Ella sudah merapihkan dirinya, dan sudah berganti pakaian. Ia mengenakan seragam pelayan, dan rambutnya sudah ia kuncir dengan rapi.
Semua para pelayan rumah tanga sudah bersiap, dan Edward yang baru saja tiba membuat suasana menjadi tegang. Edward tidak datang sendiri, Rose bersamanya. Dengan manjanya ia terus mengaitkan lengannya di lengan Edward.
"Sore Tuan Edward, dan Nona Rose anda terlihat cantik hari ini." Ucap Ella berbasa basi, Rose tersenyum mendengar pujian Ella.
"Aku ingin mandi dulu. Kau ingin menunggu?" Tanya Edward pada Rose, sedangkan Ella hanya berdiri diam dan menunduk.
"Boleh aku ikut ke kamarmu, tidak ada siapa-siapa disini. Masa kau menyuruhku menunggu bersama dengan pelayan." Rose mulai menggoda lagi.
"OK, kau boleh menunggu di kamarku." Jawab Edward cepat. Mereka pun berlalu dan sudah menuju kamar Edward Huxley.
"Huhh... memangnya kenapa kalau bersama pelayan?" Ella pun membalikan badannya, menatap hidangan yang berada di atas meja. Mengecek satu persatu, takut ada yang terlewatkan olehnya.
Tamu-tamu mulai berdatangan, Ella membantu Alvin dan Floretta menyambut para tamu. Sedangkan Laras dan Hellen sudah berada di ruang hidangan.
Setidaknya ada sekitar tigapuluh orang yang hadir, tidak begitu banyak. Tapi cukup membuat kebisingan di acara pesta itu, Edward ternyata mengundang beberapa pemain DJ yang ia pusatkan di area kolam renang.
"Bruk..."
Ella menabrak sekawanan tamu yang tampak baru tiba. Ella benar-benar tekejut, ia melihat George sudah berada di hadapannya. Kali ini George sudah mengenakan setelah jas yang rapi, "George?"
Seorang wanita dengan rambut pendek berwarna merah, datang dan menghampirinya. Merangkul mesra George.
"Sayang.. Kau kenal dia?" Ucap wanita itu.
"Aku.. ah tidak aku tidak kenal dia." Jawab George cepat.
Ella menunduk kesal, tangannya ia kepal dengan erat.
"Maaf permisi." Ucap Ella menerobos lewat, ia masih mencoba menahan sedihnya, tapi satu tetes air matanya berhasil keluar. Dengan cepat Ella menyeka air matanya.
"Kau tidak apa-apa Nona?" Tanya seorang pria dengan sopan.
"Ah saya tidak apa-apa. Maaf." Ucap Ella, pria tersebut terseyum manis memandang Ella. Ella mengenali pria itu, pria yang mengendarai mobil mustang merah.
"Boleh kau beri tahu dimana toilet berada?" Tanya pria itu sopan, Ella pun menunjuk ke arah bagian dalam mansion. Dan pria itu langsung memahami penjelasannya.
Pesta semakin menggila, Ella bahkan bisa melihat beberapa tamu sudah mulai mabuk.
Bahkan Edward yang sudah mulai mabuk berat, mencium seorang wanita yang jelas sekali itu bukan Rose.
Ella sudah tidak asing dengan tingkah laku dan segala macam tabiat Edward yang buruk, termaksud dengan mengonta ganti pasangan dengan mudah. Awalnya Ella merasa prihatin, tapi lama kelamaan rasa prihatin itu terganti dengan perasaan tidak peduli.
Untungnya besok adalah hari libur, jadi tidak apa-apa bagi Ella untuk terjaga lama di acara pesta itu.
Hari semakin malam, dan para tamu undangan satu persatu mulai pulang.
Ella memperhatikan George dan wanita yang sudah mulai mabuk berat, Ella sangat menghindari George. Masih ada rasa tidak nyaman, untuk bertatap muka dengannya.
Akhirnya semua para tamu undangan pun pergi. Edward yang dibantu alvin, dibantu menuju kamar mereka. Rose masih saja mengikuti, bahkan ia pun masuk kedalam kamar Edward.
