Kemudian lampu mendadak mati.
Aku ikut mati ditempat. Gugup menguasai ku.
Dengan cepat ku hidupkan senter di ponsel ku. Saat itu juga suara petir menderu diluar membuat ku kaget dan ponsel terjatuh kebawah.
Perlahan aku menuruni tangga dengan hati hati. Aku takut kalau kaki ku salah langkah aku jatuh dari tangga dan ini bahaya untuk ku dan anak ku.
Serasa sampai didasar aku mencari keberadaan ponsel ku. Meraba nya di lantai dengan jantung berdebar kencang.
Suara petir kembali terdengar membuat ku nyaris terjungkal. Nafas ku masih tak beraturan.
Ting tong..
Bell kembali berbunyi. Mata ku mengarah ke pintu. Aku harus menemukan ponsel ku dulu untuk penerangan. Beberapa datik aku mencari nya hingga menemukan ponsel itu disana. Ada sedikit kelegaan mendapat penerangan. Aku berjalan cepat menuju pintu yang tak lagi berbunyi.
Pintu ku buka. Angin deras langsung menyusup ketubuh ku. Tak ada siapapun disana. Hanya sebuah kotak kardus kecil.
Ku toleh ke kanan dan kekiri. Tak ada siapa siapa.
Rasa penasaran menguasai ku. Kotam itu aku ambil. Dan membuka nya.
Bruk..
Aku terjungkal kebrlakang melempar kotak itu hingga isi nya keluar. Mata ku nanar dengan ketakutan luar biasa. Kaki ini juga sangat gemetaran.
Bagaimana tidak dalam kardus itu itu sebuah boneka bayi dengan berlumuran darah dan ada pisau menancap di kepala nya.
Dengan gemetar aku mencari keberadaan kunci mobil yang menggantung di dekat despenser.
Bahkan aku merasa ada yang mengawasi ku di berbagai tempat.
Tanpa menunggu lama aku lari menembus hujan menuju mobil ku yang tak jauh dari rumah. Semakin aku berlari semakin aku merasa diikuti dan suara suara memanggil-manggil nama ku. Tangis ku pecah dalam ketakutan.
Hingga masuk dalam mobil aku sedikit tenang. Tangan ku gemetara hebat saat memasukan kunci mobil. Yang aku pikirkan saat ini adalah aku harus pergi dari sini.
Jelas aku sudah mendapat teror mengerikan. Dan ini pasti ulah Devan. Dia sungguh melakukan nya padaku!
Dengan gila aku memacu kecepatan mobil. Tak peduli dengan hujan dan lalu lintas. Bayanga boneka bayi tadi masih menempel kuat di kepala ku juga bayangan mimpi buruk itu. Membuat ku hampir gila.
Mata ku menangkap mobil Suv hitam di belakang yang seperti mengikuti. Semakin aku cepat mobil itu juga semakin cepat.
Bruk..
Aku menabrak gerobak didepan sana. Mobil ini agak oleng dan suara decitan rem menggema dengan terhuying nya tubuh ku. Perut ini membentur dashboard. Membuat rasa sakit tak terhingga.
Mobil kemudian berhenti. Aku kembali memacu gas beberapa lalu lintas kacau karena ulah ku.
Mataku kembali tegang dengan mobil hitam dibelakang sana yang terus mengikuti.
Rasa mules hebat tiba tiba saja muncul disertai rasa sakit yang teramat.
Tangan kanan ku berpegangan pada sisi bangku.
Desakan lain seolah membuat ku menjerit sakit. Aku memperlambat kemudi. Nafas ini terputus putus. Rasa sakit yang sangat mengerikan. seolah tulang ini dicabut dari tubuh ku. Kedua kaki ku kulebarkan karena desakan yang menjadi jadi. Kulihat darah mengalir dari pangkal paha ku. Menembus merah ke dress yang aku pakai.
Laju mobil ini melambat dan mungkin terhenti. Aku berada di tengah persimpangan jalan.
Aku menjerit kesakitan. Rasanya aku akan melahirkan saat itu juga. Tangan ku menggapai jendela dengan membabi buta hingga menjerit lagi.
