"Oh ya,bagaimana dengan keluargamu? Maksudku,kau pasti punya keluarga yang sangat hebat.Seriously,anak mereka adalah salah satu penerima beasiswa New York University!! Mereka pasti sangat bangga kepadamu ya??"
Senyuman Oliv mendadak hilang ketika kata demi kata itu muncul dari bibir Alva.Keluarga hebat?? Sialan. Ibunya kabur saat dia berumur 2 tahun. Ayahnya suka mabuk mabukan dan menyiksanya. Dan yang lebih parah,dia hampir saja dijual oleh ayah kandungnya sendiri.
Entah mengapa, tubuh Oliv tiba tiba bergetar ketika lagi lagi,kejadian itu teringat jelas di kepala Oliv Seringaian sinis,tatapan lapar,sentuhan sentuhan yang membuat Oliv ingin sekali merobek kulitnya sendiri agar tidak menyisakan apapun.Karena percayalah,hal itu benar benar menjijikkan.
"Oliv,are you okey?" Alva terkejut meli&at perubahan sikap Oliv.Dan tanpa pikir panjang,pria itu memeluk tubuh mungil Oliv.Membuat tangis gadis itu pecah.
"You are not okey" ucap Alva lagi seraya mengelus punggung Oliv.Ya, Alva seharusnya tahu,sejak hari pertama ia bertemu Oliv,ada sesuatu yang gadis itu tahan dan sembunyikan rapi rapi.
Dan kini,ia seolah melihat sesuatu yang sedang Oliv sembunyikan itu terkuak.Membuat lukanya terbuka. Dan Alva yakin,semua itu karena dirinya.
"I am sorry, I am sorry" Alva menutup matanya seraya mengelus kepala Oliv. Gadis itu masih sesenggukan.
"Baiklah,jangan bicarakan apapun tentang mereka jika itu membuat sakit. Lupakan semuanya,Oliv" ucap Alva seraya mempererat pelukannya,membuat Olivsemakin menangisdi pelukan Alva.
Semua yang ia alami selalu membuat Oliv merasa gila. Dia akan menangis hingga air matanya bahkan tidak bisa lagi ai keluarkan. Dia akan berteriak hingga suaranya menghilang. Dia akan menyakiti dirinya sendiri hanya untuk mengalihkan rasa sakit ketika mengingat kejadian itu.
Namun, saat ini, rasanya berbeda.Dia hanya butuh pelukan Alva untuk meredakan semuanya.Tidak hilang,tapi cukup ampuh untuk meringankannya.
"I wanna die. I want. I want to die. I want to die so I can forget all the stupit shits happened in my stupid life. I want to die,Alva!! Just tell me the fuckin reason why should I still alive and live this bullshit!!" cercah Oliv,membuat Alva menarik wajah Oliv.Menatap gadis itu sejenak,sebelum akhirnya melumat bibir merah muda Oliv. Membuat gadis itu tersentak kaget,namun tidak punya kuasa untuk membalas ataupun menolaknya. Ia hanya merasakan bwtapa manisnya bibir Alva.
"Baiklah, waktu kita disini sudah cukup. Sekarang,aku akan membawamu ke tempat lain."
❤❤❤❤❤
Oliv menghapus sisa sisa air matanya ketika menyadaru mereka sedang berhenti di rumah berwarna putih dengan lapangan yang cukup lebar. Gadis itu tidaj bisa menahan rasa penasaran lebih lama,"Dimana ini?? Kenapa kita disini??"
Alva tersenyum,"To give you a reason why should you live this bullshit."
Oliv tidak mengerti.Namun gadis itu memilih untuk mengikuti alva yang tengah memasuki ruang putih itu.
"Alva!! Oh, ya Ampun!! Kau sudah lama tidak berkunjungke sini!!" Seorang wanita paruh baya tampak tersenyum lebar seraya memeluk tubuh Alva,membuat pria itu membalas pelukan si wanita dengan tawa yang renyah.
"Maafkan aku,nyonya Kathrine. Aku sedang sibuk dengan kuliahku" balas Alva membuat wanita itu tersenyum dan melirik Oliv yang tengah berdiri di belakang Alva.
"Kau tidak datang dengan ayahmu?? Tetapi dengan seorang gadis??" Kathrine menyeringai,membuat Alva tersenyum hangat,"Apakah anak anak ada di dalam?"
Kathrine mengangguk,"Iya, memang sedang istirahat di kebun belakang.Silahkan masuk"
Kemudian,Alva memberikan kode kepada Oliv untuk mengikutinya. Oliv pun menurut,karena sejujurnya, Oliv juga tidak tahu tempat apa ini serta alasan Alva mengajaknya ke sini.
