Paginya Dariel dengan mesra dan romantis menciumi pundak Ara yang terbuka sementara Ara masih tergolek tidur di tempatnya dengan nyaman. Sepertinya dia sangat kelelahan semalam belum lagi permainan mereka benar-benar usai saat menjelang subuh membuat mereka hanya mampu membersihkan diri tanpa berpakaian lagi. Matanya perlahan-lahan terbuka merasakan sesuatu yang tak biasa sedang menggerayangi tubuhnya. Sensasi hangat, senang, sekaligus lelah berkecamuk menjadi satu dalam benaknya. Dia tahu itu Dariel. Dariel yang membuat itu semua bahkan pagi ini meskipun diluar tampak mendung bagi Ara ini adalah pagi yang cerah.
"Kamu ga tidur?" Ara dengan suara seraknya entah akibat efek bangun pagi atau desahan semalam yang terlalu kuat membuat suaranya hilang.
"Aku ga bisa tidur karena bahagia." Dariel tak henti menghujani Ara dengan kecupan-kecupan kecil sementara istrinya itu masih nyaman membelakangi Dariel dengan pelukan hangat dari tangan suaminya.
"Apa kamu ga bisa cancel dinas kamu?"
"Ga bisa sayang, ini jadwal yang udah ada sejak lama dan sering mundur juga jadi ga bisa aku batalin atau tinggalin gitu aja."
"Kamu yakin mau pergi tinggalin aku?"
"Sekarang kamu manja ya, dulu-dulu biasa aja.." Ara senyum-senyum sendiri mendengar bujukan Dariel sekarang. Sejak semalam perlakuan Dariel berubah drastis. Lebih manja, lebih perhatian, pokoknya lebih segalanya termasuk lebih mesum.
"Hari ini gimana kalau kita dirumahnya aja?"
"Riel...bukannya kamu ga enak udah sering bolos kerja?bukannya kemarin kamu yang semangat masuk kerja lagi?kenapa sekarang jadi berubah?kamu mau resign loh sayang, ga enak kalo jarang masuk..."
"Bos aku kan kamu jadi selama bos bolehin aku ijin, ya.... berarti ga papa." Dariel membuat Ara semakin dibuat tertawa.
"Aku ga akan tanda tangan form ijin kamu.."
"Aku lagi pingin sama kamu..." Dariel kini mendekap badan Ara, menariknya agar lebih dekat dengan badan tegapnya yang sama telanjang.
"Aw... pelan-pelan..."
"Kenapa?"
"Aku sedikit perih yang, gerakin kaki dikit kadang kerasa apalagi waktu aku pipis."
"Maaf..."
"Lagian kamu minta sampe 2x, ini kan pertama buat aku.."
"Eh istri ga boleh ngomel-ngomel. Harus ikhlas layanin suami baru dapat pahala."
"Berarti tega kamu siksa aku.."
"Enggalah, mana tega sih aku bikin kamu sakit. Aku bakalan stop dulu buat lakuin itu sampe kamu ngerasa baikan."
"Nah gitu dong..." Ara memejamkan matanya lagi dan menarik tangan Dariel dari pinggangnya ke dadanya.
"Jadi saya boleh ijin ga Bu?"
"Engga." Ara bersikeras dengan jawabannya.
"Sehari aja kok Bu, nemenin istri saya yang lagi sakit."
"Engga bapak Dariel, istrinya juga masuk kerja.."
"Yakin kamu mau masuk?aku ga mau kamu nahan-nahan sakit sayang dikantor."
"Iya ya, duh perih..." Ara sambil memegangi kemaluannya sendiri. Kehilangan keperawanan ternyata sedikit menyakitkan meskipun ketika berhubungan rasanya nikmat tiada tara.
"Tuh apa bapak Dariel bilang..." Dariel membuat Ara tertawa ngakak dengan ucapan suaminya.
"Iya-iya dirumah, maksa banget..."
"Kita bisa seharian kaya gini.."
"Emang kamu ga laper?aku cape, tenaga aku kaya kekuras banget..."
"Nanti aku masakin sarapan buat kamu sayang..."
"Baik banget suamiku..."
"Mudah-mudahan cepet jadi..." Dariel mengusap perut Ara pelan. Dia tahu maksud Dariel. Suaminya itu ingin segera memiliki anak tapi Ara masih punya kekhawatiran sendiri dengan kehamilannya nanti.
"Kok ga respon?"
"Iya, aku juga pingin hamil."
