Sebulan sudah berlalu...
Pak Gibran yang selalu ramah dan tetap sabar dalam mengajar, mulai luluh akan sikap Khanza yang selalu menggodanya.
Diam-diam saat mengajar pak Gibran kerap sekali mencuri pandang pada Khanza.
"Khanza!" Panggil Chika setengah berbisik pada sahabatnya yang sedang mencatat beberapa soal di depan kelas.
"Hmm.. Kenapa?" Jawab Khanza santai tanpa menoleh pada Chika.
"Pak Gibran mandangin elu sejak tadi."
Seketika Khanza menghentikan jemarinya yang sejak tadi meliuk-liuk dengan sebuah pulpen. Kemudian tanpa ragu menatap ke arah pak Gibran. Tanpa sengaja mata mereka bertemu, lalu pak Gibran melempar senyuman tipis pada Khanza.
Melihat hal itu, Khanza membalasnya dengan senyuman nakal. Membuat Chika yang berada di sampingnya sejak tadi mencubit paha Khanza.
"Aw.." Khanza memekik tertahan dan menoleh ke arah Chika.
"Gila ya kau ini, masih saja berani menggodanya. Jangan bilang kalau kalian sudah saling menaruh hati." Ujar Chika menatap tajam pada Khanza. Mendengar ucapan sahabatnya kali ini, membuat Khanza membelalakkan kedua matanya. Dia tampak gusar dan wajahnya merah merona.
"Apaan sih, ya enggak lah. Pak Gibran kan sudah punya anak dan istri, lagi pula aku dan Jordy sudah..."
"Sudah apa?" Tanya Chika dengan penuh rasa penasaran akan jawaban Khanza.
"Aku.. Dan Jordy... Ehm, sudah lah. Lupakan," Jawab Khanza mengalihkan lalu kembali mencatat benerapa soal di papan tulis.
"Kau harus memberitahuku, ada apa antara kau dan Jordy hah?" Chika mencoba memaksa Khanza untuk melanjutkan ucapannya tadi.
"Ehhem, Chika.. Khanza, jika sudah selesai kumpulkan ke depan."
Tiba-tiba pak Gibran menegur mereka yang sejak tadi terus mengobrol. Chika dan Khanza gelagapan setelah mendengar ucapan pak Gibran.
"Be,belum pak. Sebentar lagi," Jawab Chika kemudian. Khanza tertaw cekikikan akan jawaban sahabatnya itu. Bibirnya terlihat jelas gemetaran, namun berusaha tetap tenang.
"Kau harus memberitahuku saat jam istrahat nanti di kantin. Awas ya," Kembali Chika berbisik mengancam Khanza.
Khanza menanggapinya dengan ledekan.
Tak berapa lama kemudian, bel jam istirahat berbunyi. Tampak terdengar seruan dari seluruh siswa siswi karena beberapa soal masih belum terjawab dengan benar.
Tapi tidak dengan Khanza yang dengan semangat meju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawabannya. Di susul kemudian oleh Chika yang sudah tak sabar sejak tadi menahan rasa penasarannya.
"Pak, kasih nilai yang bagus ya." Ujar Khanza dengan mengedipkan matanya pada pak Gibran. Membuat pak Gibran menaikkan salah satu alisnya.
"Dasar kamu, jika jawaban kamu salah semua masa iya bapak kasih nilai 100. Yang ada kamu jadi malas belajar." Jawab pak Gibran.
"Ok, tak apa. Asalkan, jika Khanza tidak lulus dengan nilai terbaik tahun ini. Bapak harus menyetujui untuk berpacaran dengan ku, ok." Ucap Khanza dengan berani kemudian melangkah keluar kelas.
Dalam hati pak Gibran bergumam...
Anak ini semakin berani, tapi entah kenapa aku semakin dibuat tertarik dan bergetar hebat dalam hati.
*****
Tiba di kantin sekolah, Chika langsung menarik tangan Khanza menuju pojok ruangan kantin.
"Aduh, Chika. Apaan?" Keluh Khanza dengan malas. Hari ini dia begitu kurang semangat sejak kejadian malam tadi yang tidak pernah dia duga akan terjadi.
"Ceritain sekarang, ada apa antara kau dengan Jordy. Kalian enggak putus kan?" Tanya Chika dengan tatapan serius.
Khanza terdiam kemudian bersandar pada dinding tembok di belakangnya. Dia menarik nafasnya begitu dalam sembari menundukkan wajahnya dengan lesu, kemudian menatap wajah Chika kembali.
