Amira menghela napas saat keluar dari ruanggan dokter Candra. Senyum yang ia lihat terakhir pada dokter itu, tak lebih baik dari senyum yang biasa ia lihat jika ia berdiri di hadapan cermin. Senyum getir yang dilumuri kekhawatiran dan ketidakpastian. Ya. Vero memang selalu berusaha bersikap baik pada siapa pun dan tanpa ia sadari terlalu banyak orang yang menangis untuknya. Hendry, Dokter Reina, Dokter Candra, Bu Amber, bahkan Arga. "Tunggu! Arga… ?" pikir Amira yang seolah ditodong oleh sosok bertubuh tinggi di hadapannya.
"Dulu ibumu, sekarang Dokter Vero yang kudengar sempat masuk rumah sakit. Kamu pasti sedih banget gara-gara masalah ini. Tapi, aku senang kamu akhirnya mutusin ke kampus lagi. Aku pikir kamu bakalan benar-benar berhenti kuliah gara-gara masalah ini."
"Oh!" kening Amira mengerut. Ia cepat-cepat menghindar dari sesosok karismatik yang digilai hampir seluruh perempuan kampus.
"Eh… eh… Amira! Kamu mau ke mana?" tahan Arga.