-- 1 bulan kemudian --
"Perhatikan semuanya. Besok kita akan mengadakan pelantikan PIN bagi para anggota baru. Untuk mendapatkan PIN yang menjadi simbol dari ekskul kita, kalian harus membawa beberapa makanan." Ade memberikan penjelasan tentang pelaksanaan pelantikan PIN kepada para anggota baru yang akan diadakan besok.
"Tolong dicatat beberapa makanan yang harus kalian bawa!" kata Putra.
Semua mahasiswa tingkat 1 itu mengeluarkan alat tulis mereka dari dalam tas.
"Makanan yang harus kalian bawa adalah 2 buah Sari Roti, 1 bungkus kacang atom Garuda ukuran sedang, 1 buah wafer Richeese ukuran sedang, 1 bungkus chitatos, 1 susu Ultra UHT dan 1 Aqua botol."
"Semua makanan ini harus kalian bawa, sebagian untuk dibagikan ke anak yatim, sebagian lagi untuk kalian makan besok." jelas Vina.
"Ada pertanyaan?" tanya Gina.
"Nggak kak." kata semuanya.
"Bagi anggota yang tidak membawa salah satu dari makanan tersebut, maka kalian akan mendapatkan hukuman." tambah Putra.
-- Malam hari di kontrakan Ditya --
"Kapan nih, kita mau beli makanan buat besok?" tanya Yuni.
"Coba aku lihat, apa aja sih, yang harus dibawa." kata Ditya sambil mengambil catatan Yuni.
"Sari Roti, Garuda, Ultra, Aqua, Richeese . . . Chitatos??" kata Ditya bingung saat membaca makanan yang terakhir, "Yun, kamu nggak salah nyatet ini?"
"Apanya yang salah? Bener, kok." kata Yuni.
"Tapi kan nggak ada Snack yang namanya Chitatos. Setau aku yang ada itu Chitato atau Cheetos."
"Coba samain sama catatan aku." kata Anisa sambil berlari ke kamar untuk mengambil catatannya. Tak lama kemudian dia kembali ke ruang tv sambil membawa bukunya.
"Bagaimana, Nis?" tanya Ditya.
"Sama aja Dit."
"Kalian nggak nanya sama senior pas kumpulan tadi?"
"Nggak, Dit. Karena kami nggak sadar sebelumnya."
"Duh, gawat nih!" kata Triana.
"Kenapa emangnya?" tanya Niar.
"Kan tadi Kak Putra bilang kalau makanannya nggak lengkap kita bakalan dapat hukuman!" Triana mengingatkan teman-temannya.
"Kamu kenapa nggak ikut kumpulan sih, Dit tadi. Kalau kamu ikut kan, kamu bisa nanya langsung sama Kak Desta." sesal Anisa.
"Tenang . . . tenang . . . aku coba tanya ke kak Desta ya." kata Ditya.
Ditya mengambil handphonenya dan menghubungi Desta. Hanya terdengar nada sambung di sebrang sana tanpa ada yang mengangkatnya.
"Bagaimana, Dit?" tanya Niar.
"Masih belum diangkat. Aku coba lagi, ya." kata Ditya. Setelah mencoba beberapa kali, terdengar suara Desta di ujung sana.
📞 Halo
📞 Hai, Kak. Maaf ganggu ya. Ada yang mau aku tanya mengenai makanan yang harus dibawa besok.
📞 Kenapa Dit makanannya?
📞 Di catatan kita semuanya tertulis snack Chitatos. Tadi Kak Putra bilangnya begitu. Tapi kan nggak ada kak, Snack merk itu. Ada juga Chitato atau Cheetos. Jadi yang bener yang mana, Kak?
📞 Oh iya ya. Duh, aku juga kurang tau, Dit. Soalnya catatannya dipegang Putra.
📞 Yah, gimana dong, Kak. Kan kalau salah bawa katanya bakalan dihukum.
📞 Coba kamu tanya Putra langsung mana yang bener.
📞 Harus sama dia ya nanyanya?
📞 Iya, kan catatannya ada di dia.
📞 Tapi aku nggak tau nomor telepon dia.
📞 Nanti aku kirim nomor telepon rumahnya lewat WA ya.
📞 Ok deh, terimakasih ya, Kak. Maaf ngerepotin.
Satu menit kemudian, Desta mengirimkan nomor telepon rumah Putra. Ditya dan yang lainnya berdebat untuk memutuskan siapa yang harus menelepon Putra.
"Nih, Yun. Kamu aja yang telepon Kak Putra." kata Ditya sambil menyodorkan telepon genggamnya
"Nggak mau, ah. Aku kan nggak deket sama senior."
"Kamu aja, Dit, yang telepon." usul Triana.
"Kenapa harus aku? Kalian kan, tau bagaimana aku sama Putra. Aku takut nggak bisa nahan emosi kalau sampai dia bertingkah menyebalkan."
"Justru itu. Diantara kita berlima cuma kamu yang berani menghadapi dia." kata Anisa.
"Ayolah, Dit. Demi masa depan kita semua. Ini udah malam loh, Dit. Kita kan masih harus belanja makanannya." Niar membujuk Ditya sambil mengedipkan matanya.
"Ok, aku yang telepon." Ditya akhirnya menyerah.
"Ingat, Dit. Harus tahan emosi." Anisa mengingatkan.
Ditya memencet nomor telepon Putra pada layar ponselnya. Tak lama kemudian, terdengar suara seorang perempuan di ujung sana.
📞 Halo.
📞 Halo, apa betul ini nomor telepon Putra?
