Sekarang waktu telah menunjukan pukul 23.00 wita.
Aku dan Zhu Zheng saat ini sedang duduk di kursi taman dekat dengan danau yang terlihat sangat cantik dengan hiasan lampu kerlap kerlip. Aku menatap Zhu Zheng yang tengah berdiri beberapa langkah dariku. Saat ini dia sedang menelpon, mungkin saja itu Anita yang menelponya.
Aku menghembuskan napasku. Ini adalah hari kencanku dan Zhu Zheng. Tapi aku merasa, hanya aku sendiri yang menikmatinya.
Zhu Zheng mematikan ponselnya dan berbalik ke arahku. Aku melihat dari tatapan dan ekspresinya, Zhu Zheng sepertinya ingin mengatakan sesuatu, dia kembali menurunkan niatnya, dan melihat ke arah danau dalam diam.
Aku yakin sekali Zhu Zheng pasti merasa sangat bosan berkencan denganku.
"Zhu Zheng, bisahkah kita berfoto bersama?" Ucapku pada Zhu Zheng yang sedang berdiri beberapa langkah dariku sambil menatap danau.
Zhu Zheng tidak merespon bahkan sekedar menoleh ke arahku.
Aku mengambil ponsel dari saku bajuku dan memotret Zhu Zheng dari belakang secara diam-diam.
Tidak masalah jika foto yang aku ambil hanya tampak belakangmu. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia.
"Jam berapa lampionnya akan di terbangkan?" Ucap Zhu Zheng tiba-tiba.
"Jam 12." Ucapku.
Aku berdiri di samping Zhu Zheng, "Apa yang menelponmu tadi Anita?"
"Hmm. Dia menungguku di Apartemen."
"Kalau begitu pulanglah, jangan membuat seorang wanita menunggumu." Ucapku sambil menatap danau yang teduh.
"Tidak. Aku akan menunggu sampai lampionnya di terbangkan."
Drurrruutt ... Drruuutt/5x ... (bunyi telpon).
Zhu Zheng mengambil telponnya yang bergetar dan mengangkatnya.
"Halo. Sedikit lagi aku akan kembali. Tidurlah lebih dulu. Selamat malam." Zhu Zheng pun mematikan sambungan telponya.
"Apa Anita berada di Apartemenmu?"
"Hmm..."
"Apa dia tahu kamu keluar bersamaku?"
"Tidak."
"Ooohh..."
Beberapa saat kemudian. Beberapa orang mulai berlarian di sekitar taman.
"Ayo cepat lampionnya mulai akan di terbangkan." Ucap orang-orang yang berlarian.
Di taman tempat aku berada saat ini adalah tempat yang sangat strategis untuk menonton lampion dengan sangat jelas dan luar biasa.
"Kamu tidak ingin menerbangkan lampion?" Tanya Zhu Zheng padaku.
"Tidak. Mungkin suatu hari nanti, setelah aku menemukan penggantimu." Ucapku sambil tersenyum pada Zhu Zheng.
Dan ... Mungkin hari itu tidak akan pernah ada. Hari di mana aku bisa menemukan penggantimu dalam hidupku. Sambungku kembali dalam hati.
"Tian..."
"Hmm?"
Bwangggg...
Ribuan lampion mulai di terbangkan di langit malam yang di sinari bulan purnama nan indah.
"...makasih... Makasih sudah mau memenuhi keinginanku, dan membuang waktu berhargamu padaku." Ucapku sambil menatap ribuan lampion yang berterbangan di langit malam.
"Mungkin sampai di sini saja. Sesuai janjiku, aku tidak akan pernah lagi mengganggu kehidupanmu." Aku menahan airmataku yang mencoba memgalir keluar dari bola mataku. Aku tidak ingin lagi terlihat menyedihkan di depan Zhu Zheng.
"Kamu masih memiliki waktu sampai jam 9 pagi besok."
Aku menggeleng kepalaku, "Ini sudah lebih dari cukup untuku." Aku menatap Zhu Zheng dengan senyum terbaiku.
Mungkin dalam sebuah kisah cinta romantis, menonton lampion yang di terbangkan di langit malam dengan seseorang yang kamu cintai di sampingmu akan menjadi hal yang luar biasa indah dan bahagia.
Dan dalam beberapa film romansa, mungkin akan berakhir di sini dengan ciuman atau pegangan tangan, serta akan berakhir dengan Happy Ending.
Tapi semua itu berbanding terbalik dengan kisah cintaku.
Kisah cinta yang tidak akan pernah terbalaskan.
Oleh seorang pria bernama Zhu Zheng yang merupakan teman....
Satu Universitasku...
.
.
.
Bersambung . . .