Pada malam hari yang dingin, di bawah sinar rembulan yang redup, White Dove (Gourment) dan Craux menembus dinginnya Hutan Cahaya Rembulan. Cahaya rembulan memantulkan cahaya jubah mereka masing-masing, menciptakan bayangan misterius yang menyelimuti mereka. Udara dingin menusuk tulang, namun langkah mereka tetap teguh, menunjukkan tekad yang kuat untuk menyelesaikan misi.
Ketika di tengah perjalanan, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat.
"Apakah perjalanan kita masih jauh? Mulai dari tadi siang kita sudah menembus hutan ini," ungkap Gourment sembari membuka topengnya, memperlihatkan wajahnya yang lelah namun teguh.
"Selalu gunakan topengmu dimanapun karena kita tidak tahu dimana musuh akan datang," jawab Craux sembari menggali tanah untuk menyalakan api unggunnya.
Tiba-tiba, suara ranting daun patah terdengar, membuat mereka berdua siaga. Gourment dengan cepat memasang kembali topengnya, matanya tertuju pada sumber suara.
Perlahan, Craux mulai mengeluarkan pisaunya, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Ia mendekati sumber suara dengan langkah hati-hati, matanya tajam mengamati setiap gerakan di sekitarnya.
Dan terlihatlah beberapa peleton pasukan Khorkan melintasi mereka, menggunakan pakaian hijau yang menyatu dengan alam. Namun, simbol mereka masih terlihat jelas karena cahaya rembulan yang redup.
"Diamlah..." bisik Craux, suaranya serak dan penuh ancaman, sembari mencoba untuk merunduk.
Gourment hanya diam, jantungnya berdebar kencang. Ia melihat beberapa kaki pasukan Khorkan melintas di hadapannya, menandakan bahwa mereka berada dalam bahaya.
"Baik, kita berhenti disini," ucap salah seorang pemimpin patroli pasukan Khorkan, tanpa menyadari keberadaan Gourment dan Craux yang bersembunyi di balik pepohonan.
Suasana menjadi tegang. Gourment dan Craux saling bertukar pandang, memahami bahaya yang mengintai.
"Mereka sedang mencari sesuatu," bisik Craux, matanya tajam menatap pasukan Khorkan yang mulai berpencar.
"Kita harus berhati-hati," jawab Gourment, suaranya sedikit gemetar.
Saat memantau Pasukan Khorkan yang berpencar, mereka tiba-tiba dikagetkan dengan kehadiran Crigia di tengah-tengah pasukan. Suasana tegang terasa di udara saat malam mulai menyelimuti mereka.
"Baiklah, patroli ini berhenti di sini. Kita akan berkemah dan persiapkan semuanya," suara Crigia yang tegas memecah keheningan malam, membuat perhatian mereka berdua teralih.
"Tetaplah bersembunyi," bisik Craux sambil memegang erat pisaunya, menambah ketegangan di udara.
Gourment hanya bisa merunduk di balik semak belukar, memegang ujung pisaunya dengan tegang, siap menghadapi serangan yang mungkin terjadi kapan saja.
Ketika salah seorang pasukan mendekat dengan senjata teracung, dan suasana semakin mencekam, suara dari pasukan lain tiba-tiba memanggilnya. "Hei, kemarilah, aku perlu bantuan mendirikan tenda."
Mendengar panggilan tersebut, pasukan yang tadi mengancam mereka berdua pun berlari menjauh, dan suasana tegang perlahan menghilang, digantikan dengan ketenangan saat malam berjalan.
Mereka berdua pun menghembuskan nafas dengan rasa lega, dan Craux memerintahkan Gourment untuk menjauh dan mundur perlahan sambil memantau pasukan yang tengah sibuk mendirikan tenda dan api unggun.
Ketika Gourment mundur, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kehadiran sesosok pria dari belakangnya yang merangkul lehernya sambil mengarahkan pisau ke lehernya. Ketegangan langsung terasa menggelayut di udara.
"Jangan berteriak dan jangan bergerak," bisik suara dari pria tersebut, yang ternyata adalah Crigia.
Suasana tegang semakin merajalela di sekeliling mereka. Craux, yang terkejut dengan kejadian mendadak itu, tak ragu untuk mengeluarkan senjatanya dan mengacungkannya ke arah Crigia yang bersembunyi di balik badan Gourment.
ditambah dengan kehadiran Pasukan Khorkan dari semak-semak yang mengelilingi mereka membuat situasi semakin tidak terkendali dan pada akhirnya Craux menurunkan senjatanya sementara pasukan Khorkan bersiap membidiknya.
Di tengah-tengah kerumunan itu, muncul dari udara seseorang yang mendarat dengan mulus, langsung menodong pistol ke kepala Crigia. Suasana yang sudah tegang langsung memuncak, semua mata tertuju pada sosok yang tiba-tiba muncul itu.