Sorotan lampu terlihat di depan sana. Rasa kaget ku dan rasa sakit menjadi satu saat ada mobil Truk didepan sana mejau sangat kencang.
Mata ku terpejam melihat cahaya lampu truk itu, seolah waktu melambat bibir ku tersenyum didepan sana ada bayangan gadis kecil cantik yang sangat mirip dengan ku waktu kecil. Rambut hitam legam. Kulit pucat dengan bibir ranum kemerahan. Hanya saja manik mata nya gelap seperti mutiara hitam.
Apa aku berhalusinasi melihat anak ku dimasa depan.
Hmmm
Mungkin ini kejutan Tuhan aku bisa melihat wajah anak ku sebelum ajal menjemputku.
Aku menikmati nya. Terimakasih Tuhan..
Kemudian kulihat mobil Suv hitam tadi melaju didepan ku. Sangat kencang dan tabrakan mengerikan terjadi didepan mata ku begitu saja. Truk itu berarak melintasi mobil yang ku pakai. Hingga hantamna keras terdengar dibelakang.
Terlihat ada percikan api muncul dari mobil SUV itu. Hanya bayangan seseorang pengemudi disana seperti tak sadarkan diri. Dengan bayangan kepalanya menyentuh kemudinya.
Siapa..
Siapa dia
Yang menyelamatkan ku.
Rasa sakit kembali mendera. Aku kembali menjerit kesakitan. Tubuh ku sangat lemas otot otot ku kembali ditarik paksa.
Hingga suara ledakan dahsyat terdengar. Mobil SUV itu meledak. Bahkan kaca mobil ku ikut pecah mendapat getaran ledakan itu. Seketika tubuh ku lemas seperti angin. Pandangan ku gelap saat itu juga.
*
*
*
Harus nya aku mati saja malam itu di tabrak dengan Truk itu.
Tapi kenapa kembali diberikan nafas saat semua nya sudah di ambil dari ku.
Aku berharap aku bisa melupakan rasa sakit ini dan hilang ingatan lagi. Ini teramat sakit sangat sakit. Rasanya ingin mehapus memory ini kalau aku pernah mengandung. Pernah merasakan ada kehidupan di dalam perut ini. Meresapi hari demi hari mybaby tumbuh dalam rahim ini Merasakan gerakan nya dan menjaga nya penuh cinta kasih.
Tapi tetap saja Kenyataan adalah hal tersakit yang pernah ada. Otak ini menolak melupakan nya.
Aku terbangun seminggu kemudian dari kejadian mengerikan itu. Dan hal yang membuat jiwa ini mati adalah berita meninggal nya anak yang belum sempat aku lahirkan sendiri.
Aku terpukul
Sangat
Berharap aku bisa menemani anak ku saja.
Tapi ada tekad yang membuat ku tak bisa mati dengan tenang. Dia harus mendapat balasan dari semua yang ia perbuat.
Aku yakin ini perbuatan dia. Dia sudah mengancamku dan membuat teror yang membuat ku ketakutan hingga lari keluar.
Ya dia Ayah biologis anak ku yang sudah tiada. Devan eks husband ku harus menerima balasan yang aku rasakan, menerima setiap tangisan ku yang tiada berhenti. Aku ingin membuat nya menghilang dari dunia ini.
Aku bangkit dari tanah kuburan anak ku yang masih basah. Tangis ini harus ia bayar dengan nyawa.
" Lena..."
Nita mengekori ku Nita datang setelah mendengar berita duka. Ia masih teguh memayungi ku disana.
Aku tak mengubris panggilan Nita maupun Susan dibelakang ku.
Dengan langkah kasar aku keluar dari area pemakaman menuju mobilku yang terparkir tak jauh dari sana.
Tak hanya Susan Jordan juga mengejar ku.
" Kamu mau kemana..." Cegat Jordan berhasil menahan pintu mobil dengan kuat.
Aku tak menjawab nya. Kunci mobil ku masukan dengan cepat. Kalau saja J tidak gesit ia bisa saja terseret dalam mobil yang langsung aku injak pegal gas nya. Ia masuk ke pintu belakang.
