ดาวน์โหลดแอป
71.42% Jalan Cerita hidupku / Chapter 10: Jangan Pergi

บท 10: Jangan Pergi

Merekapun sampai di bukit tersebut. Tak ada satu dua kata lagi yang terlontar dari mulut Mereka, setelah menyatakan perasaan masing-masing. Suasana tiba-tiba menjadi canggung, hingga Joe mencoba untuk mencairkan suasana.

"Hmm... Val bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Bertanyalah, apapun akan ku jawab." ucap valen dengan senyuman menawannya.

"Jika sebuah mobil menuju ke kota A dengan jarak tempuh 2 km, dengan kecepatan rata-rata 80 km per jam,berapa kali pak supir istirahat?" tanya Joe dengan muka polosnya.

"Eh.. Eh.... Pertanyaan macam apa itu"

"Hhhhhh.....ayo jawab, katanya apapun akan kau jawab" Joe tertawa.

Valen, "..."

"Hhhhhh... Hentikan wajah bingungmu, itu terlihat sangat lucu... Hhhhh..." Joe tak bisa berhenti tertawa.

Valen langsung menggelitiki Joe sampai dia benar-benar tak bisa berhenti tertawa.

"ini kan... Yang kau anggap lucu, sini aq gelitiki, biar kamu tertawa terus..."

"Hhhh.. Hhh. Hen.. Hentikan Val, itu sangat geli... A.. Aku menyerah, tolong hentikan hhhh..."

Valen berhenti saat tubuhnya sudah diatas Joe. Muka Joe yang tadinya merah, menjadi semakin memerah. Valen mendekati Joe dan semakin mendekat. Tapi sebelum Valen berhasil menciumnya, Joe mendorong badan valen dengan keras. Valen terhempas jauh dari Joe dan Diapun langsung terdiam. Joe saat itu merasa bersalah, dan berkata

"Val, maafkan aku. Itu.. Itu aku nggak sengaja."

Joe langsung menghampiri dan duduk disebelah valen yang terdiam.

"Val, tatap aku. Aku minta maaf."

Joe memegang kepala valen dan menghadapkan ke wajahnya. Dia melihat wajah valen yang hanya terdiam dan menunduk. Joe langsung memegang dagu valen dan menghadapkan ke wajahnya, tepat di depan wajah Joe. Dia langsung mengecup bibir Valen dengan begitu perlahan, begitu perlahannya sampai valen menikmati permainan tersebut. Valen tak mau kalah, dia langsung membalas ciuman itu yang awalnya dengan sangat perlahan hingga kasar. Ciuman yang penuh nafsu dan bergairah itu tak berhenti menyerang bibir Joe yang mungil, hingga gigitan-gigitan kecil yang valen berikan, membuat Joe mengeluarkan desahan yang penuh nikmat. Tapi entah mengapa, saat itu valen langsung berhenti. Dan keheninganpun terjadi lagi. Suasana kembali canggung saat itu. Sampai Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Waktu telah menunjukkan pukul 1.

"Val, kenapa waktu begitu cepat? Aku tidak mau kau pergi, aku ingin terus seperti ini, terus bersamamu." Ucap Joe sambil memeluk Valen, dimana posisi saat itu Joe tidur di pangkuan valen. Valen yang saat itu hanya bisa pasrah mengusap-usap kepala Joe dan berkata

" Percayalah pada takdir, aku yakin suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali." mencoba menenangkan Joe.

"Kita harus segera pulang, ini sudah terlalu larut." kata Joe.

Merekapun segera bergegas untuk pulang. Dijalan Joe memeluk Valen dengan erat, dan tiba-tiba hujan mengguyur deras.

"Eh eh...apaan ini, kenapa langsung deres gini?." Valen kesal.

Mereka segera menepi mencari tempat teduh. Akan tetapi, pakaian mereka sudah basah kuyub karena hujan yang tiba-tiba mengguyur dengan sangat deras. Joe pun juga terlihat kesal

"ih kenapa harus ujan segala, udah gitu basah banget lagi ini huufft.."