Mereka sampai di sebuah taman yang cukup luas,penuh dengan anak anak yang sedang bermain berbagai permainan. Dan yang membiat Oliv terkejut adalah sebagian anak anak tersebut memiliki disabilitas.
"Alva,sebenarnya ini dimana??" setelah diam terlalu lama,akhirnya Oliv bertanya. Membuat Alva tersenyum seraya merangkul bahu Oliv," Ini yayasan yatim piatu luar biasa. Ayahku salah satu donatur tetap,jadi kami selalu kesini setidaknya setiap bulan.Tapi akhir akhir ini,aku jarang ikut Ayah"
Oliv manggut manggut. Pandangannya memutar pada setiap sisi kebun. Ada beberapa anak yang sedang bermain bola,tetapi yang membuat Oliv trenyuh,salah satu dari mereka tidak punya kaki kiri. Kemudian,ada anak yang sedang berbicara di depan teman temannya,seolah sedang menceritakan kejadian menarik yang ia alami. Ada pula gadis di atas kursi roda yang srdang menyiram bunga. Hal hal itu entah mengapa membuat Oliv tersenyum lebar.
"Lihat itu" Alva menunjuk seorang lelaki cilik yang sedang bermain bola.
"Namanya Richard. Dia kehilangan kakinya sejak umur 3 bulan karena kanker ganas. Dan saat itu,orang tua mereka meninggalkannya di rumah sakit tanpa tanggung jawab" jelas Alva
"Dan gadis yang sedang bercerita di depan teman temannya itu. Namanya Shelby. Dia tuli sejak lahir." Alva kini menunjuk seorang gadis yang Oliv pikir sedang menceritakan hal menarik tadi.
"Jika kau lihat gadis kecil yang sedang menyiram bunga, namanya Diamond. Ia mengalami sindrom turner." lanjut Alva
"Tanyakan pada mereka alasan untuk hidup,Oliv" Alva tersenyum,membuat Oliv menatap pria itu tanpa berkedip
"Richard kehilangan kedua orang tuanya. Dia juga kehilangan kaki kirinya.Tapi dia masih bermain bola"
"Shelby tidak bisa mendengar sejak lahir. Dia pun susah berbicara. Namun dia tetap bercerita tentang pengalamannya kepada teman temannya."
"Diamond seharusnya merutuki kehidupan tidak sempurnanya.Tapi dia justru merawat bunga bunga agar hidup sempurna melalui ketidak sempurnaannya."
Ucapan demi ucapan yang Alva keluarkan seolah menjadi pedang yang mampu menghujam jantung Oliv. Alva benar. Gadis itu teralalu merutuki kehidupannya. Terlalu berharap untuk mati. Hingga ia lupa jika ada anak anak seperti mereka yang justru harus berjuang mati matian untuk bertahan hidup. Air mata Oliv mendadak turun.
Oliv tersenyum, pria itu menarik tubuh Oliv agar bisa berhadapan dengannya. Diraihnya kedua bahu Oliv,kemudian ditatapnya mata hitam Oliv begitu intens,"Aku tidak akan menyuruhmu untuk berhenti menangis,Olivia. Aku juga tidak akan menyuruhmu menceritakan masalahmu kepadaku."
"Tapi kau harus ingat,Oliv. Jika kau sedang sedih, sedang ingat akan masa lalu yang menyakitkan, yang membuatmu berpikir untuk mati dan menyiksa dirimu sendiri." Alva menghela nafas panjang," Ingatlah bahwa masih banyak orang yang lebih sedih dan mengalami kejadian yang lebih menyakitkan. Ingatlah bahwa hidupmu belum berakhir. Ingatlah bahwa kau harus kuat menghadapinya. Dan ingatlah, bahwa kita semua berhak untuk satu harapan lainnya."
Oliv tersenyum. Gadis itu semakin menatap mata coklat Alva yang begitu meneduhkannya. Alva sungguh berbeda. Ya,Alva berbeda dengan pria lainnya yang hanya butuh tubuhnya. Alva berbeda dengan pria lainnya yang mendekatinya untuk keuntungam mereka. Alva sungguh berbeda. Dan Alva, membuat Oliv sadar bahwa ia masih punya alasan untuk hidup di dunia yang menyakitkan. Alva memberikan Oliv alasan,dan tanpa Oliv sadari, Alva sendirilahyang akan menjadi alasan Oliv untuk hidup.