"Duduklah dimanapun yang bisa membuatmu merasa nyaman," ucap Geni mempersilahkan Raina duduk lalu berbalik ke dapur yang bisa terlihat dari tempat Raina duduk.
Bola bulu di tangan Raina langsung melompat saat melihat kucing hitam tadi. Dia menghampiri kucing itu dengan bahagia yang membuat kucing itu terlihat tidak nyaman.
"Sialan kau! Menjauh! Dasar bola bulu idiot!"
Sudut bibir Raina berkedut saat mendengar kucing itu mengumpat.
Kucing itu langsung mencakar bola bulu sebelum akhirnya mundur dan secara tidak sengaja melihat Raina yang sudah menatapnya sejak tadi.
"Eh? Gadis kecil, kenapa kamu ada di sini?" Kucing itu berkata sambil berjalan menuju Raina. Dia naik di kursi yang bersebrangan dengan Raina dan... POOFF!! muncul seorang pria berambut hitam di depan Raina.
"Gadis, siapa namamu?" tanyanya dengan suara menggoda yang sama dengan yang dimiliki kucing tadi.
Raina: "..."
Sistem: "..."
Bola bulu: "..."
Pria itu memiringkan kepalanya saat tak kunjung mendapatkan jawaban dari Raina.
"Amelia," jawab Raina kemudian.
"Hitam kecil, apa yang kamu lakukan?!" Geni berteriak dengan marah saat melihat pria yang duduk di seberang Raina. Dia hampir menumpahkan minuman yang dia bawa karena amarahnya.
Alis pria yang dipanggil Hitam berkerut tidak senang saat mendengar teriakan Geni. "Berhenti memanggilku dengan nama konyol itu, bocah! Sudah kukatakan, namaku Kresna[4]!"
"Oh, bukankah itu sama saja," sahut Geni dengan tidak peduli. "Dan pakailah sesuatu untuk menutupi tubuhmu. Apa kamu tidak malu bertelanjang dada di depan seorang gadis?"
Kresna menatap otot-otot sixpack-nya lalu berkedip dengan polos. "Aku lupa."
Geni dengan kasar langsung melemparkan sepotong jubah yang berasal cincin penyimpanannya. Raina bisa melihat pembuluh darah Geni yang hampir meledak karena amarah.
Kresna memakai jubah itu sambil bergumam lirih. "Seleramu benar-benar buruk. Bagaimana bisa kamu membeli jubah dengan warna kuning yang menyakiti mata seperti ini? Huh!"
Geni yang mendengarnya: "..."
"Jadi, Amelia, bagaimana caramu masuk ke sini?" Kresna kembali menatap Raina.
"Geni yang membawaku," jawab Raina.
Kresna mengangguk lalu memberi Geni tatapan sekilas penuh arti.
"Sudah berapa lama kamu mengenalnya?" Kresna menuangkan cairan berwarna biru dari poci yang tadi dibawa Geni.
"Cobalah," ucap Kresna sambil menyodorkan secangkir cairan berwarna biru.
"Itu bleutea, tidak beracun," tambahnya saat melihat Raina yang hanya menatap cangkir di depannya yang memiliki uap berwarna keunguan.
Raina melirik Kresna lalu mencoba menghirup aromanya dan menyeruputnya.
Kresna menyeringai. "Bagaimana?"
"Ini enak," komentar Raina. "Darimana asalnya?"
Seringai Kresna melebar. "Aku yang membuatnya! Apa kamu ingin belajar membuatnya? Dari seragam yang kamu kenakan, apa kamu dari Sekolah Ibukota? Akan lebih baik kalau kamu bisa menggunakan sihir..."
"Apa kamu membuat minuman ini dengan sihir?"
"Tentu saja! Apa kamu tidak bisa merasa seperti melayang? Kebahagiaan yang hanya bisa kamu temukan dalam mimpi..." Kresna berkata dengan mata menerawang. "Tidakkah kamu merasakannya?"
"Tidak."
"..."
"Aku hanya merasa bahwa ini memiliki aroma yang bagus dan rasa manis yang pas. Berapa banyak gula yang kamu gunakan?"
"..." Bagaimana kamu bisa memberi komentar standar seperti itu kepada teh abadiku?!
Selama tiga ribu tahun hidupnya sebagai seorang alkemis, Kresna belum pernah merasa ingin memukul seorang gadis seperti saat ini. Kapan terakhir kali seseorang berani melecehkan tehnya dan masih bisa hidup? Oh, mungkin seribu atau dua ribu tahun yang lalu...?
Geni yang sejak tadi terlupakan mulai merasakan aura gelap yang berkumpul di sekitar Kresna. Dia bergerak mendekati Raina dan terus mengawasi Kresna dengan waspada, berjaga-jaga kalau dia mengamuk.
Kresna melirik Raina yang masih menatapnya tanpa merasa berdosa lalu menghela napas. Oke, gadis kecil, karena kamu cukup imut, aku akan melepaskanmu.
"Pegang tanganku," ucap Kresna dengan nada putus asa.