Bersama dengan pelayan lainnya, mereka mulai membersihkan sisa-sisa pesta. Setelah dua jam, akhirnya mereka beristirahat. Ella merebahkan dirinya di atas kasur, menatap wajah ibunya yang sudah terlelap duluan.
"Ibu, aku janji. Kita akan segera keluar dari sini, dan ibu tidak perlu bekerja lagi." Ucap Ella lirih, dan menyentuh wajah ibunya dengan penuh sayang.
Ella bangun kesiangan pagi itu, ibunya dengan sengaja tidak membangunkannya. Karena rasa iba melihat putrinya yang terlalu lelah. Ella sudah bersiap dengan kaos hitam berkerah, dan celana jeans biru.
Ia mengikat rambut panjangnya dan ia kaitkan pada topi hitamnya. Hari ini adalah jadwalnya untuk mengurus para kuda, Jason biasanya pulang di hari minggu.
Baru saja ia ingin bergegas, Laras meminta bantuannya untuk meletakkan selimut sutra yang sudah selesai di laudry di kamar Mr & Mrs Huxley.
Ella baru saja selesai menyusun dan menata rapi selimut sutra tepat di atas tempat tidur, ia sempat memperhatikan kamar majikannya yang sangat indah lengkap dengan furniture mewah. Membayangkan suatu saat ia memiliki kamar seperti itu.
Ella sudah berada di luar kamar, berjalan melewati kamar Edward. Tampaknya Edward masih tertidur dengan Rose. Ia pun tidak peduli dan terus melangkah dengan santai, sudah tidak sabar menuju kandang kuda dan menemui Hercules.
"Sssttt...ssttt..." Rose yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar Edward, dan hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Hei kau, iya kemari!" Ucap Rose mulai memerintah ke arah Ella. "Pagi Nona Rose, ada yang bisa saya bantu." Ucap Ella masih bersikap sopan.
"Aku lupa ada janji hari ini, aku harus segera pergi. Edward tadi meminta teh, bisa kau buatkan?" Ucap Rose. "Ya Nona, saya bisa bantu buatkan teh."
Rose mulai berjalan dengan selimut di tubuhnya, sambil membawa tas kecil dan sepatu.
"Anda akan pergi keluar mengenakan itu?" Tanya Ella bingung.
"Oh ini, aku pinjam selimutnya ya. Lagi pula Edward memiliki banyak selimut di dalam, baju ku robek semalam. Yahh kau tau kan, kami semalam sedikit menggila di kamar." Ucap Rose tanpa malu.
"Apa anda mau saya pinjamkan baju saya?" Ella mencoba menawarkan, Rose langsung menatap Ella dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. "Kurasa tidak perlu, itu bukan gayaku sama sekali. Aku masih menyimpan pakain di mobilku, jadi terimakasih dengan
tawaranmu."
Rose benar-benar pergi dengan hanya selimut di tubuhnya, Ella pun sudah kembali membawa cangkir dan sebuah teko teh sesuai dengan permintaan Edward.
Ella mengetuk pintu dengan pelan, "Tuan Edward?" Panggil Ella. Tapi tidak ada sautan dari Edward. "Sepertinya masih tidur. Lebih baik aku letakkan saja, dan lansung pergi. Dari pada dia mengamuk, karena tidak dibawakan teh." Ucap Ella.
Ella membuka pintu perlahan, terlihat tirai jendela sudah terbuka sedikit membuat kamar Edward menjadi sedikit terang.
Ella melangkah kecil, berusaha tidak menimbulkan suara yang akan membuat Edward bangun.
Ella dengan hati-hati meletakkan cangkir dan teko teh yang ia bawa di meja yang tidak jauh dari sisi tempat tidur.
Terlihat Edward masih tertidur tengkurap dengan pulas, Ella hanya bisa melihat punggung Edward yang terbuka, selebihnya hanya tertutup dengan selimut.
Baru saja Ella akan melangkah keluar dengan hati-hati, Edward langsung menarik tangan Ella.
Ella terperangah, dan Edward mulai bangkit dari duduknya dan memeluk Ella dengan erat.
