Axton menggumam lemah dan menggeliatkan tubuhnya. Saat dia membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah Wenda yang tengah tertidur pulas. Apa dia sedang bermimpi sekarang? Bukannya Wenda berada di rumah Leo?
Untuk meyakinkan apa ini mimpinya atau tidak, tangannya perlahan terulur membelai pipi Wenda dan dia bisa merasakan halusnya pipi Wenda. Ini bukan mimpi!
Dia duduk sembari memperhatikan sekitar. Sudah tentu ini adalah kamarnya tapi ... kenapa dia bisa ada di sini? Bukannya dia sedang berada di klub dan Dalton, di mana dia?
Kedua mata emerald-nya menatap kembali pada Wenda. Semua pertanyaan yang berada di pikiran sudah tak penting lagi karena adanya Wenda. Awalnya Axton pikir Wenda akan terus marah padanya tapi melihat wanita itu ada di rumahnya sekarang, hatinya lebih tentram.
Kasihan melihat Wenda tertidur sambil duduk. Axton lalu bangkit dari ranjang dan dengan inisiatif sendiri, pria itu menggendong Wenda dan menempatkannya ke ranjang dengan perlahan.
Setelah itu dia lalu keluar dari kamarnya mencari air hangat untuk pereda pusing kepalanya. "Tuan," ucap seorang pelayan yang berada di dapur melihat Axton.
"Ambilkan aku air hangat dan buatkan aku kopi." perintah Axton.
"Baik Tuan." jawab pelayan itu. Entah dari mana Zarina datang dan menyuruh si pelayan agar hanya membuatkan kopi untuk Axton dan dialah yang memberikan air hangat untuk Axton.
"Terima kasih ya dek." ucap Axton dan meminum air hangat itu. Zarina hanya tersenyum dan duduk Axton.
"Kakak, kenapa kakak pergi ke klub bersama Dalton tanpa mengabari kami. Kami sangat khawatir tahu." celetuk Zarina memulai pembicaraan.
Axton melirik sekilas pada Zarina dan mengucapkan terima kasih pada pelayan yang menyodorkan kopinya. "Apa Kakak tertekan dengan sikap Wenda kemarin?"
Axton masih dengan sikapnya yaitu diam. "Jawab pertanyaanku, apa itu benar?" Axton mengangguk pelan.
"Jadi, kakak suka dengan kakak Wenda." Axton mengerjapkan matanya tanda bahwa dia berpikir.
"Apa Kakak terlihat tidak menyukainya?" Jawaban itu cukup membuat Zarina mengerti bahwa Axton memang menyukai Wenda.
"Kalau kakak menyukai Kakak Wenda, kenapa Kakak tak merubah saja pernikahan kontrak Kakak menjadi pernikahan seumur hidup. Kakak nyaman bukan bersama dengan Wenda?" kata Zarina memancing kakaknya itu.
Axton merasa apa yang dikatakan oleh Zarina itu benar. Dia memang menyu ... maaf ralat, mencintai Wenda. Memang perkenalannya dengan Wenda begitu juga dengan pernikahannya hanyalah sebuah kesalahan.
Tapi semakin dia mengenal Wenda, semakin dia suka dengan kepribadian Wenda yang adalah wanita sederhana, mandiri dan sangat menghargai orang yang lebih tua.
💘💘💘💘
Wenda membuka matanya, dia bingung kenapa dia bisa tidur di ranjang dan di mana Axton. Dia bangun dan berjalan keluar dari kamar Axton menuju ruang keluarga.
"Kau sudah bangun?" Wenda memandang sayu pada Axton.
"Kenapa kau tak mengatakan padaku kalau kau sudah bangun?" tanya Wenda kesal tak dibangunkan.
"Kau tertidur pulas, aku tak tega." jawab Axton. Ditepuknya sofa di sampingnya mengisyaratkan agar Wenda duduk. Wenda menurut dan duduk di samping Axton. Axton menarik kepala Wenda dengan lembut dan menaruh di dadanya sambil membelai rambutnya.
"Apa kau masih mengantuk?" Wenda mengangguk dan membenarkan posisinya.
"Aku rasa sudah saatnya kita lebih dekat."
"Dekat?"
"Ya, dekat. Apa kau tak keberatan untuk kita tidur di ranjang yang sama?" tanya Axton.