"Hmmm... Kita terjang aja gimana? Baju kita juga udah basah kuyup. Nih kamu pake jas ini, biar ngga terlalu dingin. Aku akan bawa motornya sedikit lebih cepat." Valen segera mengenakan jasnya kepada Joe.

"tapi kau kan yang..."

"ssstt...sudah pakai dan diam." Valen menyentuh bibir Joe dengan lembut.

Mereka nekat melanjutkan perjalanan, meski hujan deras saat itu. Begitu sampai dirumah, hujan masih saja belum berhenti. Joe dan Valen segera menaiki tangga yang sebelumnya sudah disiapkan. Mereka berhati-hati saat menaiki tangga tersebut, karena sedikit licin akibat hujan. Sesampainya di balkon, mereka segera menuju kamar dan berganti pakaian.

"Val, gantilah pakaianmu dengan ini. Semoga saja pas, dan juga ini jaket."

Valen langsung berganti pakaian di depan Joe.

"Haahh Valen, bergantilah pakaianmu di kamar mandi ihhh... Jangan di depan sini juga." Joe menutup mukanya dengan kedua tangan.

"kenapa? kau malu? Atau..... Kau tidak bisa mengontrol dirimu ya... hihihi." Valen menggoda Joe.

"Ah apa sih, dah cepet masuk kamar mandi dan gantilah pakaianmu." wajah Joe memerah saat Valen menggodanya.

Setelah menunggu beberapa saat, hujanpun berhenti. Valen bergegas keluar dari kamar Joe dan segera turun. Tapi sebelum itu, seperti biasa ciuman tak pernah ketinggalan. Valen mengecup kening, kedua pipi, dagu, hidung dan yang terakhir bibir Joe. Setelah valen pergi, entah kenapa, begitu melihat motor valen menjauh, air mata Joe terus mengalir. Dia tidak tahu harus bahagia atau bersedih.

Disatu sisi, saat motor yang valen kendarai menjauh dari rumah Joe, dia berhenti. Air mata yang dari tadi sudah dipendamnya, tidak bisa di tahan lagi. Dia tak mau Joe melihatnya menangis. Valen berhenti cukup lama. Dia mencoba menenangkan dirinya, dan melanjutkan perjalanan pulang. Tapi tetap saja, begitu motornya menjauh, Valen merasa hatinya juga ikut menjauh. Air mata yg tadinya sudah berhenti kini mengalir lagi.

"Joe, maafkan aku. Aku tidak ingin pergi, aku tidak ingin jauh darimu...."

Joe tetap berada dibalkon sejak tadi. Dia hanya berdiam diri menatap dimana motor valen yang menjauh tadi.

"Menangis??"

"mengapa aku menangis, aku harus bahagia untuk malam ini, hari ini begitu indah. Aku.... harus... bahagia untuk itu...."

Tangisan itu makin menjadi. Joe hanya berpikir bagaimana dia bisa menghadapi hari esok. Hatinya begitu terasa sakit, dia terduduk di lantai dan terus mengeluarkan air mata.

" Aku tak mau jauh darimu Val, aku tak ingin kau pergi.."

Hari yang tidak ingin mereka inginkan, telah tiba. Pagi ini seperti biasa Joe segera bangun, mandi dan bersiap untuk kesekolah.

"Sayang, apa kamu sakit hari ini? Mengapa wajahmu seperti itu? Mata kamu juga kenapa sembab begitu? Sayang ada apa?"

"tidak ada bun, Joe tidak apa-apa." jawab Joe dengan datar. Dia segera bergegas pergi setelah berpamitan pada ibunya.

Disekolahpun selama pelajaran, tatapan Joe yang kosong itu membuat teman-temannya bingung. Joe meminta temennya untuk mengantar dia ke UKS. Sesampai disana, Joe hanya berbaring dan tetap dengan pikiran yang tidak karuan. Valen... Valen... Valen. itu saja yang berada dipikirkan Joe. Dia ingin mengantarnya ke bandara dan mengucap selamat tinggal untuk yang terakhir kalinya. Tapi itu mustahil baginya. Hingga seseorang datang dan menghampirinya.

