ดาวน์โหลดแอป
47.61% Istri Kecil CEO Tampan & Dingin / Chapter 40: Bab 40

บท 40: Bab 40

Belum sempat ia berjalan, tapi kakinya sudah tidak tertahankan rasa nyerinya.

"Aaaarghh ini sakit sekali. Tapi aku harus mencari pertolongan atau aku akan mati."

"Itu dia!!" teriak seseorang.

Dinda panik, buru-buru ia berlari agar tidak tertangkap. Langkahnya yang berat membuatnya dengan mudah di tangkap.

"Kurang ajar kau!!" Dinda berteriak saat seorang pengawal menjambak rambutnya.

"Wanita sialan!!" umpatnya.

Plaaaakkkk.. Pria jahat itu menampar Dinda hingga tersungkur.

"Jangan kurang ajar!! Sshh aaaarghh!!" Dinda merintih merasakan nyeri di perut bawahnya.

"Cepat seret dia. Kalau perlu bunuh saja dia sekalian di sini. Biar Arjun yang menemukannya sudah jadi mayat."

Dinda tersentak ketika salah seorang dari mereka mengeluarkan pisau dan mengacungkannya tepat di depan mata Dinda.

Dinda gemetar, berpikir ini adalah kali terakhir dia melihat dunia.

"Ada yang lewat." salah seorang memberi kode.

Dinda segera di tarik untuk bersembunyi.

"Itu mobil Arjun."

Dengan sisa tenaga yang tersisa Dinda mendorong para penjahat itu hingga berhasil lepas.

"Arjun!! Ini aku Dinda!! Arjun!!"

Sekuat tenaga Dinda berteriak sambil berlari. Melambai-lambaikan kedua tangannya agar di respon. Namun sial, mobil itu terus saja melaju meninggalkan Dinda yang tengah berlari.

Dinda menangis sejadi-jadinya.

"I really hate you Arjun!!"

Meraung hingga terhuyung-huyung jatuh ke tanah. Dinda sudah sangat kehabisan tenaga, dia telah merasa letih dengan takdirnya yang mungkin akan segera usai.

Pria jahat itu datang lagi dengan marah. Dinda sangat ketakutan karenanya. Bersikap pasrah, menyerahkan hidupnya pada Tuhan yang mungkin sedang melihat Dinda kesusahan.

Dor.. Dor.. Dor..

Dinda sampai memejamkan matanya karen terkejut dengan suara tembakan itu.

Meraba tubuh yang tidak merasakan apapun.

Saat ia membuka mata ia begitu terkejut ketika melihat para penjahat itu mati terkapar fi hadapannya.

Bukan tuan Arjun Saputra yang datang, melainkan David yang menyelamatkan nyawa Dinda.

"Kamu tidak apa?" tanya David khawatir.

Dinda terdiam, hanya air mata saja yang mengalir deras dari kedua matanya.

David memeluk Dinda khawatir "Sudah tidak apa-apa. Kamu tidak perlu khawatir lagi."

Mendengar itu membuat Dinda menjadi histeris. Meraung sesenggukan di pelukan David.

"Sakit sekali David." kata Dinda lirih.

David tentu khawatir dengan perkataan itu "Katakan dimana yang sakit?"

Dinda memegangi perutnya yang mati rasa itu.

"Darah.. Dinda kamu berdarah."

Melihat darah yang mengalir dari pangkalan pahanya membuat Dinda semakin histeris "Tidak tolong selamatkan bayiku David."

David segera mengangkat tubuh Dinda. Membawanya menuju ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.

"Janinnya sudah tidak bisa di selamatkan lagi." kata dokter.

"Bagaimana dengan kondisi ibunya dok?"

"Syukurlah ibunya baik-baik saja. Untung saja anda membawa istri anda tepat waktu. Jika tidak mungkin nyawa ibunya juga terancam."

"Syukurlah kalau memang begitu." David sedikit bernafas lega sekarang. Setidaknya nyawa Dinda yang paling penting sekarang.

"Apak boleh saya masuk?" tanya David.

"Tentu saja. Sebaiknya anda temani istri anda untuk memberikan dukungan moril padanya."

"Terimakasih dok."

Entah mengapa ketika dokter menyebutkan Dinda istrinya, David tidak menampik sedikitpun. Ia justru gembira karena semua mengira dia adalah suaminya.

David duduk di samping bangsal tempat Dinda di rawat. Wajah pucat nya membuat David juga ikut merasakan sakit. Dinda yang biasanya ceria itu kini lemah tidak berdaya.

"Mulai sekarang aku yang akan melindungi mu Dinda."