"Lepaskan tanganmu atau kepalamu akan meledak," ucap orang tersebut dengan suara dingin, membuat jantung semua orang berdebar kencang.
"Wah, tak kusangka komandannya itu kau? Nona Sabrina," ucap Crigia dengan senyum sinis, sembari merangkul erat Gourment dan menekankan pisaunya lebih dalam ke lehernya. Suasana semakin menegang, seolah udara pun ikut tercekik.
Sebagian pasukan yang sebelumnya membidik ke arah Craux, pun mengarahkan laras senjata mereka ke arah Sabrina, siap menembak jika Sabrina melakukan hal yang tidak diinginkan.
Ketegangan semakin terasa, seolah-olah waktu berhenti sejenak, menunggu keputusan yang akan diambil oleh masing-masing pihak.
"Aku hanya ingin bertanya pada anak ini menghilang kemana dia, dan apa yang sudah ia lakukan pada adikku," ucap Crigia sembari menoleh ke arah Gourment, matanya menyiratkan ancaman.
"Adikmu?, Adikmu kau bilang?!, kau masih berfikir dia Gourment," ucap Sabrina sembari meremas gagang pistolnya, suaranya bergetar menahan amarah.
"Hei, aku tahu dia ini Gourment, kalian tidak usah berpura-pura," jawab Crigia dengan nada meremehkan.
Dengan tenang, Gourment mengungkapkan identitasnya dan mengatakan bahwa ia bukanlah Gourment melainkan White Dove.
"Gourment sudah mati, dan kau tidak akan pernah menemukan mayatnya. Aku adalah White Dove," jawab Gourment dengan tenang, suaranya tak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Dalam hati kecilnya, Gourment berkata, "Aku harus sembunyikan identitas asli diriku."
"Benarkah?, mari kita lihat siapa dibalik topeng ini," ucap Crigia sembari mencoba untuk memutus tali topeng milik Gourment.
Sabrina dan pasukan Khorkan membuka kunci senjata masing-masing dan bersiap baku tembak. Suasana menegang, seolah-olah udara pun ikut tercekik.
Namun, mereka menurunkan senjatanya masing-masing, dan Sabrina berkata, "Buka saja topengnya dan lihat sendiri, tapi setelah membukanya, ku pastikan kau akan mati di tempat ini," Suara Sabrina mengancam, membuat Crigia semakin curiga.
"Aku akan membuka topeng ini," jawab White Dove dengan hati-hati, suaranya terdengar sedikit gemetar. Ia tahu, keputusan ini bisa berakibat fatal.
"Jika kau ingin tahu identitasku, maka kita akan pergi ke sebelah sana," ucap Gourment sembari mengarahkan pandangannya ke dalam hutan yang gelap, suaranya terdengar tenang namun penuh tekad.
"Kesana?, baiklah, aku mengerti kalian benar-benar ingin menyembunyikan identitas kalian," jawab Crigia, suaranya terdengar sedikit curiga.
Sabrina pun berkata, "White Dove, aku perintahkan kau untuk..."
"Tidak perlu khawatir, Kapten. Ketika dia benar-benar ingin tahu identitasku, maka aku harus memberikannya, mengingat aku adalah anggota divisi Perdamaian dalam pasukan," jawab Gourment dengan hati-hati, mencoba untuk menyembunyikan identitas aslinya.
Crigia pun melepaskannya dan mengikuti langkah Gourment, meninggalkan pasukan Khorkan bersama Sabrina dan Craux yang masih mengacungkan senjatanya masing-masing.
Sebelum memasuki gelapnya hutan, Crigia berkata, "Turunkan senjata kalian. Jika aku mendengar satu letusan saja, kalian bersama kedua orang ini akan ku eksekusi mati malam ini."
Mendengar ucapan tersebut, anggota Khorkan perlahan menurunkan senjata dan pergi dari lokasi, menyisakan Sabrina bersama Craux.
Di dalam gelapnya hutan, hanya ditemani sinar rembulan, perlahan Gourment membuka topengnya dengan sangat hati-hati kemudian membalikkan wajahnya.
Melihat wajah dari White Dove, Crigia pun sedikit terkejut dan berkata, "Sepertinya ada sedikit kesalahan pahaman, namun itu tidak menghentikanku untuk terus mengawasimu, White Dove."
"Operasi Wajah Waktu itu nampaknya berhasil" Ucap Gourment dalam Hati.
"Aku akan melepaskan kalian, dan aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian," ucap Crigia, sembari menyilangkan tangannya di belakang kepala. Tatapannya kosong, menggambarkan wajah yang penuh dengan kebosanan, seolah-olah ia benar-benar tidak tertarik dengan apa yang terjadi.
Gourment heran melihat hal tersebut dan langsung bergegas pergi menuju lokasi Craux dan Sabrina. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Crigia yang tiba-tiba berubah. Sikap Crigia yang terkesan acuh tak acuh membuat Gourment merasa tidak nyaman.