"Joe, kau kenapa? Kau sakit, hmmm... sepertinya tidak. Kakak tau kalau kamu pasti ada sesuatu yang dipikirkan, iya kan?"

"Eh, pak Nandar. Maaf pak Joe emang lagi ngga enak badan kok." Joe kaget karena tiba-tiba Nandar menghampiri.

"Berapa kali saya harus ingatkan kamu sih, panggil saya kak Nandar saja, kakak nih masih muda tau hehe." ucap Nandar sambil mengusap kepala Joe.

"Hehe iya pak... Eh Kak Nandar maksudnya."

"Balik lagi ke pertanyaan kakak tadi, kamu sedang memikirkan apa?" tanya Nandar.

Joe hanya terdiam dan menunduk.

"siapa tau kakak bisa bantu kan, sini tatap kakak." Nandar memegang wajah Joe dan menghadapkan ke wajahnya.

Joe akhirnya menjelaskan mengapa dia seperti ini. Setelah mendengar itu Nandar berkata

"kakak bisa bantu kok, Kakak Akan antar kamu ke sana, oke."

"Jangan kak, entar kalau bunda tau dan tanya apa Joe sekolah hari ini gimana?" ucap Joe.

"Hhhh tenang saja, Kakak ini kan guru kamu, dan yang biasa bundamu telepon itu kakak tau hehe."

"Makasih Kak Nandar." Joe memeluk Nandar dengan erat.

Tak lama kemudian, mereka berangkat menuju bandara dengan mengendarai mobil milik Nandar. Ini adalah hari yang sial bagi mereka. Macet jalanan tak terhindarkan. Padahal itu adalah jalan tercepat menuju bandara. Jarak untuk mencapai tempat itu, masih cukup jauh. Dan yang lebih parahnya lagi pesawat Valen akan segera berangkat 30 menit lagi. Joe bingung bagaimana bisa sampai disana tepat waktu,

"Kak kenapa jalan ini sangat macet?"

"Hmm mungkin ada kecelakaan di depan Joe, kita tunggu aja nanti juga bakal jalan kok tenang saja ya." Nandar mencoba menenangkan Joe.

"Tapi waktu kita ngga banyak, Joe ngga bisa diem aja, Joe bakal lari kesana. Oke.... kakak aku pergi dulu ya... Bye..." Joe segera membuka pintu mobil dan berlari.

"Hey Joe... Tunggu... Itu masih sangat jauh." Nandar mencoba menghentikannya, tapi percuma, Joe sudah jauh dari pandangannya.

Joe berlari dan terus berlari. Dia tidak menghiraukan orang-orang disekelilingnya yg terus menatapnya. Nafasnya sudah tersenggal-senggal, kakinya sudah begitu lelah, dan Joe sudah tidak sanggup lagi. Dia berhenti untuk mengambil nafas sebentar.

"haahh... Haahh... Haahh.. Ngga boleh menyerah, aku akan kesana. Tak peduli jika kau masih ada disana atau tidak, aku akan memelukmu untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." Tekad Joe dengan kuat, Dia pun berlari sekuat tenaganya.

Waktu telah menunjukkan pukul 09.30 pagi. Sudah hampir setengah jam, Joe terus berlari. Setelah sampai di Bandara waktu menunjukkan pukul 09.31. Joe membaca papan keberangkatan pesawat dan melihat penerbangan menuju negara A telah lepas landas satu menit yang lalu.

"Aku... Terlambat..." air mata langsung mengalir deras dipipi Joe.

"Aku terlambat, aku.. Aku.. Maafkan aku val, tidak bisa melihatmu untuk terakhir kalinya..." Tangisan tiada henti di mata Joe.