📞 Iya betul.
📞 Putranya ada di rumah? Kalau ada, boleh saya bicara sama Putra?
📞 Ada kok. Tunggu sebentar ya, Kak.
Gadis itu meletakkan teleponnya di atas meja dan berteriak memanggil Putra. Ternyata dia adalah adiknya Putra yang bernama Karin. "A, ada telepon tuh"
"Dari siapa?" tanya Putra.
"Nggak tau, aku lupa tanya."
Putra berjalan menuju telepon dan menjawab telepon tersebut.
📞 Halo.
📞 Hai, Kak, ini aku Ditya.
Sapa Ditya dengan nada ramah. Putra sempat bingung Ditya mana yang dimaksud. 'Ditya? Ini nggak mungkin Ditya yang songong itu kan?', batin Putra.
📞 Ditya mana ya?
📞 Ditya yang ikut ekskul musik kak. Aku masih tingkat pertama.
📞 Oh, anak musik.
📞 Iya, kakak ingat kan?
📞 Hmm . . . lupa-lupa ingat, sih. Abis banyak banget MaBa yang suka ngobrol atau nelepon aku. Jadi aku suka lupa nama-nama mereka.
Baru awal saja, Ditya sudah dibuat kesal dengan tingkah laku Putra yang over confidence. 'Bagaimana mungkin dia nggak ingat sama aku sementara hobinya selalu mencari-cari masalah sama aku?' tanya Ditya dalam hati. Tapi teman-temannya memberi isyarat pada Ditya untuk meredam emosinya.
📞 Ya udah, Kak. Nggak penting juga sih, buat diinget. Aku nelepon kakak karena mau nanya masalah makanan yang mau dibawa besok. Tadi itu kakak bilang kita harus bawa Chitatos.
📞 Iya, terus kenapa?
📞 Kan, nggak ada Kak Chitatos mah. Ada juga Chitato atau Cheetos.
📞 Oh, iya ya.
📞 Jadi yang mana yang harus kami bawa?
📞 Wah, aku juga kurang ngerti, tuh.
Putra menjawab dengan nada yang terdengar menyebalkan di telinga Ditya dan itu semakin menyulut emosinya.
📞 Kok, nggak ngerti, sih? Kan, tadi kakak yang bacain nama-nama makanannya. Terus kata Kak Desta juga kakak yang pegang catatannya. Kenapa kakak jadi nggak ngerti?
Niar dan yang lainnya langsung pasrah dengan sikap Ditya. Mereka yakin Putra nggak akan memberikan solusi kalau Ditya marah-marah seperti ini.
📞 Bukankah kamu tadi nggak datang pas kumpulan?
Ditya langsung diam. 'Bagaimana dia tau kalau aku nggak datang. Katanya tadi dia lupa sama aku.'
📞 Aku datang kok, tapi aku sakit perut jadi aku pulang lagi ke rumah. Intinya tolong kasih tau aku mana yang bener.
📞 Memang bener sih, tadi aku yang bacain daftar makanannya. Tapi sekarang catatan itu dipegang Kak Ade. Jadi aku nggak tau mana yang bener.
Putra menjawab dengan nada meledek.
📞 Aaargh . . . Tadi kata Kak Desta catatannya ada di kakak. Sekarang kakak bilang ada di Kak Ade. Masa iya aku harus telepon Kak Ade lagi! Pulsa aku udah mau abis ini.
Di seberang sana Putra menahan tawa mendengar omelan Ditya. Sebenarnya catatan itu masih ada di dia. Dia hanya ingin membuat Ditya kesal.
📞 Begini aja deh, nanti biar aku yang tanya ke Kak Ade mana yang bener.
📞 Beneran, nih, kak? Ya, udah nanti tolong kabarin aku ya, kak, secepatnya. Terimakasih banyak . . .
Saat Ditya mau menutup teleponnya, Putra memotong pembicaraannya.
📞 Eh, tunggu, Dit!
📞 Ada apa lagi?
📞 Bagaimana caranya aku hubungi kamu?
📞 Loh, kan aku lagi nelepon kakak. Nanti juga ada nomor aku tertera disana.
📞 Kamu itu lupa atau beneran bodoh, sih. Kamu kan, nelepon ke nomor rumah aku. Jadi nggak akan terlihat nomor ponsel kamu disini.
📞 Oh, iya, ya.
Ditya kali ini benar-benar merasa malu karena kebodohannya.
📞 Coba kamu sebutin aja nomor WhatsApp kamu. Nanti biar aku yang hubungi kamu melalui WhatsApp.
Ditya memberi isyarat kepada teman-temannya, apakah dia harus memberi nomor WhatsApp-nya atau tidak. Dan semuanya mengangguk setuju. Ditya menghela nafas dengan pasrah. Sebenarnya dia tidak ingin memberitahukan nomornya pada Putra. Tapi apa boleh buat, itulah satu-satunya cara agar mereka tidak dihukum.
📞 Ok. Kakak udah pegang pulpen?
📞 Ya.
📞 085694354060
📞 Aku ulang ya. 0856-9435-4060.
📞 Iya kak, benar.
📞 Ya udah nanti aku hubungi kamu ya.
📞 Jangan lupa ya, kak. Dan nggak pake lama, soalnya takut keburu malam.
📞 Ok.
📞 Terimakasih kak.
Ditya menutup teleponnya.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Aku nggak perlu repot-repot minta nomor kamu ke Desta karena itu akan membuatnya curiga. Akhirnya kamu sendiri yang memberitahu nomor kamu." kata Putra merasa senang.