"Aku dan Jordy.. Kami, tanpa sengaja melakukannya semalam." Jawab Khanza tanpa ragu.
"Me..mela-ku-kan apa maksudmu Khanza? Jangan bilang jika kau sudah.. Menyerahkan kehormatanmu pada Jordy?" Tanya Chika dengan bibir gemetar.
"Yah, mau gimana lagi. Semalam kami kehujanan sepulang dari nongkrong di kafe, kami basah kuyup. Jadi Jordy mengajakku berhenti sejenak di rumahnya, dan aku enggak tau jika rumah Jordy sedang sepi. Orang tuanya keluar kota, jadi.. Kami, ya melakukannya."
"Oh Tuhan, Khanza. Kau gila, bagaimana jika kau hamil nantinya? Kita, kita akan segera lulus. Perjalanan kita masih panjang, apa kau tidak memikirkannya?" Ucap Chika mulai ngomel.
"Chika, kau tahu bukan? Aku sekolah disini, dengan susah payah. Dengan keadaan orang tua ku saat ini, sepertinya aku tidak mungkin bisa lanjut ke pendidikan yang lebih tinggi nantinya."
Chika memeluk erat tubuh sahabatnya itu, dia begitu sedih namun juga ingin marah. Ada rasa kecewa dalam hatinya, karena kini sahabatnya sudah tidak suci lagi di usianya saat ini.
"Aku tidak menyangka, jika Jordy akan melakukan ini padamu. Apakah nanti dia akan bertanggung jawab jika kau.. Hamil nantinya, hah?"
"Chika, aku dan Jordy sudah berpacaran setahun lamanya. Dan orang tua ku sudah merestui hubungan kami, jadi ku pikir.. Jordy akan bertanggung jawab."
"Jadi, apakah kau sudah siap dengan segala resikonya? Bagaimana jika kau beneran hamil nantinya Khanza? Kau akan menjadi ibu muda, oh tidak. Aku tidak bisa membayangkannya, itu membuatku merinding."
"Sssst... Sudah lah, aku tak ingin membahasnya lagi. Aku sudah lapar, ayo kita makan dulu." Jawab Khanza mengalihkan ucapan Chika, jika terus di ladeni akan semakin menjadi dan tentu akan membacakan seluruh kitab yang ada di negara ini.
"Baik lah, ayo kita makan. Kau pasti sangat lelah, eh.. Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya? Hahaha, ku dengar, awal melakukannya akan sangat sakit terasa. Apakah benar demikian?" Ucap Chika kembali, Khanza mengeluh akan pertanyaan sahabatnya yang diam-diam punyai pemikiran mesum juga.
"Hmm... Penasaran ya? Atau ingin mencobanya juga? Hahaha." Khanza meledeknya dengan tawa lepas.
"Dih, sialan lu, Za." Jawab Chika dengan wajah memerah di kedua pipinya.
"Hahaha, astaga. Wajahmu merah begitu, aah.. Jika ku ceritakan kau akan semakin penasaran nantinya, yang jelas.. Itu sangat luar biasa, dan jujur membuatku ingin mengulangnya lagi. Hahaha,"
Dengan sengaja Khanza terus menggoda sahabatnya itu, meski jauh di lubuk hatinya. Ada rasa takut menyelimuti, pikiran Khanza masih kosong mengingat hal yang sudah ia lakukan dengan kekasihnya Jordy.
Hubungan ku dengan Jordy, sudah sejauh ini. Bagaimana jika aku benar hamil nantinya, aku belum berpengalaman akan hal ini. Aku belum mengerti, aku tidak tahu harus bagaimana setelah ini dan harus apa?
Langkah Khanza sedikit gontai, dalam hatinya terus bergemuruh akan rasa khawatir juga takut. Berulang kali ia berusaha berpikiran positif dan percaya jika Jordy akan bertanggung jawab jika sesuatu hal buruk terjadi setelah ini.
Namun...
"Khanza, ayo makan. Kenapa diliatin mulu baksonya, nanti keburu dingin."
Ucapan Chika menghentakkan lamunannya saat sudah duduk di sebuah kursi, dengan semangkok bakso yang di pesannya tadi.
"Eh, ya. Hehe, ayo makan." Jawab Khanza kikuk.
"Elu masih kepikiran kejantanan Jordy semalam ya? Hihi.." Bisik Chika cekikikan.
"Cih, masih penasaran?"
" Kagak. Ayo makan !!!" Jawab Chika dengan cetus kemudian menyantap pentol bakso dengan mendenguskan hidungnya.