" Alena.. Kamu bahkan belum pulih. Kamu mau kemana..." Tanya nya dibelakang ku lalu menerobos masuk kedepan ke kursi penumpang depan.
Mata ku hanya fokus kedepan. Aku memang tak bicara sejak aku siuman tepat nya saat Anak ku dikatakan meninggal.
Aku tak menghiraukan nya dan terus mengemudi.
Aku masih ingat jalan menuju rumah mantan mertua ku. Mungkin saja ia bersembunyi disana. Barangkali keberuntungan sedang berpihak padaku.
Rumah besar Bak Istana itu dengan mudah aku masuki karena penjaganya mengenali wajah ku.
Aku keluar dengan cepat. Mendorong pintu utama disana disana saat pelayan dirumah itu membukakan pintu. Tampak Mbok Wiss didepan sana. Ia mau menyapa ku tapi aku mengabaikan nya aku masuk langsung dan menuju dapur mengambil sebilah pisau dapur. Lalu mencari keberadaan pembunuh itu.
" Alena...
Suara wanita dibelakang ku tampak Mami syok melihat kedatangan ku. Matanya lalu bergerak melihat Jordan. Mami sedang duduk dengan Papi. Pria berumur yang tak pernah lagi aku ingat rupanya. Pria itu versi Devan tua, rasanya aku makin marah melihat wajah yang mirip dengan Devan.
Mata Mami lalu membulat melihat pisau di tangan kanan ku.
" Dimana Devan?" Tanya ku dengan suara serak.
Mami tampak masih kaget. Ia bertukar pandang dengan Papi, tampak jelas Mami ketakutan dengan apa yang aku bawa.
" Dimana dia Mami... Dimana pembunuh itu" Teriak ku murka. Seketika tubuh ku bergetar hebat. Aku menjerit dan menangis mengacungkan pisau.
" Dimana Mami sembunyikan pembunuh itu" Teriak ku dengan mencari cari sosok pembunuh itu. Aku lalu naik keatas ke lantai 2 yang ku ingat aku pernah ke rumah ini saat Dave mengajak ku kerumah nya dan itu lama sekali. Tapi aku ingat tata letak kamar kamar disana yang belum berubah.
Suara panggilan Jordan dan orang orang disana tak kuhiraukan. Tujuan ku cuman satu. Membuat pembunuh ini membayar apa yang ia perbuat.
Aku membuka satu persaru kamar disana. dan tak menemukan Devan. Bahkan jejak keberadaan nya juga tak ada.
" Alena.. sayang.. Tenang kan dirimu. Kita bicara baik baik " Kata Mami yang aku tangkap.
Aku menoleh kearahnya di belakang ku ada beberapa orang. ada Jordan, Mami Papi dan penjaga 2 orang yang siap menangkap ku.
" Bicara baik baik! Apa Mami tau! Putera kesayangan Mami sudah membunuh anak ku?" Kata ku dengan getir hebat menyebut kata anak ku.
Mami tampak kaget ia juga terhuyung, Papi segera memapah nya. Aku tak peduli dengan respon Mami. Aku menerobos kerumunan itu menuju kamar lain dan mencari keberadaan Devan yang tak kunjung ku temukan. Aku turun kebawah dan mencari cari kamar yang bisa membuat ku yakin pria itu kutemukan detik ini juga. Tapi nihil. Ini membuatku gila. Aku harus menemukan nya dan mencabik nya.
" Alena.. Hentikan...
Jordan tiba tiba datang dan menerjang tangan ku. Ia memukul tangan ku hingga pisau itu terlempar jauh. Rasa sakit ditangan ini tak begitu besar dari pada sakit tidak menemukan sosok pembunuh itu.
" Sadar Alena!" Teriak nya mendengungkan telinga. tangan nya dengan kuat mencengkram.
Aku melihat nya dengan tajam. Menatap Jordan marah, kenapa ia menghentikan apa yang kulakukan tidak kah ia tau bagaimana aku nyaris gila sekarang.
" Berhenti.. Aku mohon" Katanya dengan suara lebih rendah. Menatap ku dalam.
" Bukan hanya kamu kehilangan tapi aku juga, Papa, Susan dan semua nya. Kumohon kendalikan emosi mu Alena...
