya. Dariel memainkan rambut Ara sekarang sementara matanya menatap Ara.
"Kamu mau panggil apapun aku terima sayang."
"My hubby?"
"Boleh sayang..."
"Eh Yang, aku baru sadar ada sesuatu dipunggung kamu. Garis panjang gitu, kenapa?"
"Oh itu....aku pernah dicambuk dulu sama bapak, jadi ada bekasnya." Dariel dengan santai sementara Ara mulai sedih mendengarnya.
"Kenapa dia gitu?"
"Waktu itu aku bikin kesalahan tapi aku lupa tepatnya Apa. Oh...aku inget, aku setrikain baju bapak tapi sampe bolong gara-gara aku ngantuk."
"Harusnya kamu laporin waktu itu."
"Aku ga tahu harus ngelaporin gimana, jadi aku biasa aja."
"Mana sini aku liat lagi."
"Udah ga papa kok, ga usah khawatir." Dariel meyakinkan. Itu benar-benar kenangan buruk yang sebenarnya selalu muncul dalam mimpinya saat malam.
"Bener?ga ada rasa sakit?"
"Engga sayang." Dariel segera menundukkan kepalanya mencium bibir Ara.
"honey...hari ini sekali aja ya. Aku cape dari rumah Daddy."
"Iya sayang..." Dariel mengalah pada Ara.
***To be continue