Selimut yang menutup tubuh Edward langsung merosot jatuh, Ella langsung menutup kedua matanya dengan telapak tangannya.
"Rose.. kamu mau kemana?" Ucap Edward yang masih terlihat sedikit mabuk dan tidak sadar, kalau Ella-lah yang ia peluk.
"Tuan Edward, Ma... maaf. Saya Ella bukan Rose, Maaf bisa anda tutup tubuh anda dengan selimut? Dan apa bisa anda tidak memeluk saya." Ucap Ella terbata-bata dan takut.
"Ellaaaa Amberr!! Apa yang kau lakukan disini!!???" Teriak Edward sangat kesal.
Ella sudah menunggangi Hercules, kuda itu berlari kencang dan sangat senang dengan Ella yang mengajaknya keluar kandang.
Ella masih mengingat kejadian yang baru saja ia alami, baru kali ini ia melihat Edward tanpa busana. Itu benar-benar memalukan, apakah ia tampak seperti wanita mesum.
Walaupun sebenarnya Ella biasa diberi hukuman dengan harus memijat punggung Edward selama beberapa jam, dan itu pun hanya pakaian atasnya saja yang di lepas.
Hercules memperlambat langkahnya, tampaknya kuda itu merasakan Ella yang sedang tidak fokus hari itu. "Hei ada apa?" Ucap Ella.
Ternyata Hercules berhenti karena melihat Edward yang sudah berdiri tegap, masih ada raut kekesalan di wajahnya memandang Ella.
"Siang Tuan Edward, tumben sekali hari minggu ini biasanya anda tidak berkuda." Sapa Ella masih tertunduk takut, dan sudah turun dari kuda.
"Aku tidak ingin berkuda, sepertinya kau suka sekali dan sangat menikmati terik panas di siang hari." Ucap Edward menyeringai mencurigakan.
"Ella!!! Buat menjadi sepuluh lubang, Mmm tidak buat menjadi lima belas lubang dan setelahnya kau harus menutupnya kembali dengan cepat. Lakukan tidak lebih dari dua jam." Perintah Edward yang duduk santai, memperhatikan Ella yang sudah memegang sekopnya.
"Tapi tuan, kenapa? Apa saya membuat kesalahan?" Ella bertanya kesal.
"Pertama, kau masuk kamarku tanpa ijin, kedua kau melihatku tanpa busana, ketiga aku tidak memerintahkanmu untuk membawakanku teh." Teriak Edward.
"Tapi tuan, itu karena nona Rose yang menyuruh saya untuk membawakan teh." Ella berusaha membela. "Apa Rose yang sekarang menjadi majikanmu? Dan kalau kau masih menyelaku, akan ku buat menjadi duapuluh galian!!" Edward membantah semua alasan Ella.
Ella benar-benar kesal, justru dialah yang menjadi korban. Ia masih terus menggali di lahan yang biasa digunakan untuk membakar jerami-jerami dan daun-daun kering.
Ella sudah mulai kepanasan, tapi ia masih bisa mengatasinya. Tangannya sudah terlihat sedikit memar, tapi ia tidak merisaukan. Edward masih memandang dari kejauhan, menikmati tontonan gratis yang diberikan oleh Ella.
Ella yakin, Edward ingin sekali Ella memohon-mohon untuk diberi ampun. Seperti pada malam pertemuan pertama mereka, ketika mereka masih anak-anak. Tapi semenjak itu, Ella berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menunjukkan sikap lemahnya kepada pria yang ada di depannya.
Ella berjalan mendekati Edward, bajunya sudah hampir basah dengan semua keringatnya. Wajahnya memerah karena sengatan matahari. "Bagus, kau menyelesaikan sebelum waktunya." Ucap Edward.
"Rapikan dirimu, aku ingin dipijat. Pesta semalam benar-benar membuatku lelah." Ucap Edward sambil berlalu tanpa melihat reaksi Ella. Ella menatap semakin kesal, melihat Edward yang sudah menghilang.
Ia pun mulai mengumpat kesal,
"Sinting!! Monster.... Orang gila....Psikopat!!" Umpat Ella kesal.