Aku meneguk liur yang terasa berduri. Rasanya sangat rapuh saat ini. Serasa dunia
benar benar berhenti ketika ada titik kesadaran yang datang.
lutut ini kembali lemah dan tubuh ku menjelma sekantung pasir, hanya kegelapan yang terlihat dan sayup sayup suara memanggil nama Alena berulang kali.
*
*
*
Author Pov...
Jordan berdiri agak membungkuk. Menghadap estalase besar di apartement nya. Kaca besar yang langsung menghadap kota besar Jakarta dengan pemandangan kerlap kerlip lampu kota yang sangat indah, tapi hati nya tak seindah pemandangan disana. Mata nya menatap tajam sudut disana dengan memegang kuat pegangan nya pada kedua sisi tangan nya.
Ada semacam radio rekaman di sisi meja. Ia baru saja mendapat ancama dari Hitler. Paman nya yang serakah, menginginkan warisan Kakek nya masih saja menggandrungi nya dengan tindak tanduk kesepakatan yang ia ajukan untuk tidak memberikan rekaman disana.
Hitler baru saja menemui nya. Memberikan kompensasi yang ingin ia dapatkan dengan pertukaran rekaman suara yang berhasil ia dapatkan. Hitler mengancam akan memberikan rekaman itu kalau J tidak mengikuti saran nya.
Pria rakus itu menginginkan J menikahi Valen. Keponakan istri nya.
J tidak bodoh. Hitler hanya ingin mengendalikan nya dibawah Valen kalau keinginan nya terwujud. Paman serakah nya itu bukan hanya ingin harta warisan kakek nya tapi juga kekayaan keluarga nya. Ia tau betul bagaimana gigih nya Hitler menginginkan kematian nya beberapa kali. Walau beberapa bulan lalu ia sudah membuat pernyataan untuk menolak warisan itu membagai nya secara rata kepada seluruh keluarga besar nya. Ia hanya tak ingin Alena ikut di serang kalau keluarga nya masih mengincar warisan itu. Ternyata Hitler masih mengejarnya ke Indonesia. Menggunakan Alena untuk ancaman nya.
" Apa yang kamu dapatkan!" Tanya nya serasa ada yang datang di belakang. Ia memang menunggu kedatangan Randy. Orang kepercayaan nya.
" Tidak ada jejak mereka terhubung! "
Jordan berbalik dengan rahang mengeras, ia tampak kacau saat ini apalagi dengan ancaman Hitler.
" Ini murni hanya Hitler??"
" Jejak telepon nya tidak ada panggilan dari Devan. Aku rasa ia hanya sendiri" Sahut Randy yakin.
J menyimak perkataan Randy. Ia curiga Hitler kerja sama dengan Devan. Karena orang itu berada disaat kejadian. Ada rasa tenang yang mehinggapi.
" Bagus lah. Kamu pantau terus Hitler! Retas rekaman yang ia simpan di komputer nya atau ponsel nya. Hilangkan rekaman itu" Perintah Jordan dengan tegas, " Hubungi aku secepat nya kalau sudah melenyapkan rekaman nya"
" Baik! Tapi apa benar yang rekaman itu?" Tanya Randy sedikit berani. Ia bertanya sebagai teman Alena dan J. Bukan atasan juga bawahan.
Randy melihat J dengan sedikit amarah walau ia tidak berani melanggar beberapa etika pada J.
Ia tau J.
Jordan punya segala nya dan kekuasaan dalam wujud nya yang tampak seperti malaikat.
Jordan tersenyum lalu menepuk bahu Randy.
" Itu hanya sepenggal rekaman. Semua nya perbuatan Hitler. Ia ingin Alena membenci ku! Dan menyerahkan Valen untuk ambisinya" Sahut Jordan meyakinkan Randy yang masih mengawasi seperti tidak percaya.
