Perjalanan dari Canberra menuju Batemans Bay akan memakan waktu dua jam perjalanan.
Ketika hari yang ditunggu datang, Fenita tak bisa tenang sejak semalam. Berulang kali dia membicarakan tentang perjalanannya ke Batemans Bay dan juga hal seru apa saja yang akan dia lakukan disana. Bahkan dia sudah bangun pada pukul 5 pagi dan menyiapkan semua keperluan yang akan dibutuhkan selama perjalanan ke Batemans dan juga selama mereka menghabiskan waktu disana.
Ketika Troy keluar dari kamar, dua kantong berisi makanan sudah siap untuk dimasukkan ke mobil. Juga sebuah koper kecil yang katanya berisi pakaian mereka. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya menghadapi tingkah istrinya. Tak berani mengeluarkan keluhan ataupun decakan apapun.
Karena tidak biasa bangun pagi, awalnya Troy berencana untuk tidak tidur semalaman. Itu lebih baik daripada dia harus terlambat bangun yang akhirnya membuat Fenita kesal. Tapi sihir Fenita bekerja sekali lagi dengan mulusnya, membuai Troy dengan aroma menenangkan itu sehingga dia tertidur dalam hitungan detik. Ada baiknya juga dia bisa tidur, karena mengendarai mobil selama dua jam penuh bukanlah perkara mudah kalau kamu tidak tidur semalaman.
"Jangan lupa ngabarin Fritz, aku nggak mau dia marah-marah karena nggak tahu rencana kita hari ini." kata Troy, sembari mengancingkan kemejanya.
Satu hal yang Troy sukai ketika dia hidup bersama Fenita adalah pelayanannya yang memuaskan. Baju yang akan dikenakannya pasti sudah tersedia, sehingga dia tinggal memakainya. Tanpa perlu menyibukkan diri memilih baju mana yang akan dia pakai. Dan semua pilihan Fenita tak pernah membuatnya tampak jelek. Selalu memuaskan.
"Aku udah ngabarin Fritz, Tuan Darren." balas Fenita, melepaskan dua kancing kemeja teratas Troy yang sudah dikancingkannya tadi.
"Hei, kenapa kamu lepasin? Kamu mau bikin aku jadi laki-laki yang mengumbar pesona?" protes Troy, tapi tetap menerima perlakuan istrinya.
"Kita mau pikinik, dan piknik itu identik dengan bersantai. Kalau kamu kancingkan semua, itu terlihat membosankan oke."
Troy tidak membantah perkataan Fenita, sebagai gantinya dia langsung merengkuh tubuh mungil itu kedalam pelukannya dan meghujani Fenita dengan ciuman. Bibir merah itu terlalu sayang bila harus dianggurkan, juga baju Fenita yang memamerkan pundaknya yang mempesona. Ah rasanya setiap inchi tubuh Fenita adalah candu baginya.
"Kita akan terlambat kalau kamu nggak menghentikan aksimu." Fenita dengan kuat mencubit pinggang Troy, membuat dirinya terpaksa menghentikan aksinya dan mundur.
Senyum nakal dan kerlingan mata jahil berhasil dilemparkan Troy, menggoda istrinya untuk terus melanjutkan aksinya.
Hampir pukul enam pagi ketika Troy melajukan mobilnya keluar parkiran apartemen. Mereka sengaja berangkat pagi agar bisa menikmati pantai saat pagi dan pulang nanti ketika malam sudah larut. Atau menginap saja disana?
Sepanjang jalan, Fenita dengan riangnya menyanyikan beberapa lagu yang dia hapal. Membuat suasana semakin meriah walaupun hanya dia seorang yang bersuara. Bagi Troy, pengalaman seperti ini baru pertama kali dialaminya. Dulu ketika dia meluangkan waktu ke pantai bersama, Fenita lebih memilih diam dan menikmati pemandangan. Berbanding terbalik dengan sekarang.
Satu jam berlalu, mereka sudah setengah jalan menuju Batemans Bay. Perjalanan berjalan lancar, sampai ketika Troy merasa ada yang aneh. Tampaknya ada mobil yang sedari tadi mengikuti mereka. Kecurigaan itu bermula ketika Troy harus mampir ke pom bensin dan ke toilet. Mobil itu terus saja mengikuti mereka.
"Apa kamu minta pengawal mengikuti kegiatan kita?" tanya Troy, ketika dia yakin mendapati sebuah mobil hitam yang terus mengikuti mereka.
Fenita mengikuti arah pandangan Troy, dan disana dia melihat mobil yang sudah akrab bagi penglihatannya. "Mungkin."
Troy langsung menghela napas.