Alih-alih memberi kabar pada tuan Arjun Saputra, David memilih untuk tidak memberitahu siapapun jika Dinda ada bersamanya sekarang.

David jika merasa Dinda kembali ke kediaman kakaknya, itu hanya membuat Dinda terkekang lagi. Jiwanya yang bebas tentu tidak bisa lagi menerima segala kekangan kakaknya.

Perlahan Dinda membuka matanya, menatap David yang kini terlelap di sampingnya.

Dinda meraba wajah David untuk membangunkannya.

"Dinda kamu sudah sadar?" gegas David memberikan segelas air untuk memberi Dinda minum.

Nampak sekali jika Dinda sangat kehausan, tubuhnya yang lemas tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain hanya bisa berharap uluran tangan orang lain untuk menolongnya.

Dinda melihat ke sekeliling "Kenapa aku di sini David?"

"Sudah jangan berpikir terlalu banyak. Kamu beristirahatlah dengan benar agar lekas sembuh."

Kata orang firasat seorang ibu tidak bisa di bohongi. Hal itu nampaknya juga berlaku untuk Dinda.

"Anakku baik-baik saja kan David?" tanya Dinda sambil memegangi perutnya.

David bungkam. Dia tidak tega jika harus mengatakan yang sebenarnya pada Dinda. Meski tidak mengatakan apapun, namun Dinda sepertinya mengerti. Ia kembali menangis dengan begitu memilukan.

"Maafkan ibu sayang. Ibu tidak bisa melindungi mu."

"Jangan bicara seperti itu, ini bukan salahmu."

"Tapi anakku pergi David. Bahkan aku juga belum sempat memeluknya."

"Dinda.. Kamu boleh bersedih. Tapi tolong jangan berlarut-larut ya. Walau bagaimanpun kehidupanmu harus tetap berjalan."

Walau sedih, namun apa yang di katakan David ada benarnya juga. Bukan saatnya untuk Dinda bersedih. Ini waktu yang tepat untuk menuntut balas pada orang-orang yang menyakitinya. Dinda janji jika kehilangan calon buah hatinya mungkin lebih baik dari pada dia lahir justru mendapatkan beban hidup yang sangat berat.

----

"Engh.." tuan Arjun bangun dalam keadaan kepala yang sangat pening.

Tekanan yang begitu banyak membuatnya merasa depresi akhir-akhir ini. Untungnya Dona akan selalu berada di sisinya untuk menghibur.

"Kamu sudah bangun?" tanya Dona.

"Emmhh.. Kenapa kamu ada di sini?"

"Tentu saja menjagamu, kamu yang memaksaku untuk tetap tinggal semalam."

"Benarkah? Kamu pasti lelah. Kembalilah untuk istirahat."

Dona tersenyum lalu memberikan sebotol air yang di bawanya "Ini minumlah. Kamu sangat payah sekarang. Minum sedikit saja sudah mabuk berat."

Tuan Arjun menatap Dona sebentar "Maaf soak itu."

"Tidak apa, aku senang karena kamu mulai memberi kepercayaan padaku."

"Kamu tau Dona, entah mengapa kemarin aku seperti mendengar Dinda meneriaki ku. Entah itu nyata atau tidak. Tapi telingaku jelas-jelas mendengar, apa Dinda dalam kesulitan?"

"Tidak ada siapapun Arjun. Itu hanya halusinasi mu saja. Bahkan Rendi saja belum memberikan kabar."

"Ah ya kamu benar Dona. Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku ingin beristirahat."

"Baiklah, kalau ada apa-apa jangan sungkan memanggilku."

Tuan Arjun hanya mengangguk mengiyakan. Dirinya teramat lelah hanya untuk sekedar mengobrol.

"Tapi mengapa hatiku yakin jika itu adalah Dinda. Aku tidak mungkin berhalusinasi bukan? Apa ini karena efek mabuk?"

Dona belum benar-benar pergi, dia masih berdiri terpaku diambang pintu kamar tuan Arjun Saputra.

"Bagaimana bisa saat kamu tidak sepenuhnya sadar sekalipun bisa menyadari keberadaan wanita itu? Aku tidak akan membiarkan dia kembali ke sini. Kamu harus menjadi milikku seutuhnya Arjun."

Dona teringat kembali dimana dia tengah berada di dalam mobil yang sama kemarin sore. Tuan Arjun yang mabuk hanya bisa duduk menyender di bahunya.

Namun saat berada di jalanan perkebunan di dekat kediaman tiba-tiba saja Dinda muncul berlari mengejar mobilnya.

Berteriak memanggil tuan Arjun yang sedang mabuk berat.


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C40
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