Usai makan malam, seperti biasa. Ayah Khanza selalu lebih dulu tertidur, itu karena mugkin dia begitu kelelahan setelah seharian bekerja. Selama makan malam berlangsung tadi, Khanza tak banyak bicara. Dia merasa kesal pada ibunya, dalam hati dia selalu merutukinya.
Di kamar, Khanza kian kesal setelah mengecek ponselnya tak satupun ada pesan dari pak Gibran.
"Sialan! Mengapa dia belum mengirimkan pesan apapun padaku, bukan kah dia sudah melihatnya bagaimana psikis ku setelah melihat ibu tadi. Mengapa dia mengabaikan ku?" Sembari berjalan mondar mandir di dalam kamar, Khanza menggerutu dengan kesal. Dia pun tidak bisa lagi menahan perasaanya, dia begitu geram.
Betapa terkejutnya Khanza setelah keluar kamar dia melihat ibu nya sedang di temani tumpukan baju di ruang tamu. Namun bukan sedang melipat, justru terduduk melamun dengan tatapan kosong.
"Bu!" panggil Khanza dengan lantang. Ibu nya pun terhentak menoleh ke arah Khanza.
"Kau ini, mengejutkan ibu saja! Ada apa dengan suaramu itu hah?" jawab ibu Khanza dengan cetus. Lalu melanjutkan untuk melipat pakaian di depannya itu.
Khanza mendecak pelan, beranjak menghampiri ibunya. Dalam hatinya sudah di penuhi tekad yang bulat, dia harus bertanya siapa laki-laki itu.
"Selamat malam, permisi..."
Khanza menghela nafas panjang setelah dia sudah menyiapkan diri untuk bertanya namun datang pengganggu dari suara yang asing baginya.
"Siapa diluar? Teman mu? Atau pacar baru mu?" tanya ibu Khanza. Sesaat Khanza berpikir dalam hati, siapa yang datang kerumahnya malam ini. Tidak mungkin pak Gibran.
"Za, buka pintu. Kenapa diam bengong begitu, sana!" Titah ibu Khanza.
Lalu kemudian Khanza berjalan ke arah pintu dan membukanya, dilihatnya sosok laki-laki yang sangat tak terduga. Bahkan membuat Khanza tercengang.
"Ha,hai. Ku pikir kau sudah tidur," ujarnya dengan gagap. Dia Denis, adik Dirga. Pacar kakak Khanza, yang tiba-tiba saja berdiri di teras rumah Khanza kali ini. Dengan dua kantong kresek di tangannya yang entah itu apa.
"Siapa, Za? Suruh masuk, mengapa kau berdiri disitu saja?"
Suara ibu Khanza membangunkan diri Khanza yang sempat mematung karena dia begitu terkejut. Bukan kah Denis baru sekali di temuinya malam itu? Akan tetapi, dia sudah sangat berani datang berkunjung kerumah nya seorang diri.
"Apakah, aku... Boleh masuk?" tanya Denis lagi, masih dengan suara gagap. Sudah tentu dia sangat nervous bertemu Khanza untuk yang kedua kalinya. Gadis yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama.
"Za, siapa?" tanya ibu Khanza lagi.
"Masuk saja!" ucap Khanza kemudian mempersilahkan Denis untuk masuk ke dalam setelah mendengar ibu Khanza bertanya kembali.
"Ha-lo, tante. Saya Denis, teman Khanza." sapanya dengan santun, serta sedikit membungkukkan badannya setelah sampai di dalam ruangan dan bertemu ibu Khanza.
"Teman?" tanya ibu Khanza heran seraya melirik ke arah Khanza. Setelah putus dari Jordy, ibu Khanza berpikir jika puterinya itu tidak pernah lagi dekat dengan seorang laki-laki.
"Iya, tante. Saya teman Khanza, hehe. Maaf baru datang berkunjung." jelas Denis kembali.
Sementara di hati Khanza selalu merutuki adanya Denis yang bersikap manis serta santun pada ibu Khanza. Dia berpikir jika ini bagian dari ulah kakak nya, Arumi.
"Eh iya. Ini tante, ada sedikit makanan untuk tante dan keluarga." ujar Denis kembali di sela tatapan ibu Khanza yang masih terheran-heran.
"Oh, ya. Aduh, maaf tante jadi bengong. Karena, ehm. Maaf, puteri tante belum pernah menyebut nama mu jika kalian adalah berteman sebelumnya."