" Aku cukup lega mendengarnya"
" Kamu tau aku dan Alena sudah lama bersama bukan! Tidak mungkin aku tega menyakitinya!! " Kata Jordan kembali mengingat kan. Ia punya was was juga pada Randy yang mempunyai kemampuan meretas. Randy memiliki bakat yang berpotensi tinggi, ia menemukan nya saat sayembara masalah kebocoran perusahaan nya waktu itu dan kebetulan itu Randy, meski Randy berpotensi. Orang seperti Randy dengan mudah ia temukan. Ada beberapa jenis Randy yang ia simpan untuk keperluan nya walau Randy yang terbaik.
Randy mengangguk. Ia lalu berlalu dari sana serasa dirinya sudah cukup menghadap atasan juga teman lama nya itu.
Tapi dalam lubuk hatinya ia merasa ada yang salah. Isi rekaman yang ia dengar memang membuat nya curiga dengan Jordan.
Sepeninggalan Randy. Jordan melirik kesamping ada Diego sekretaris kepercayaan nya.
" Kamu sudah lihat bukan. Awasi dia" Perintah nya pada Diego.
" Yes sir..
Diego lalu ikut menarik diri dari sana.
Jordan lalu mengitari meja bar mengambil Champagne dna menuang nya kegelas nya. Memutar mutar beberapa kali sebelum meminum nya.
Ponsel nya berbunyi. Ada nama lain disana.
" Bagaimana? Apa sudah menemukan pemilik mobil SUV hitam itu??"
Bibir nya mengendur mendengar nama yang disampaikan orang yang menghubungi nya.
Ponsel itu turun dan ia genggam erat.
Kemudian ponsel itu ia angkat lagi.
" Cari keberadaan nya. Jadwal kan pertemuan kami"
Si penelepon mengiyakan dan telepon mereka terputus.
Jordan kembali menikmati minuman nya.
Serasa cukup ia turun dari sana kembali mengenakan jaket nya. Pria itu menuju mension nya. Saat ini Alena ditempat kan disana. Sudah sepekan lebih Alena disana. Itu juga dari persetujuan Papa nya. Alena perlu tempat yang tenang tapi tetap pengawasan serta dukungan dari sekeliling nya, untuk sementara Susan dan Nita juga tinggal disana.
" Eh.. Jord.. "
" Alena?"
Nita mengendikan bahu mengisyaratkan Alena didalam. Jordan masuk kedalam.
Mension nya cukup luas. Pria itu mengikuti suara Susan yang ada di balkon belakangbelakang, dan Alena memang bersama Susan. Entah apa yang mereka bicarakan. Alena terlihat tidak menyimak ia hanya mendengarkan tapi tatapan matanya kosong.
Susan memberi sinyal pada Alena kalau ada Jordan.
" Hey.. Ladies.. Sedang menggosip?" Sapa J bergabung duduk di belakang Alena.
" Hanya seputar cewek, pizza jord? Susan menyodorkan loyang pizza yang masih ada beberapa bagian.
" Thanks sudah kenyang" Sahut J sopan.
" Okey. Silahkan kalian ngobrol. Aku mau cek email di laptop dulu" Kata Susan paham dengan kedatangan J disana ia harus undur diri. Susan beranjak dari sana meninggalkan balkon yang menghadap ke jazucci kecil.
Ada Nita di dekat pintu seperti mengintip.
" Eh Nit. Ngagetin aja. Ngapain kamu disitu? Kayak ngintip aja.. Kita ke kamar yuk.." Ajak Susan menarik tangan Nita.
Nita menoleh lagi ke belakang tapi ia tetap mengikuti Susan.
" Kamu kenapa sih Nit, aku perhatian kamu liat J kayak ada sesuatu gitu" Tanya Susan yang memang curiga dengan sikap Nita pada Jordan.
Anita bisa menyurigai Nita ini sangat buruk sebagai mata mata. Cara nya terlalu mencolok.
Nita mengalihkan mata nya ketempat lain. " Ga ada" Sahut nya sambil menggaruk pangkal hidung nya. Susan menilik ke iris mata Nita yang membesar. Ia tersenyum tipis. Nita sedang berbohong, ia tau itu.
" Apa yang kamu sembunyikan?" Tanya Susan memegang lengan Nita, ia berupaya memberikan sentuhan nya pada Nita agar gadis ini terbuka dan mengatakan nya.
