Setelah menenangkan diri dan memikirkan segala sesuatunya, dengan tegas Edwin mengutarakan keinginannya.
"Ayah...papa sepertinya saya sudah tidak bisa lagi menahan ini terlalu lama, saya ingin menikahi Bila saat ini juga" kalimat itu ia ucapkan dengan lancar dalam satu tarikan napas.
"Apa" semua orang diruangan itu terkaget mendengar pernyataan Edwin.
"Ya, saya ingin menika dengan Bila sekarang juga, setelah menahan semua saya takut Khilaf" Edwin berkilah untuk menyembunyikan alasan sebenarnya.
"Tapi Win menikah tidak bisa semudah itu, ada persyaratan yang harus dipenuhi baik administrasi ataupun mahar" Edo menjelaskan pada Edwin.
"Aku tahu mas, maksutku untuk saat ini aku ingin menikahi Bila dengan sah secara agama dulu, peresmiannya sesuai rencana awal".
"Memangnya kamu sudah kebelet lil bro?" tanya Erwin.
"Iya lah, harusnya aku sudah nikah sama Bila sejak dulu kok".
"Tapi Win walau itu cuma nikah agama toh perlu mahar, bagaimana kamu akan menyiapkannya, sementara ini sudah sore" Pak Baroto mengingatkan anaknya yang terlihat tak bisa menahan diri lagi.
Edwin melihat arlojinya ia kemudian berpikir.
"Kak masak nikah, kan rencana hari ini cuma kenalan, aku belum siap deh kak" Bila mengutarakan pendapatnya.
"Sayang nurut" Edwin memperingatkan Bila untuk menurutinya "yah, bu apa saya boleh menikahi Bila hari ini?".
Ayah dan ibu Bila bingung harus menjawab apa "terserah Bila, kami akan mendukung keputas Bila apapun itu" jawab ayah.
Setelah Edwin memberi penjelasan pada ke dua keluarga itu ahirnya mereka menyetujui permintaan Edwin.
Akan tetapi mereka juga bingung, hari telah sore dan rasanya mustahil untuk menyiapkan mahar secepatnya, lagi pula siapa yang akan mengijabkan mereka dalam waktu yang tiba-tiba ini.
Jam menunjukan pukul 17.30 dan ahirnya Edwin memiliki ide yang cukup cemerlang.
"Bila cincin yang aku berikan mana?".
"Ada kak di kamar".
"Ambil, anggap itu mahar dariku untuk saat ini, cepat ambil".
Bila melihat ke arah ibunya, setelah melihat ibunya menganggukan kepala ia segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil Cincin dan kalung pemberian Edwin dibantu oleh Zahra dan Fani.
Sementara Edwin saat ini sedang meminta bantuan ayah untuk mencarikan seorang ustadz atau kyai untuk menikahkan mereka.
Ayah berpikir cukup lama mencari sosok seorang yang paham agama untuk menikahkan mereka berdua, sampai ayah menemukan sebuah nama ustadz Ridho guru ngaji Bila.
Ahirnya diputuskan bahwa pernikahan akan dilaksanakan bakda Maghrib, ayahpun segera menemui guru ngaji Bila juga pak Rt dan bebetapa orang tetangganya.
Edwin meminta Bila menghubungi pegawai butiknya untuk mengantarkan mukena segera, sementara ibu kebingungan bagaimana ia akan menyeduakan jamuan untuk tamu secara mendadak.
Karena semangat membara dan rasa bahagia dengan mudahnya Edwin menemukan solusi, ia memesan beberapa masakan di restoran Frans, iapun meminta salah satu karyawannya untuk membawa.
Tepat saat adzan berkumandang tiga orang karyawan Edwin sudah sampai selain mengantarkan pesanan Edwin ia juga meminta mereka untuk membantu persiapan pernikahan mendadak itu.
Selepas menunaikan shalat Magrib Bila kembali fidandani oleh Fani dan Zahra.
Setengah jam kemudian semua telah siap, dan ustad Ridho juga sudah datang.
Di meja ruang tamu sudah ada seperangkat alat shalat dan perhiasan sebagai mahar pernikahan.
Bila juga sudah keluar setelah didandani dengan cantik oleh adik dan temannya.
Secara kebetulan Khafiz juga datang diwaktu yang tepat, walau tujuannya untuk menjemput Fani justru ia akan jadi saksi kebahagiaan Bila dan Edwin, Fani juga menceritakan semua yang terjadi saharian ini.
Setelah semua orang berkumpul suasana hikmad langsung terasa dalam ruangan itu Bila tampak duduk bersanding dengan Edwin berhadapan dengan Ustadz Ridho yang akan menikahkan mereka.
Dengan pak RT sebagai saksi dari Bila, dan Edo sebagai saksi dari pihak Edwin acara ihab qobul dadakan itupun berlangsung dwngan lancar.
"Saya terima nikah dan kawinnya Salsabila Khairunnisa binti Suyadib dengan maskawin seperangkat alat shalat dan cincin emas dibayar tunai" Edwin begitu lancar mengucapkan ijab qobul dalam satu kalintarikan napas.
Kemudian Ustadz rido bertanya "sah?".
"Sah" dengan kompak tamu yang hadir menjawab dengan serentak.
Mulai saat itu juga Bila telah sah aecara agama jadi istri Edwin.
Suasana haru kembali menyelimuti keluarga itu saat Bila dan Edwin sungkeman untuk meminta restu.
Acara telah terlaksana, tamu-tamupun telah pulang tinggal ke dua belah pihak keluarga dengan perasaan dan kesibukan masing-maaing.
Erwin yang sedari awal acara sampai saat ini sedang melakukan vidio call dengan istri dan kakak iparnya, pak Baroto dan pak Suyadi yang sedang menenangkan ibu Bila yang menangis haru.
Edo, Fani, Khafiz, Zahrana yang sedang mengganggu pengantin dadakan, sementara ketiga karyawan Edwin dan sopirnya sedang membatu bersih-bersih.
Jam sudah menunjukan pujul 20.30 pak Baroto berniat untuk berpamitan, dan meminta ijin agar Bila diijinkan untuk mereka bawa.
"Bapak dan ibu Yadi saya minta ijin membawa Bila pulang ke rumah kami".
"Tapi pak, ini terlalu mendadak".
"Bu...besok Edwin janji giliran Edwin nginep di rumah ibu".
Setelah semua orang membujuk, ahirnya dengan berat hati ibu mempersilahkan anak kesayangannya dibawa oleh suaminya.
Sebenarnya Bila juga sudah berusaha menolak dengan alasan ia belum siap, tapi sikap kekeh Edwin hari itu benar-benar tak terkalahkan, rasanya hari itu Edwin memiliki people power yang dahsyat tak seorangpun mampu mengalahkannya.
Bilapun ahirnya hanya mampu pasrah mengikuti kemauan Edwin.
Ahirnya......seperangkat alas shalatnya keluar ???.
Cerita masih lanjut kok, masih ada Caca lho ya.
Happy reading and love you all ???