-- Keesokan Harinya --
✉️ Kak, udah selesai bimbingannya?
Ditya mengirimkan sebuah pesan WhatsApp pada Randy. Hari ini dia hanya mengikuti satu mata kuliah dari dua mata kuliah yang ada. Dosen mata kuliah berikutnya berhalangan datang karena sedang mengisi seminar di luar kota. Teman-teman Ditya yang lain telah membubarkan diri. Beberapa pulang ke rumah sementara yang lain main ke pusat perbelanjaan atau sekedar makan. Ditya sebenarnya ingin pulang tapi dia ada janji dengan Randy. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu Randy kampus.
Tak lama kemudian, Randy menelepon Ditya.
"Halo, kamu dimana, Dit?" tanya Randy.
"Aku lagi di taman kak, dekat jurusan aku."
"Katanya kamu ada kuliah."
"Seharusnya sih, begitu kak. Tapi ternyata dosennya nggak ada. Lagi seminar di luar kota." jelas Ditya.
"Kamu sama siapa disana?"
"Sendirian kak."
"Yuni sama yang lainnya kemana?" tanya Randy.
"Ada yang pulang, ada yang makan."
"Oh, oke. Tunggu sebentar ya, Dit." kata Randy.
"Iya, Kak."
Ditya menutup panggilannya. Dia lalu memainkan salah satu game MOBA yang sedang viral untuk mengisi waktunya. Ketika dia sedang asik bermain, tiba-tiba ada seseorang yang menutup matanya dari belakang.
"Hei, siapa ini?" tanya Ditya sambil menepuk-nepuk tangan yang menutup matanya.
"Coba tebak siapa?"
Ditya langsung mengenal pemilik suara itu.
"Kak Randy!!" teriak Ditya.
Randy melepaskan tangannya dari mata Ditya. "Kenapa? Apa kamu mengharapkan orang lain yang menutup mata kamu?" goda Randy.
"Aku pikir ada pria tampan yang tertarik sama aku terus mau ngasih aku kejutan." kata Ditya sambil cemberut.
"Hey, apa menurut kamu aku ini kurang tampan?" tanya Randy sambil mencubit pipinya dengan gemas.
"Hmm.. No comment." Ditya menjulurkan lidahnya. "Kakak udah bimbingan?"
"Belum. Aku lagi nunggu giliran."
"Terus kenapa kakak kesini?" tanya Ditya bingung.
"Karena aku mengkhawatirkan kamu."
"Khawatir sama aku?"
"Iya. Tadi kan kamu bilang kamu sendirian disini. Aku jadi membayangkan bagaimana kalau tiba-tiba ada seorang pria hidung belang yang menggoda kamu." Randy berkata sambil menopangkan tangannya di dagu.
Ditya tertawa mendengar alasan Randy yang terlalu dibuat-buat.
"Harusnya kakak fokus aja sama bimbingan kakak." ucap Ditya.
"Bagaimana aku bisa fokus bimbingan kalau pikiran aku tertuju sama kamu?"
"Terus aku harus apa?"
"Kamu harus ikut sama aku." jawab Randy sambil tersenyum.
"No . . . no . . . no . . ." Ditya menolak ajakan Randy. "Aku nggak mau kak. Aku malu. Nanti pasti banyak yang ngeliatin aku karena wajah aku asing disana."
"Kenapa harus malu? Kalau mereka memperhatikan kamu, artinya kamu memang wanita yang menarik."
"Lebih baik kakak kembali ke dosen kakak sementara aku duduk manis disini sambil menunggu kakak selesai bimbingan. Aku jamin 100% aku akan baik-baik aja dan bisa menjaga diriku sendiri."
"Pokoknya kalau kamu nggak mau ikut, aku juga nggak mau bimbingan." Randy berusaha bernegosiasi dengan Ditya.
Ditya terdiam. Dia terlihat sedang berpikir apakah dia harus ikut dengan Randy atau tetap menunggu di sini. Melihat reaksi Ditya, Randy buru-buru mengeluarkan ultimatum.
"Baiklah, kalau kamu nggak mau ikut maka aku nggak jadi bimbingan. Dengan demikian penelitian ku akan tertunda dan semua ini akan merembet hingga tertundanya kelulusan aku. Dan kamu, Ditya, akan menjadi orang yang bertanggung jawab kalau hal ini sampai terjadi." Randy berbicara dengan nada setengah mengancam.
"Oke, aku ikut." kata Ditya dengan sangat terpaksa. Dia tidak mau menjadi hambatan bagi Randy untuk menyelesaikan studinya.
Akhirnya Randy dan Ditya berjalan menuju Fakultas Ekonomi. Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan Rian.
"Hei, Rian!" sapa Randy.
Rian dengan refleks menoleh ke arah Randy begitu mendengar namanya disebut. Dia tersenyum pada Randy, dan tiba-tiba wajahnya sedikit terkejut begitu melihat Ditya ada bersama Randy. Begitu pula dengan Ditya. Dia tidak menyangka kalau Randy dan Rian juga saling mengenal.
"Hei, Kak. Bagaimana kabarnya?" tanya Rian sambil mengulurkan tangannya pada Randy.