Ella sudah merapikan dirinya, Laras tampak khawatir dengan Putrinya. "Kamu yakin tidak apa-apa, atau biarkan ibu saja yang memijat Tuan Edward." Ucap Laras.
"Tidak apa-apa bu, Ibu kan tau bagaiamana Tuan Edward. Lagi pula, hukuman tadi masih hukuman kecil. Lihat Ella, apa ibu lihat Ella terluka. Ella ini wanita yang kuat, jadi ibu tidak perlu khawatir" Ella menyeringai, tidak mungkin ia membiarkan ibunya untuk menggantikan tugasnya.
Ella sudah membawa semua peralatan, lilin dengan aroma therapy, minyak zaitun, dan handuk kecil. Telapak tangannya masih terasa sangat perih, tapi ini tidak bisa dijadikan alasan untuk Edward memberikannya keringanan.
Ella mengetuk pintu kamar Edward, dan setelah mendengar Edward menyahutnya. Barulah ia memberanikan diri untuk melangkah masuk. Edward sudah menggunakan celana panjang , dan mengenakan piyama handuk.
Ia sedang memandang tabletnya dengan serius di kursi besarnya, Ella melangkah dengan hati-hati. Dari raut wajahnya Ella tau, moodnya sedang tidak semakin membaik. Ella sudah mulai meletakkan lilin therapy dan menyalakannya.
Ia berdiri di samping Edward yang masih serius dengan menatap tabletnya, Ella sedikit melirik ke arah tablet dan ikut membaca sebuah headline. Mengenai informasi bisnis, yang ia juga tidak paham.
"Tuan Edward, semua sudah siap. Apa anda mau sekarang? Atau nanti?" Tanya Ella hati-hati.
"Mmmm..." Jawab Edward tanpa memandang Ella. Edward pun berdiri, ia melepaskan piyamanya dan kali ini hanya mengenakan celana panjang. Ia mulai merebahkan dirinya di atas kasur, memberikan dan memperlihatkan punggungnya ke arah Ella.
Ella sudah mengoleskan minyak zaitun ke telapak tagannya, memandang kesal ke arah punggung Edward. Rasanya ingin sekali ia memberikan sebuah pukulan, tapi ia masih bisa menahannya.
Ella sudah mulai memijat area punggung Edward, dan majikannya tampak menikmatinya.
"Mana tenagamu? Apa menggali lubang sudah membuatmu kehilangan banyak tenaga." Sindir Edward dengan sengaja. "Maaf Tuan." Jawab Ella, dan semakin mengeraskan sisa tenanganya.
"Aku benar-benar lelah belakangan ini, apalagi pesta kemarin." Ucap Edward yang sudah memejamkan matanya. Ella pun justru dengan sengaja memukul keras ketimbang memijat perlahan.
Tiga jam pun berlalu, Ella melirik ke arah Edward yang sudah sangat tertidur lelap. Memperhatikan dengan seksama wajah Edward, hidungnya yang mancung, bibir yang kecil, alisnya yang tebal. Wajar jika banyak perempuan yang ingin dekat dengannya.
"Tuan Edward?" Panggil Ella penasaran, memastikan apakah ia benar-benar sudah tertidur lelap atau belum.
"Hmm.. akhirnya selesai juga. Tuan Edward kau memang benar-benar tampan, seperti seorang pangeran. Andaikan ketampananmu bisa diimbangi dengan sifatmu." Ella masih memandang Edward.
"Aku yakin kau pasti bisa menemukan seorang putri yang baik hati, dari pada kau harus terus berganti-ganti wanita yang hanya ingin bersenang-senang denganmu dan tidak mencintaimu"
Ella sudah menegakkan tubuhnya, mengambil semua peralatan pijatnya. Kemudian perlahan meninggalkan kamar Eward.
Edward membuka kedua matanya, ia sudah mendengar jelas semua perkataan Ella. Dia pun duduk di sisi tempat tidurnya.
Kembali ia mengingat perkataan pelayannya, dan mulai menertawai dirinya sendiri. "Hh.. pangeran??" Ucapnya geli.