Raina akan meraih tangan Kresna tetapi dihalangi oleh Geni.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Geni sambil memegang tangan Raina dengan posesif.
Kresna memutar kedua bola matanya. "Bocah, aku tidak akan menyakitinya."
Geni masih melemparkan tatapan curiga.
"Geni, lepaskan aku," ucap Raina pelan.
Geni menatap Raina dengan tatapan menyedihkan seakan-akan dia diperlakukan dengan tidak adil.
Sistem memberikan Geni tatapan mengejek. Apa yang kamu harapkan? Tuanku tidak punya hati! Kamu sudah merasa kecewa hanya karena dia mengabaikanmu? Huh, tunggu penderitaanmu di masa depan!
Seperti yang sistem pikirkan, Raina hanya menatap Geni sebelum tangannya yang lain meraih tangan Kresna.
Kresna melihat semua itu dan hatinya merasakan rasa pencapaian saat melihat Raina mengabaikan Geni dan meraih tangannya. Dia memberikan tatapan provokatif kepada Geni. Hehehe, bocah nakal, bagaimana perasaanmu saat gadis yang kamu suka mengabaikanmu? Bukankah itu menyenangkan?
Geni melihat senyuman provokatif tersebut dan ingin memberinya beberapa pemukulan. Sayangnya, sebelum dia bisa bergerak, pria itu sudah melambaikan tangan dan langsung menghilang bersama Raina, meninggalkan Geni bersama bola bulu yang sejak tadi menonton interaksi mereka di tempat itu.
"Kucing sialan, lihat bagaimana aku akan memberimu pelajaran nanti!"
Kresna tertawa puas. "Apa kamu melihat bagaimana wajah bocah nakal itu tadi? Huh, dia terlihat begitu jelek hingga bisa menakut-nakuti semua binatang di hutan! Hahaha!"
Raina mengabaikan Kresna yang tidak bisa berhenti tertawa. Dia lebih memilih untuk memperhatikan lingkungan sekelilingnya yang gelap dan suram dengan cermat.
Kresna melihat bahwa dia diabaikan oleh Raina dan mulai merasa sedikit malu. Dia buru-buru menghentikan tawanya dan berdeham. "Ikuti aku."
Raina mengangguk lalu mengikuti Kresna sambil mengamati hal-hal di sekelilingnya yang terlihat aneh dan belum pernah dia lihat sebelumnya.
"Lihatlah dirimu," ucap Kresna setelah tidak tahan melihat Raina seperti orang kampung yang pertama kali datang ke kota, menatap dengan rasa ingin tahu semua yang dia lihat. "Apa kamu belum pernah melihat barang-barang ini? Apa yang sebenarnya kamu pelajari di sekolah?"
"Aku hanya siswa tahun pertama. Jadi, aku baru mempelajari pengetahuan dasar tentang ilmu pedang, mantra sihir sederhana, dan sesekali melakukan percobaan kimia sederhana di laboratorium. Selain itu..."
"Cukup!" Kresna merasakan sakit kepala yang menyerangnya saat mendengar penjelasan serius dari gadis di depannya. "Kamu tidak perlu menjelaskannya. Aku tidak bermaksud untuk bertanya."
"Tapi kamu bertanya."
"..." Kresna memegang bahu Raina dan bertanya dengan serius. "Apa yang sebenarnya orang tuamu ajarkan padamu? Kamu gadis yang cukup imut tapi kenapa kamu selalu bersikap lebih kaku dibandingkan sebuah robot?"
Raina menatap Kresna dengan tatapan kosong. "Apakah kamu sekarang bertanya?"
"..." Ahhh!! Aku marah!!
Raina melirik Kresna yang berbalik lalu menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.
"Tuan, apa kamu baik-baik saja?" Sistem baru saja mendeteksi fluktuasi emosi Raina yang meskipun sangat kecil, tetapi tetap mengejutkan sistem. Dia melihat wajah tuannya yang tidak terlihat baik dan mulai merasa sedikit cemas.
"Um, aku baik-baik saja, hanya saja dia mengingatkanku pada seseorang."
Sistem tidak menjawab tapi masih dengan hati-hati mengawasi kondisi tuannya yang masih pucat.
( QAQ )
Tiba-tiba dia merasa bahwa lebih baik tuannya menjadi tidak berperasaan seperti biasanya daripada terlihat menyedihkan seperti itu. Ini membuatnya merasa tidak nyaman.
Kamus mini:
[4] Kresna = Hitam (bahasa Jawa Kawi)
Cloudland: *melihat Kresna* Ahh!! Kucing!~
Kresna: Apa yang kamu lakukan?! Menjauh dariku makhluk fana!
Cloudland: ( QAQ )
Cloudland: Bagaimana kamu bisa begitu pilih kasih? Raina juga makhluk fana tapi kamu memperlakukannya dengan baik...
Kresna: Itu karena dia imut!
Cloudland: ...
Kresna: Aku hanya menyukai gadis-gadis imut ah!
Cloudland: ( QAQ )
Cloudland: Ah, oke, aku rasa aku akan baik-baik saja selama pembaca kesayanganku masih menemaniku~