"Tapi boleh kan, Tante? Saya menjadi teman Khanza?" Seolah Denis sengaja ingin menarik perhatian ibu Khanza kali ini.
Sialan! Apa-apaan sih dia ini, sengaja?
Umpat Khanza dalam hatinya.
"Oh, tentu boleh. Silahkan duduk, ups. Maaf, tante akan pindahkan ini dulu. Maaf ya, berantakan." Dengan tergepoh-gepoh dan salah tingkah ibu Khanza memindahkan tumpukan pakaian yang sejak tadi di hadapannya. Beberapa celana dalam dan bra berserakan membuat Khanza dengan cepat meraih dan menyembunyikan di balik pakaian yang lain.
"Ya sudah, duduk dulu nak Denis. Ibu akan buatkan minum, kalian ngobrol lah dulu."
Kemudian ibu Khanza pergi membawa tumpukan pakaian tadi menuju dapur, sebelumnya dia melemparkan pakaian yang di bawanya tadi ke kamar Khanza.
"Apa ini hah?" tanya Khanza cetus melihat tajam pada Denis yang sudah duduk manis di sofa. Denis memperhatikan sekitar, ruangan itu memang cukup sempit. Sofa yang di tata pun sudah cukup tua dan kumel.
"Hey, aku sedang bicara denganmu!" ucap Khanza dengan nada membentak kali ini.
"Maafkan aku, aku tau kau akan marah dan tidak suka aku datang berkunjung. Tapi aku...." Akhirnya Denis memberikan jawaban atas pertanyaan Khanza meski dia memutus di akhir katanya.
"Apa hah? Tapi apa?"
"Aku merindukan mu, aku tidak bisa lagi menahan diri selama ini. Meski hanya sekali aku bertemu denganmu, tapi cukup membuatku tak bisa menahan perasaan ini." Begitu Denis mengatakannya tanpa jeda sedikitpun di hadapan Khanza.
"Hah, ya ampun. Apa dosaku?" ujar Khanza mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Dia mulai memijit batang hidungnya sendiri.
"Khanza, mengapa kau berdiri saja? Ibu tidak mengajarimu begini cara menerima tamu, meski kalian berteman."
Khanza terhentak saat ibu nya muncul kembali membawa nampan berisikan secangkir teh hangat. Tak ingin ibunya semakin mengomel di depan Denis, Khanza langsung saja memilih posisi tepat untuk duduk di sofa, berjauhan dengan Denis tentunya.
"Maaf, Bu." ucap Khanza lirih.
"Ehm, gapapa tante. Khanza dengan ku memang sering seperti ini. Itu yang membuatku su-ka dengan kepribadian Khanza." Begitu lugas, jelas padat dan tegas Denis menyampaikan apa yang kini di pikirkannya.
Kali ini ibu Khanza yang dibuat terperangah akan ucapan Denis yang demikian. Khanza mulai meremat kedua tangannya, karena merasa kesal dengan ucapan Denis. Belum lagi dia masih terkejut atas keberanian Denis datang menemuinya dirumah.
"O,oh. Hahaha, ya. Eh, kau ini. Dasar, kau ini pelawak ya? Kau lucu sekali," jawab ibu Khanza mencoba mencairkan suasana ketegangan hatinya. Sementara Denis tertawa lebar mengangguk-anggukan kepalanya sembari menahan rasa geroginya itu. Karena sebenarnya dia hanya ingin berpura-pura tenang di balik sikapnya yang gerogi dan sangat gugup.
"Ya sudah, tante tinggal ke dalam saja. Kalian biar lebih leluasa mengobrol berdua." Sembari beranjak ibu Khanza berkata demikian, diam-diam dia melirik wajah Khanza yang kesal. Kemudian Khanza menoleh ke arah ibunya, seketika kembali menundukkan wajahnya setelah melihat kedua ibunya memelototinya.
Awas saja kau, Denis. Pertama kau sudah menghalangi niatku untuk mengintrogasi ibu malam ini, kedua kau mengejutkan ku dengan berani datang kerumah ini, lalu ketiga. Kau, berani-beraninya berkata jika kau menyukaiku di hadapan ibu.
Bathin Khanza kembali menggerutu serta mengancam Denis. Dia hanya perlu menunggu ibu Khanza kembali masuk ke kamar, lalu dia akan menghabisi Denis dengan kata-kata kasarnya.