Badan Joe terasa sangat lelah, dia pergi ke toilet untuk menyegarkan wajahnya. Saat di wastafle, dia membasuh wajahnya berkali-kali. Dia melihat dirinya sendiri, begitu pucat dan terlihat sangat lelah. Pantulan cermin itu mulai membuatnya berhalusinasi. Valen berada dibelakangnya. Joe langsung melihat kebelakang, tetapi tidak ada siapapun disitu. Hingga pantulan valen muncul kembali keluar dari kamar mandi. Joe tidak ingin tertipu lagi. Dia mencoba menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Tapi seseorang langsung menariknya ke dalam toilet.

"hmmmpp.. Hmmpp.." Joe tidak bisa berteriak karena orang tersebut membekap mulutnya. Saat matanya melihat orang itu, Dia langsung terdiam.

"Valen..."

"hmm iya, ini aku Joe. Bagaimana kau bisa kesini? Mengapa bajumu basah? Wajahmu pucat? Apa kau sakit?" tanya valen dengan khawatir.

Joe hanya terdiam dan segera memeluknya dengan sangat erat.

"Aku.. Aku pikir kau sudah.... Kau sudah pergi." ucap Joe sambil menangis dipelukan valen.

"Aku mencoba berlari kesini karena jalanan macet tadi." tambah Joe.

"Apa!! Kau berlari sampai sini, Joe jangan lakukan itu lagi. Lihat wajahmu pucat, kau terlalu memaksa. Tapi aku senang kau ada disini. Terima kasih Joe, sudah berusaha kemari." pelukan Valen makin erat.

Tak lupa valen mengecup kening Joe dengan perlahan. Ciuman itu membuat Joe semakin tenang. Valen mencium bibir Joe yang mungil itu, dan Joe membalas ciumannya dengan perlahan namun pasti. Mereka seperti berada didunia mereka sendiri, sampai akhirnya...

Tung ting Tung.....

"Perhatian, para penumpang pesawat Airbus 1XX dengan nomor penerbangan GAXX tujuan A dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu A12."

Mereka segera berhenti dan bergegas keluar dari sana. Valen dan Joe segera menuju tempat chek in. Mama dan Papa Valen telah masuk ke dalam pesawat terlebih dahulu.

" Val, ini aku ada sesuatu untukmu. Aku harap kau tak akan pernah melupakan aku." Joe memberi sebuah kotak yang entah apa itu didalamnya.

"Apa ini?" tanya valen.

"Bukan apa-apa, buka lah saat nanti kau sudah didalam pesawat ya." ucap Joe dengan senyuman imutnya.

"Aku juga punya sesuatu untukmu, pakailah ini." Valen memakaikan kalung yang dia kenakan selama ini.

"Tapi ini kan..."

Itu adalah kalung kesayangan valen yang diberikan oleh almarhum kakeknya.

"Aku pergi ya. Bye Joe..." Valen segera pergi dan melambaikan tangannya.

"Iya selamat tinggal Valen." padahal didalam hati Joe (Jangan pergi, kumohon.. Jangan tinggalkan aku.)

Setelah Valen sudah tak terlihat dipandangnya, air mata yg tadinya ditahan, sudah mengalir deras. Joe hanya berdiri dan menundukkan kepalanya sambil menahan betapa sakit hatinya, karena orang yang dia cintai harus pergi. Tak lama, Nandar datang dan melihat Joe berdiri sendirian dan menangis.

"Joe, kau tidak apa-apa? Sudahlah, dia sudah pergi. Jangan menangis ya." Nandar mencoba menenangkannya dengan memeluk erat tubuhnya.

Valen yang telah lepas landas, segera menuju toilet di pesawat tersebut. Dia tidak bisa menahan tangis lagi. Dia merasa sangat berat meninggalkan Joe tadi, hatinya pun juga terasa sakit. Hingga dia ingat kotak yang diberikan Joe. Dia membukanya dan melihat sebuah buku berisi foto" saat mereka bersama. Valen tersenyum begitu melihatnya. Dia merasa sedikit tenang.

.

.

.

Guys mohon untuk saran dan kritikannya ya... Comment dari kalian itu sangat berharga banget, trims buat kalian yang udah dukung novel ini...

Love you all❤️


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C10
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