ดาวน์โหลดแอป
7.14% DOSA TERINDAH / Chapter 30: Kehadiran yang tak terduga

บท 30: Kehadiran yang tak terduga

Setelah melewati malam yang begitu panjang, setelah hampir semalaman pula Khanza mengalami demam yang sangat tinggi, sehingga membuat seisi rumah itu menajganya semalaman. Berkali-kali Khanza mengingau dan menangis tanpa ada hal yang membuatnya sedih. Khanza pun perlahan membuka matanya, dia menatap langit-langit kamarnya, kemudian menatap sekeliling ruangan. Tatapannya terhenti pada sosok wanita yang selalu setia menjaganya semalaman hingga sedikitpun dia tidak memejamkan matanya.

Terlebih sang ayah yang begitu mengkhawatirkannya, dia hendak mencoba untuk menghubungi Jordy, mantan Khanza yang sudah berbulan-bulan tak pernah lagi berkabar semenjak mereka putus berpacaran. Dengan tegas ibu Khanza melarangnya, karena yang ada hanya akan membuat Khanza semakin jatuh sakit.

"Bu," panggil Khanza degan suara parau. Lantas sang ibu menempelkan punggung tangannya di kening Khanza.

"Hah, kau demam lagi semalaman. Dan itu membuat kami sungguh cemas karena sngat tinggi, hari ini kau harus ke dokter, ibu akan mengantarmu dan jangan protes lag!" ujar ibu Khanza menekan nada bicaranya.

"Bu, maafkan aku. Sudah membuat ibu khawatir." Jawab Khanza lirih dengan melipat bibir bawahnya ke dalam mulutnya. Ibunya berbalik badan dengan tatapan tajam setelah usai meletakkan segelas minuman dan bubur sayur untuk Khanza. Melihat tatapan ibunya yang begitu tajam, Khanza mengedipkan kedua matanya berkali-kali layaknya sebuah boneka.

"Hah, Khanza. Jangan menguji kesabaran ibu, ini sudah hari ke dua kau sakit. Apa kau mau terus-terusan bolos sekolah, pagi tadi Chika kemari menjengukmu sebelum pergi ke sekolah."

"Apa? Chika kemari, bu? Mengapa ibu tidak membangunkanku?"

"Dia melarang ibu membangunkanmu karena kau sedang tidur pulas, semalaman kau mengigau saja. Ibu menceritakan hal itu, maka itu Chika melarang ibu membangunkanmu."

"Hah, Chika. Dasar, tidak bisakah dia membangunkanku aja secara paksa? Banyak hal yang igin aku tanyakan." Ujar Khanza pelan, namun asih terdengar oleh sang ibu.

"Tentang apa yang ngin kau tanyakan pada Chika, hah?" tanya ibu Khanza menyelidik.

"Eh, ah.. Tidak, bu. Hanya tentang pelajaran di sekoah saja," jawab Khanza mencoba menyembunyikan ekspresinya yang kini telah berbohong.

"Sudahlah, kau makan saja dulu. Ibu akan keluar sebentar, kau tunggu lah disini dan sepulang ibu nanti kau sudah harus menghabiskan makanan ini." Ujar ibu Khanza kemudian berlalu pergi keluar kamar.

Melihat ibunya keluar, Khanza masih enggan beranjak untuk mencicipi makanan yang sudah ibunya siapkan. Dia hanya membolak balik badannya jengah, sesekali menatap layar ponselnya. Masih kosong, tak ada satupun pesan atau panggilan dari orang yang di harapkannya. Yang mengisi penuh layar ponselnya hanyalah Chika seorang yang tak satupun Khanza berniat membalasnya.

"Hah, bodoh! Aku masih mengharapnya membagi perhatiannya padaku. Mengingat apa yang ku lihat malam itu, sepertinya dia hanya menajdikanku alat pemuas nafsunya. Ya, ini salahku. Aku sudah hancur, aku yang memulainya lebih dulu." Decak pelan Khanza di balik selimut yang saat ini menutupi sekujur tubuhnya.

Lama dia berpikir sembari bergulat dengan selimut tebalnya, entah apa yang harus dia perbuat untuk menyelesaikan semua ini seperti yang di inginkannya. Dia berniat untuk melepaskan lelaki yang saat ini sudah membuatnya selalu tergoda, namun di sisi lain dia tak ingin menyerah begitu saja setelah apa yang selama ini mereka lakukan sudah diluar batas hubungan yang sehat.