"Kenapa?ada apa?kok nadanya jadi aneh?"
"Ga ada apa-apa."
"Sayang...kenapa dengan hamil?"
"Aku ga papa Riel, aku mau kok hamil anak kamu."
"Terus?"
"Terus apa?udah itu jawabannya.
"Ngomong sama aku kenapa?" Dariel memutar badan Ara perlahan memandang wajah istrinya dengan seurius. Dia yakin ada sesuatu yang mengganjal dengan ucapan Ara tadi.
"Aku pingin punya anak, aku suka anak kecil tapi aku belum siap buat berhenti kerja. Aku seneng dengan kerjaan aku bahkan aku sampe bujuk Daddy abis-abisan supaya aku bisa kerja dibanding kuliah. Aku seneng dengan beraktivitas sehari-hari. Bukan aku ga suka ngurus anak tapi aku masih seneng dengan dunia aku."
"Aku ga mau anak aku kaya aku Ra, aku ga mau kalo anak aku ga ngerasain kasih sayang dari ayah atau ibunya. Aku pingin anak aku tuh ngerasa lengkap dan ga kurang apapun."
"Kalo kita punya anak kamu pingin aku berhenti kerja?"
"Iya, urusan nafkahin istri sama anak tuh urusan aku yang.."
"Ini bukan soal nafkahin Riel, ini soal mengurus anak."
"Jadi kamu keberatan kalo harus ngurus anak kita?"
"Engga, aku sama sekali ga keberatan. Sayang jangan salah paham.."
"Kamu harus komitmen sama aku, sampai kapan kamu mau kerja?aku tahu perusahaan itu milik orang tua kamu tapi ada masa dimana kamu pensiun kan?"
"Aku ga mau komitmen soal itu karena aku ga tahu sampe kapan."
"Ra..." Dariel tak percaya dengan omongan istrinya itu. Dia bahkan langsung bangkit menatap Ara dengan cukup kesal.
"Sttt... dengerin aku dulu. Kamu bilang kita harus saling dengerkan?Riel ini tuh Relationship not ownership.."
"Oke aku dengerin."
"Aku bakalan komitmen kalo aku punya anak, anak aku pasti bakalan aku sayang, aku urus dengan baik, ga akan aku biarin dia kurang apapun. Aku bakalan berhenti kerja kalo anak aku sendiri yang bilang gitu dan itu harus tulus dari diri dia tanpa ada paksaan apapun dari siapapun termasuk kamu."
"Sadis banget sih omongannya..." Dariel menundukkan kepalanya sejenak memainkan jarinya diatas selimut yang menutupi paha sampai kakinya.
"Sayang aku bukan sadis, aku sama kamu cuman punya pemikiran yang berbeda soal keluarga tapi tujuan kita sama bikin keluarga bahagia. Aku sayang kamu, aku juga hormatin kamu sebagai suami aku. Aku bukan ngelawan keinginan kamu tapi aku lagi kompromi sama kamu yang..." Ara ikut duduk diranjangnya menatap Dariel dengan seurius sambil memegangi selimut yang menutupi badannya sementara Dariel masih terdiam memikirkan ini.
"Sayang..." Panggil Ara lalu memegangi kedua tangan Dariel.
"Kompromi itu dua arah, kamu harus tanggapin omongan aku.."
"Aku pegang komitmen kamu tapi sampe kamu keliatan ga sesuai sama omongan kamu tadi, kamu wajib nurut sama aku kecuali...kalo kamu pingin bikin dosa dan mendekatkan diri ke neraka, silahkan aja berbuat sesuka hati kamu."
"Ini bukan cuman sadis tapi ngeri. Kamu lagi ngancem aku?"
"Ini kompromi. Aku sayang kamu, makannya aku ga mungkin biarin istri aku berbuat dosa. Seorang suami itu harus membimbing istrinya menuju surga dan mengarahkannya menjadi lebih baik.."
"Iya sayang, makasih udah jadi imam yang baik." Ara mencium kedua tangan Dariel kali ini. Tersenyum senang dan bersyukur karena ternyata dia tak salah memilih suami.
"Aku mandi ya sayang, mau ikut?" Dariel mencium puncak kepala Ara sebentar lagi menyibakkan selimut seakan tak malu lagi berjalan sambil bertelanjang menuju kamar mandi.
"Yang...katanya ngajak. Gendong aku..." Ara membuat Dariel berbalik dan menggendong Ara menuju kamar mandi Ala bridal.
***To Be Continue