"Baik. Kapan kamu balik kesini?" tanya Randy ramah.
"Baru beberapa hari yang lalu. Kak Randy kenal dengan Ditya juga?" tanya Rian
"Oh iya, kamu kan, anak musik ya. Jadi kamu pasti kenal dengan Ditya juga. Aku dan Ditya memang sudah saling mengenal sejak kecil." jawab Randy.
"Jadi, bagaimana kalian bisa saling kenal?" tanya Ditya.
"Selain ikut klub musik, Rian juga aktif di BEM." jawab Randy.
"Oh, I see. . ." ucap Ditya.
"Kakak udah mulai nyusun skripsi?" tanya Rian.
"Belum. Baru buat proposal penelitian."
"Sukses, deh, Kak, buat proposalnya." kata Rian.
"Aamiin. Thanks, Ian. Kalau begitu kami duluan ya, see u." Randy pamit kepada Rian.
Tak lama kemudian mereka tiba di Fakultas Ekonomi. Hanya dalam hitungan detik, semua mata mulai tertuju pada Ditya dan Randy. Semua orang mulai berbisik-bisik membicarakan mereka. Hal ini membuat Ditya merasa canggung.
Menyadari apa yang dirasakan Ditya, Randy meraih tangan Ditya dan menggenggamnya erat. Begitu sampai di depan kantor jurusan Manajemen Bisnis, Ditya melihat beberapa mahasiswa disana. Salah satunya adalah Fajar, yang pernah bertemu dengan Ditya dan Randy di food court.
"Ran, kamu kemana aja? Sebentar lagi giliran kamu." tanya Fajar.
"Tadi ada urusan sebentar. Siapa yang lagi bimbingan?"
"Sarah." jawab Fajar, "Bukankah ini perempuan yang waktu itu makan sama kamu ya?"
"Iya." jawab Randy singkat.
"Jadi kalian benar pacaran? Ya ampun Ran, aku jadi iri sama kamu. Pacar kamu sampai nemenin kamu bimbingan kesini demi memberikan support untuk kamu."
Ditya bingung harus menanggapi apa. Jadi dia hanya tersenyum untuk menunjukkan kesopanan di hadapan Fajar.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Sarah keluar dari dalam kantor. Wajahnya langsung berseri ketika melihat Randy ada disana.
"Randy." sapa Sarah.
"Hai, Sarah." balas Randy. Lalu dia menoleh pada Ditya. "Tunggu sebentar, ya."
"Kak, aku tunggu diluar aja ya?" pinta Ditya. Randy mengangguk lalu masuk ke dalam kantor untuk menemui dosen pembimbingnya.
"Ditya, mau aku temani?" Sarah menawarkan diri.
"Kamu kenal sama dia juga?" tanya Fajar.
"Iya. Kami pernah beberapa kali ketemu." jawab Sarah ramah. "Ayo, Dit, kita ngobrol diluar sambil duduk."
Ditya ragu untuk menerima ajakan Sarah. Tapi pada akhirnya dia tetap mengikuti kemana Sarah pergi. Sarah dan Ditya duduk di depan gedung Fakultas Ekonomi.
"Bagaimana kabar kamu, Dit?" tanya Sarah.
"Baik kak. Kakak sendiri bagaimana?"
"Baik juga. Tumben kamu ikut Randy bimbingan." kata Sarah.
"Iya kak, soalnya aku ada janji sama Kak Randy hari ini. Dan kebetulan dosen aku nggak datang hari ini jadi aku disuruh ikut kesini sama Kak Randy."
"Oh begitu. Apa kamu tau sesuatu?" tanya Sarah.
"Apa itu?"
"Ini adalah kali pertama Randy mengajak atau membawa seorang wanita bersamanya kesini. Biasanya dia selalu sendiri atau bareng sama temen laki-lakinya."
"Benarkah?" tanya Ditya tidak percaya.
Sarah mengangguk.
'Pantas aja tadi semua orang melihat ke arah kami.' batin Ditya.
"Ditya, boleh aku bertanya sesuatu? Tapi kamu harus janji jangan menceritakan hal ini pada Randy."
"Iya kak, aku janji." jawab Ditya polos.
"Aku dengar dari teman-teman, katanya Randy udah punya pacar. Apa kamu tau siapa pacar Randy?"
Ditya terkejut mendengar pertanyaan Sarah, "Apa? Kak Randy punya pacar? Masa, sih, kak?"
"Loh, memangnya kamu nggak tau?" tanya Sarah bingung.
"Nggak. Kak Randy nggak pernah cerita kalau dia punya pacar." Ditya mengingat-ingat barangkali Randy pernah menceritakan orang uang dia suka. Tapi hasilnya nihil. "Mungkin itu cuma gosip kali, Kak. Soalnya setiap kali Kak Randy punya pacar, dia selalu cerita sama aku."
"Oh, ya? Syukurlah kalau hanya gosip." kata Sarah, "Eh maksud aku . . ." Sarah buru-buru meralat perkataannya tapi Ditya memotong pembicaraannya.
"Kakak suka ya, sama Kak Randy?" tanya Ditya ragu.