"Aku tidak boleh lemah begini, aku harus bangkit dan membuat perhitungan pada nya. Memangnya siapa dia yang berbuat seenaknya memanfaatkan ku, bahkan dia juga selalu mengambil keuntungan dariku. Dia telah berulang kai mengajakku melakukan hubungan intim. Aku tidak akan membiarkan ini usai begitu saja." Ujar Khanza lagi dengan membuka setengah selimutnya. Ia menggigiti bibir bawahnya dengan kesal, serta sedikit menyipitkan matanya menatap langit kamar.

Dengan sekuat tenaga dia beranjak bangun untuk keluar dari kamar karena dua hari ini dia sudah berbaring lemah di atas kasur, dia mulai jengah dan bosan, ingin segera menghirup udara segar meski itu hanya di ruang tamu nya saja. Lantas Khanza berjalan perlahan keluar kamar, tertatih-tatih karena sekujur tubuhnya masih lemah, dia pun berjalan masih dengan selimut yang ia gandeng menutupi kedua bahunya. Kepalanya masih terasa berat, wajahnya tampak memucat hingga kedua bibirnya. Dia kemudian terduduk di sofa tua yang selama ini menghiasi ruang tamu dirumahnya.

"Eh, pergi kemana ibu? Kakak juga, apakah hari ini dia mendapat sift pagi? Apakah semua sudah tidak peduli lagi padaku? Aku sedang sakit, mengapa smeua pada pergi dan tiak ada yang menemaniku dirumah?" ujar Khanza merutuki dirinya sendiri sebelum akhirnya dia memilih berbaring di sofa.

Dan pada akhirnya, sembari berbaring di sofa ruang tamu, perlahan dia mulai tertidur kembali. Entah kenapa suasana siang ini di ruang tamu terasa sangat menenangkan bagi Khanza, sehingga dia mudah tertidur kembali.

"Za, Khanza… bangun, Nak!!!"

Setelah Khanza merasa begitu nyenyak dalam tidurnya, dia mendengar suara lembut yang membangunkannya. Suara itu sudah sangat dia kenal, yang tak lain adalah ibunya. Di usapnya perlahan rambut yang menutupi bagian kening Khanza sejak tadi, hingga dia mulai membuka matanya karena merasakan kehangatan telapak tangan ibunya yang menempel di kening Khanza untuk memastikan kondisinya yang masih demam.

"Hem, ibu. Kau sudah pulang? Kemana saja? aku sejak tadi sendirian disini, bagaimana jika aku tiba-tiba saja jatuh pingsan saat berjalan kemari dari kamarku?" ujar Khanza dengan rengekan, sembari sedikit menggeliat manja di hadapan ibunya. Dia belum menyadari hal apapun saat ibunya sudah datang dan membangunkannya.

"Itu karena kau tidak juga makan sesuatu sejak kemarin, kau mogok makan, meminum pun kau hanya sedikit saja. kau memang menyebalkan, kau tdak kasihan pada ibu, kau sudah dua hari bolos sekolah karena sakit apa kau akan terus begitu?"

"Ibu, aaah… berhentilah memarahiku, aku bilang tidak lapar. Aku hanya ingin tidyr tenang dan nyenyak saja, dan itupun aku masih kesulitan bu." Bantah Khanza dengan memalingkan wajahnya dari hadapan ibunya yang kini tengah duduk di sisinya.

"Ehm, pak. Maafkan jika keadaan rumah kami sedikit berantakan, mari silahkan masuk dan duduklah dulu." Ujar ibu Khanza dengan nada ramah memeprsilahkan seseorang untuk segera memasuki ruang tamunya seraya berdiri, sontak saja membuat Khanza menoleh dengan gerakan cepat di bagian kepalanya.

"Terimakasih, bu. Maaf, saya jadi merepotkan." Jawab seseorang dengan santun yang kini membuat Khanza terpaku menatapnya seakan tak percaya jika sosok laki-laki yang bebrapa hari ini membuatnya kacau hingga jatuh sakit. Laki-laki yang membuatnya merasa patah hati dan ingin menyerah aja akan statusnya saat ini, namun kini dia tengah berdiri nyata di hadapan Khanza setelah beberapa hari menghilang, bahkan sudah satu minggu berlalu.

Kini dia tersenyum hangat dan sangat manis menatap wajah Khanza yang saat ini terduduk menegang dengan mata yang tebuka lebar tanpa berkedip sedikitpun. Lalu kemudian dia menatap sekujur tubuh Khanza dengan senyuman meringis, dilihatnya wajah Khanza yang sedikit kurus, wajah memucat, dan kedua kantung mata yang menghitam. Mata mereka bertemu dengan pandangan yang begitu lekat.


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C30
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