ดาวน์โหลดแอป
20.13% Alta dan Allamanda / Chapter 30: Bab 15 | Bulliying

บท 30: Bab 15 | Bulliying

15. Bullying

Setiap manusia itu labil, terlebih karena keadaan. Karena dalam dunia nyata tidak ada karakter yang kuat dan kokoh seperti dalam novel.

***

DUKK

Lamanda refleks terbangun ketika kepalanya terhempas ke meja saat tas yang menjadi bantalannya ditarik paksa oleh seseorang. Tadi, Lamanda memang berangkat pagi sekali - ia hanya tidak ingin menjadi sorotan saat masuk sekolah- dan memutuskan tidur sejenak karena kepalanya mendadak pusing.

Lamanda mengerjapkan matanya dan menoleh. Seketika ia menghela napas lelah begitu tahu siapa yang menarik tasnya.

Setelah lama tidak mengusiknya,

Liora datang lagi.

Sudah cukup beberapa hari belakangan ini ia sering mendapat masalah, mulai dari kelakuan kurang ajar Vero hingga masalahnya dengan Alta yang semakin rumit. 

Semua masih terlihat abu-abu bagi Lamanda. Begitu banyak masalah yang tidak ia mengerti datang padanya. Padahal ia masih tergolong baru masuk lingkungan sekolah ini.

"Ikut gue!" Liora menarik Lamanda keluar kelas dan membawanya ke salah satu sudut sekolah yang sepi. Lamanda menurut saja daripada Liora ngamuk di kelas, bahaya kalau misalnya Arsya tiba-tiba datang. Ia tidak ingin kejadian di kantin terulang kembali.

PLAK

Lamanda memejamkan mata merasakan panas menjalar dipipi ketika Liora menamparnya dengan begitu keras.

"Itu karena lo lagi-lagi dekatin Alta."

Belum sempat Lamanda menyela satu tamparan mendarat kembali dipipinya.

"Dan itu karena lo berani-beraninya sentuh Alta."

Saat hendak melayangkan tamparannya lagi, Lamanda menahannya. "Udah cukup lo tuduh gue macem-macem!"

Liora menghempaskan tangan Lamanda dan memandang benci Lamanda yang sedang mengusap darah yang keluar dari hidung dan sudut bibirnya. "Bitchess,"desisnya.

"Gue nggak ngerti gimana cara kerja otak lo. Lo selalu berpresepsi tanpa mencoba mencari tahu terlebih dahulu. Lo nuduh gue macem-macem, lo tampar dan pukul gue seenaknya. Lo pikir lo siapa?"

Lamanda diam sejenak. Ia menstabilkan deru napasnya.

"Lo mikir nggak sih seandainnya lo di posisi gue. Dibully, dibenci karena sebuah persepsi konyol."

"Persepsi konyol lo bilang? Lo pikir gue buta dan nggak ngelihat kedeketan lo sama Alta!" Liora mencengkram bahu Lamanda. "Lo pikir gue juga lupa sama perkataan lo di kantin waktu itu?!!" bentak Liora.

"Kenapa?  Bener kan? Lo emang nggak berhak ikut campur urusan gue. Karena lo emang bukan siapa-siapa gue ataupun Alta," balas Lamanda.

Liora melepaskan tangannya di bahu Lamanda dengan sedikit dorongan dan bersedekap. Ia bedecih. "Cover doang lo polos. Dalemnya b*chty, " cibir Liora.

"Hati-hati sama semua yang lo ucapin. Saat mulut lo bicara, secara otomatis otak orang menilai seberapa pantas lo untuk dihormatin."

Liora tertawa remeh. "Nggak usah sok nasehatin gue. Mending lo ngaca dan nasehatin diri sendiri dulu. Udah pantes nggak lo untuk dihormatin?"

"Lo kegatelan ya jadi cewek," Liora mulai memutari tubuh Lamanda. Menelisik penampilan Lamanda yang bahkan tidak lebih menarik darinya. "Pertama lo deketin Alta--" Liora menggantung perkataannya. Ia berhenti lagi di hadapan Lamanda. "Habis Alta lo deketin Raskal juga."

"Gue nggak ngerti sama lo," ujar Lamanda menginterupsi perkataan tidak berdasar Liora.

Liora berdecih. "Nggak usah pura-pura bego lo!" ia meraih dagu Lamanda dan menggeleng seakan tidak habis pikir. "Tapi gue salut lo bisa godain anak ketua yayasan. Hebat," Liora terkekeh.

"Omongan lo ngaco." Lamanda jadi dibuat takjub oleh semua perkataan tidak berdasar Liora.