Saat mereka bertiga sudah berkumpul, Crigia melintas dan berkata, "Tenanglah, aku tidak akan melaporkan kalian." Suaranya masih terdengar datar, namun kali ini ada sedikit nada sinis yang tersembunyi di balik kata-katanya. Sikap Crigia yang seolah-olah meremehkan mereka semakin membuat Gourment curiga.
Mendengar ucapan itu, mereka bertiga masih merasa curiga, namun tetap memutuskan untuk pergi dari hutan tersebut.
Mereka tidak percaya begitu saja dengan ucapan Crigia, dan tetap bersiaga menghadapi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.
Suasana tegang masih menyelimuti mereka, meskipun Crigia sudah pergi. Mereka tidak yakin apakah Crigia benar-benar akan menepati janjinya atau tidak.
Di dalam perjalanan kembali menyusuri hutan yang gelap, Sabrina berkata, "Untungnya aku tahu di mana lokasi kalian."
"Darimana kau tahu lokasi kami?" tanya Craux, suaranya terdengar sedikit khawatir.
"Emm... aku tidak sengaja menempelkan alat pelacak di bajunya," ucap Sabrina sembari menyingkirkan semak belukar di hadapannya, senyum licik terukir di wajahnya.
Gourment pun dengan sigap meraba bajunya dan memegang benda yang sangat kecil, benda tersebut berkedip-kedip. Matanya membulat, wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut.
"Dia pasti memasang pelacak ini saat kejadian pagi itu," ucap Gourment dengan kesal dalam hati, wajahnya tampak murung. Ia menggaruk kepalanya yang gatal, seolah-olah sedang memikirkan cara untuk melepaskan alat pelacak tersebut.
Namun, setelah beberapa saat, ia menghela napas dan tersenyum kecut. "Ah, sudahlah. Sepertinya aku akan jadi 'binatang peliharaan' untuk sementara waktu," gumamnya, suaranya terdengar sedikit lucu.
Mendengar Gourment, Craux hanya tersenyum. Ia memang sudah menduga bahwa Sabrina pasti memiliki cara untuk melacak mereka. "Kau memang pintar, Sabrina," gumamnya dalam hati.
Mereka melanjutkan perjalanan untuk kembali ke markas, namun tanpa mereka sadari seseorang telah mengikuti mereka dan memantau dari kejauhan. Crigia, yang seolah-olah menghilang begitu saja, ternyata masih mengawasi mereka.
Saat Gourment, Craux, dan Sabrina sudah semakin menjauh, mereka bertiga bersembunyi di balik semak belukar, menghilang dari pandangan Crigia dan pasukannya. Crigia muncul di hadapan pasukan Khorkan yang masih tertinggal. "Berhenti..." ucap Crigia, suaranya terdengar dingin dan menusuk, menimbulkan rasa takut di hati para pasukan Khorkan.
"Kurasa tidak pantas kita mengikuti mereka lagi, dan aku akan memberikan penekanan kepada kalian," ucap Crigia dengan wajah menyeramkan yang membuat Pasukan Khorkan bergidik takut. "Jika kalian berani membongkar apa yang terjadi malam ini, kalian akan ku eksekusi massal."
Para pasukan Khorkan langsung terdiam, wajah mereka pucat pasi. Mereka tidak berani membantah perintah Crigia. Siapa yang berani melawan seorang komandan yang terkenal kejam dan tak kenal ampun?
Crigia pun berbalik dan menghilang di balik pepohonan, meninggalkan mereka dalam ketakutan. Pasukan Khorkan pun kembali ke markas, meninggalkan Gourment, Craux, dan Sabrina dalam keheningan hutan.
Setelah beberapa saat, Gourment, Craux, dan Sabrina merasa aman dan mulai menjauh dari tempat persembunyian mereka. Craux tidak tahan untuk menahan tawanya. "Hahaha... Crigia itu benar-benar lucu," ucapnya, suaranya terdengar sedikit gembira.
Gourment hanya heran melihat Craux yang tertawa. "Baru kali ini kulihat Kapten bisa tertawa," gumam Gourment dalam hati. Ia selalu menganggap Craux sebagai sosok misterius dan pendiam.
"Lihat saja, dia sampai mengancam akan mengeksekusi massal kita," jawab Craux, suaranya masih terdengar geli. "Padahal, dia sendiri yang tidak mau terlibat dengan urusan kita."
Gourment dan Sabrina pun ikut tertawa. Mereka menyadari bahwa Crigia, yang seolah-olah ingin menakut-nakuti mereka, justru terlihat seperti orang yang sedang panik dan tidak yakin dengan dirinya sendiri.
— ตอนใหม่กำลังมาในเร็วๆ นี้ — เขียนรีวิว