Malam hari, Khanza kembali mendapat pesan singkat dari nomor yang masih belum juga dia simpan di ponselnya, sebuah nomor yang dia yakini adalah milik Devano. Sebuah pesan singkat itu memberitahunya bahwa besok dia harus kembali datang ke tempat les lebih awal, dan Khanza sedikit menyeringai seakan tak percaya jika Devano mengirimnya pesan kembali setelah sore tadi sudah saling melepar debat yang memanas.
Perasaan apa yang saat ini telah merasuki hati Khanza, rasa bahagia menyelinap, rasa tidak sabar ingin segera pagi tiba dan beranjak sore kemudian, ada rasa seperti rindu di dalam hati, tapi seakan di tolak oleh batin yang paling dalam. Bahkan tanpa Khanza sadari, pak Gibran tak lagi menjadi hal pertama yang dia pikirkan saat ini.