Liora melempar lembaran foto ke arahnya. "Dibayar berapa lo sama Vero?"

Lamanda sontak menangkap foto yang mengenai wajahnya. Seketika matanya melebar. Ia memandang Liora.

"Ini nggak seperti yang lo pikirkan."

"Oh ya?" Liora mendekat dan menunjuk leher Lamanda yang masih terdapat bekas kebiruan yang mulai pudar. "Terus ini apa?"

Lamanda menepis tangan Liora. "Kenapa lo benci banget sama gue?"

"Karena lo deketin Alta."

"Klise?"

"Enggak. Gue males aja liat anak baru semacem lo yang panjat sosial dengan ciptain skandal nggak bermutu. Dekatin Alta, duduk dan jalan sama Raskal dan terkahir having kiss sama Vero. Atau having sex?"

Liora merampas foto ditangan Lamanda kembali dengan paksa. "Gimana kalau ini gue tempel di mading?"

"Ra, balikin!!" Lamanda mencoba meraih foto tersebut namun Liora semakin menjauhkannya. "Liora!!!"

Liora mendorong tubuh Lamanda dengan kasar lalu mencengkram rahangnya. "Jauhin Alta dan berhenti jadi sorotan satu sekolah!!"

Lamanda tidak menjawab. Dadanya mendadak sakit dan ia kesulitan bernapas. Deru napasnya pendek-pendek.

Lamanda mendorong Liora dengan sisa tenaganya agar ia bisa berdiri namun gerakannya kalah cepat dari tamparan Liora. Membuat Lamanda jatuh tersungkur. Lagi.

Sekali lagi tamparan mendarat di pipi Lamanda. "Gue benci sama lo!!"

"Mending lo mati sekalian." Liora menendang, menjambak bahkan berkali-kali menampar Lamanda. Ia hilang kendali ketika melihat wajah Lamanda yang membuatnya ingat pada seseorang. Terlihat polos dan baik tapi nyatanya berbahaya.

Lamanda mencoba melawan tapi tenaganya tidak kuat. Ia sudah pasrah karena keadaannya juga tidak mendukung.

Ia mulai kesulitan bernapas dan kepalanya mendadak pening. "R-rra bb erhnthi."

"Diem lo!!!"

Tidak peduli pada keadaan Lamanda ataupun konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan. Liora masih memukuli Lamanda yang sesekali menepis dan melawan dengan sisa tenaganya.

"LIORA BERHENTI!! ANJIR!!"

Raskal yang kebetulan lewat langsung menghampiri keduanya. Ia melihat Lamanda yang sangat berantakan, Raskal menariknya agar berdiri dan merangkulnya. Kemudian matanya teralih pada Liora yang langsung diam dengan napas memburu.

"Gila lo." Raskal menatap tajam Liora. Raskal menghadap ke arah Lamanda yang sudah pucat pasi dengan beberapa lebam di wajah dan tangannya.

"Mana yang sakit? Ini? Atau yang ini?" Raskal menunjuk beberapa lebam di wajah Lamanda. Ia mengerutkan kening ketika merasakan tidak teraturnya napas Lamanda. "Sakit banget ya, Lam?"

Rentetan pertanyaan Raskal membuat Lamanda tersenyum kecil dan menggeleng. Meskipun sulit.

"Yaudah kita ke kelas ya."

Lamanda mengangguk.

Sekali lagi Raskal melihat ke arah Liora yang masih diam. "Rapihin seragam lo, siap-siap dieksekusi mati sama Bu Ramti," Raskal menyeringai kemudian berjalan meninggalkan Liora

Meskipun Raskal menyampaikannya dengan sedikit humor tapi Liora yakin setelah ini hidupnya akan jauh dari apa yang ia harapkan.

Liora takut. Bukan takut karena akan dimarahin Bu Ramti tapi takut akan akibat yang terjadi setelahnya.

Kemungkinan terburuk, lepas jabatan.

Setelahnya ia benar-benar akan terbuang.

Liora menangis.

Dalam hidupnya tidak ada orang yang benar-benar menginginkan dan menyayanginya. Ia merasa bahwa ia hidup hanya untuk dicampakkan, tidak lebih.

Liora mendudukkan dirinya di lantai. Sekarang ia benar-benar sendiri. Maka Liora akan membuka topengnya sejenak karena ia sudah cukup lelah. Liora menangis sepuasnya. Karena, setelah ini ia harus kembali.

Menjadi Liora yang baik-baik saja.

Seperti kebanyakan orang lihat.


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C30
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