Seketika Troy merasa kesal. Harga dirinya merasa terinjak ketika Fritz Mayer tidak akan pernah membiarkan mereka melewati setiap detik dalam kebersamaan bersama Fenita. Memang sih para pengawal itu akan memantau mereka dari jauh, seolah mereka tidak ada, tapi tetap saja fakta bahwa mereka diikuti itu membuat Troy merasa jengkel.
Tapi Troy tetap menghargai itu bagaimanapun keadaannya, karena dia sadar dirinya dulu pernah melukai Fenita sedemikian rupa. Tak ayal membuat orang disekitar Fenita memilih untuk melindungi gadis itu. Mungkin luka yang dia torehkan kepada Fenita tidak akan pernah hilang.
...
"Akhirnya ketemu air laut!!" Freya langsung berlari menuju air laut yang berkejaran menuju pantai.
Semenjak pindah ke Canberra mengikuti kakaknya, bisa dibilang ini pertemuan pertama Freya dengan air laut. Iya, dua tahun lebih berada di Negeri Kanguru ini Freya tidak pernah bertemu air laut. Selain karena jarak yang jauh, kesibukan membuat dirinya maupun Fritz tidak bisa meluangkan waktu dengan mudah. Bahkan untuk sekedar piknik seperti sekarang ini.
Beruntungnya Troy dengan baik hati mengabulkan permintaannya ketika dia berkata ingin ke pantai. Betapa bahagianya Freya sekarang karena bisa berkunjung ke tempat favoritnya, pantai.
Troy yang sedang menggelar tikar untuk mereka bersantai hanya bisa memperhatikan tingkah perempuan dihadapannya. Antara terpesona dan heran. Meski bisa dibilang memiliki pemikiran dan sikap dewasa, Freya terkadang bisa bertingkah seperti anak kecil yang menggemaskan.
"Troy, ayo kesini. Airnya seger lho." teriakan Freya yang teredam deburan ombak dan hembusan angin tak terdengar oleh Troy.
Pemuda itu tetap menikmati sinar matahari yang bersinar dengan lembut, membuat siapapun ingin berlama-lama menyerap sinarnya. Pemandangan di depan Freya sungguh menakjubkan. Troy yang mengenakan kemeja biru tampak mempesona dengan kacamata hitamnya. Ditambah lagi badannya yang sempurna membuatnya terlihat seperti patung kalau tidak bergerak.
Lelah berlarian, Freya memutuskan untuk beristirahat. Dia benar-benar menikmati kesempatan ini untuk membuat puas dirinya. Tak menyia-nyiakan waktunya berada di pantai. Berbeda dengan Troy yang malah sibuk membaca buku. Seperti tidak tertarik dengan pemandangan yang indah ini.
"Troy kenapa malah baca buku?" protes Freya sembari menghampiri Troy yang sedang bermalas-malasan.
"Buku kan jendela ilmu, apa salahnya membaca buku?" jawab Troy enteng, mengamati Freya yang sudah basah kuyup.
Kesal karena Troy memilih kegiatannya sendiri, Freya lalu memiliki ide jahil. Dia langsung duduk dipangkuan Troy, menempelkan seluruh pakaiannya yang basah agar pakaian Troy juga ikut basah. Bahkan Freya memeluk erat Troy agar pakaiannya semakin basah.
"Fe, basah bajuku ini." kata Troy, berusaha menyingkirkan tubuh Freya dari pangkuannya.
"Biarin. Ke pantai itu harus basah bajunya." Freya tetap ngotot.
"Kata siapa?"
"Kataku." cengiran itu menghiasi wajah Freya, menampilkan deretan gigi Freya yang tidak rapi.
Wajah kesal Troy membuat Freya sangat puas. Dengan berat hati Troy meletakkan bukunya dan menggendong Freya menuju pantai. Tak ayal Freya yang bisa membaca gelagat buruk troy langsung meronta ingin turun.
"No, jangan harap aku berbaik hati kali ini. Siapa yang memulai duluan?" Troy tidak melonggarkan gendongannya, malah semakin mempererat agar Freya tidak bisa lepas.
"Troy itu bahaya." kekhawatiran langsung menyergap Freya, dia mempererat cengkraman pada kemeja Troy.
Sejurus kemudian, mereka sudah dihantam ombak yang datang ke pantai, membuat baju keduanya semakin basah kuyup. Oke, baju Freya memang sudah basah, tapi tadi hampir kering, tapi sekarang semakin basah.
Meski begitu, keduanya menikmati momen itu. Basah bersama dan akhirnya bisa puas bermain-main di pantai. Karena memang itulah tujuan mereka, melepas penat dari rutinitas biasanya.
"Udah ah, aku capek. Ayo makan bekalnya." kata Freya, menghindari Troy yang terus saja menyeretnya untuk bermain.
Lihat, siapa yang tadi menolak bermain di air? Sekarang dia yang tidak mau berhenti bermain!