Nita melihat kedalam mata Susan sebentar, ia tau Susan adalah tempat terpecaya dari semua rahasia.
Gadis ini mendadak gugup, ia lalu mendekat pada Susan
" Aaku hanya tidak percaya kalau Pak Devan sekeji itu pada Alena, ini terlalu ekstrim.. Kau tau. Kalau truk itu juga serangan Pak Devan itu bukan hanya membunuh anak Alena tapi juga Alena." Bisik Nita dengan suara rendah, Nita memang tidak mengetahui anak yang kandung Alena darah daging Devan.
Susan dan Alena menutupinya karena Nita mengenal Rudy. Orangnya Devan.
Susan mengangguk.
" Jangan lupa, Devan beberapa kali melakukan KDRT!
Nita tercekat membenarkan perkataan Susan.
" Tapi. Bisa juga kan. Ini juga ulah keluarga Jordan. Bukan nya kamu bilang kalau Alena tidak di restui dan ada perebutan warisan?"
Susan mengangguk. Perkiraan Nita memang mendasar.
Apalagi dari cerita Alena, kecelakaan dan penembakan yang dialami Jordan karena perbuatan keluarga nya, menginginkan warisan itu agar tidak jatuh di tangan Jordan.
" Mereka membuat ini seolah olah perbuatan Devan" Terlintas pikiran itu di kepala Nita. Ia merasa argumen nya benar. Ia menepuk kedua tangan nya lalu mengusap dagunya. " J menutupi nya. Ia takut Alena akan membenci nya kalau ini terkuak! Bagaimana menurut mu??" Wajah Nita sudah seperti detektif yang berhasil memecahkan masalah.
" Bisa saja J melakukan nya agar Alena membenci Devan! Benar tidak!!!
Susan mengerinyit, gara gara penalaran Nita ia ikut menebak nebak dan memikirkan perkataan Nita. Dari awal ia memang sangsi kalau ini perbuatan Devan. Pria itu cenderung langsung melakukan aksi dari penyerangan perusahaan minggu lalu.
" Kamu masih kontak dengan Rudy?" Tanya nya di tengah wajah cerah Nita yang sudah merasa benar dalam argumen nya.
" Ga terlalu sih. Tapi sudah seminggu ini dia tidak membaca pesan ku. Kenapa memang...?
Susan tersenyum, timbul ide di benak nya.
*
*
*
" Bagaimana dengan keadaan mu?" Tanya J menatap teduh wanita yang duduk di kursi itu.
Alena mengangguk " Begini saja" Sahut nya memang masih terasa terpukul.
Kalau bukan karena Susan dan Nita selalu mengajak nya ngobrol pikiran nya bisa saja hilang entah kemana.
Jordan menatap sedih pada Alena. Hatinya memang sangat sakit melihat Alena seperti ini.
Ia lalu duduk didepan Alena. Membungkuk dan mencium punggung tangan wanita itu.
Alena mendelik kearah nya. Mata nya melihat Jordan dengan kosong.
" Jujur.. Ini sangat tak adil bagiku Alena..., aku tau kamu masih kehilangan tapi kumohon jangan buat dirimu menderita, ada aku dan semua yang menyanyangi mu.. Tidak bisa kah kamu menyembuhkan luka dihati mu untuk kami.. "
Alis Alena mengerinyit. Ia agak tak suka dengan perkataan Jordan. Ia masih ingin membuat luka nya masih terasa seperti sekarang.
" Ini memang waktu yang tidak pas, tapi aku ingin membalut luka mu dengan pernikahan kita. Biarkan bayi mu tenang di sana, dia akan sedih melihat mu seperti ini Alena. Dia ingin Mommy nya bahagia. Kita akan bangun keluarga yang baru dan aku akan menjadikan mu Ibu lagi untuk anak anak kita"
Alena masih menatap kearah Jordan. Menyimak perkataan Jordan. Air mata nya menetes disana. Ini serasa tak adil bagi nya. Serasa di paksa tapi ia juga sadar kalau ia tak bisa berlarut larut membuat nya menderita seperti ini. Mungkin pilihan Jordan ada benarnya. Ia ingin anak nya bahagia melihat dirinya bahagia.