Kamis siang pak Baroto mengunjungi rumah keluarga Bila, ayah Bila memang sengaja tidak berangkat bekerja karena sudah janjian sebelumnya.
Setelah mengobrol cukup lama akhirnya pak Baroto mengatakan tujuan sebenarnya ia datang ke rumah itu.
"Langsung saja pak Yadi, kedatangan saya kemari sebenarnya ingin berbicara hal penting".
Pak Baroto menceritakan apa yang ia lihat di kamar Edwin, tentang Foti-foto Bila yang tersimpan didinding almari kamar Edwin.
"Memangnya ada apa pak?" tanya pak Suyadi.
"Pak apa benar anak saya Edwin sering datang ke rumah ini?".
"Nak Edwin putra pak Baroto?"Bu Hamidah bertanya dengan kaget.
"Ya bu, selama ini Edwin sering menceritakan tentang Nisa tapi dalam versi yang berbeda,.dia memanggil Bila".
"Ya mang panggilan anak kami Bila pak" Pak Yadi menjelaskan.
"Oh.....begini bapak dan bu Yadi, ternyata anak saya itu bercita-cita ingin menikahi putri pak Yadi" pak Baroto mulai menjelaskan.
"Apa?" ibu merasa terkejut "setahu kami hubungan Bila dan Edwin sudah lama berakhir pak".
"Wah saya malah ndak tahu bu" pak Baroto menjawab "tapi yang saya tahu anak saya sangat mencintai Nisa".
"Jadi intinya bagaimana pak?" ayah mencari
titik tengah dari percakapan mereka.
"Intinya kalau memang anak kita berjodoh, ijinkan saya melamar anak bapak untuk anak saya" pak Baroto mengatakan tujuan utamanya.
"Kalau memang mereka setuju, kami hanya bisa mendo'akan mereka".
"Jadi pak Suyadi mengijinkan nak Nisa saya Minta, Alhamdulillah impian saya selama ini ahirnya terwujud' Pak Baroto merasa sangat bahagia.
Orang tua Bila juga merasakan hal yang sama, jika anak mereka memang berjodoh dengan Edwin itu merupakan suatu kebahagiaan.
Selain mereka tahu bahwa pak Baroto sudah menganggap Bila seperti putrinya, mereka juga mengenal Edwin sebagai laki-laki yang baik.
Dari obrolan mereka terjadi kesepakatan bahwa mereka akan merahasiakan jodoh untuk anak-anak mereka, mereka dengan sengaja akan mempertemukan Bila dan Edwin dengan sebuah kejutan yang manis.
Sore hari sebelum acara pernikahan Khafiz dan Fani Edwin mengaja Bila ke sebuah toko pakaian, setelah lama memilih pakaian mereka ahirnya menemukan baju couple bernuansa tradisional dan sepasang baju untuk acara resepsi untuk esok harinya.
Hari berikutnya Bila dengan busana kebaya moderen berwarna biru safir yang senada dengan kemeja batik yang Edwin kenakan.
Edwin tampak gagah dengan kemeja yang melekat pas di tubuhnya yang memperlihatkan dada bidang dan pundak tegapnya.
Sementara Bila semakin terlihat cantik dengan polesan make up tipis, lipstik berwarna pink natural membuatnya terlihat seperti boneka mungil.
Mereka datang ke acara sahabatnya dengan raut wajah bahagia.
Acara ijab qobul Fani dan Khafiz hanya dihadiri keluarga dekat saja dan berlangsung dengan sederhana dan khikmad.
Dengan dandanan khas pengantin jawa muslimah berwarna putih Fani terlihat bagai seorang putri sedang Khafiz terlihat tampan dengan stelan taksudo hitam dan kemeja putihnya.
Ijab qobul yang Khafiz ucapkan begitu lancar dalam satu kali tarikan nafas, selanjutnya momen haru menyelimuti ruangan itu ketika prosesi sungkeman.
Raut kebahagiaan tampak terpancar dari Fani dan Khafiz, ibu Khafiz mendekati Bila yang saat itu sedang duduk dusamping Edwin untuk menikmati hidangan.
"Bila" ibu Khafiz memanggil Bila kemudian setelah Bila berdiri wanita itu segera memeluknya "terimakasih mungkin tanpa Bila pernikahan ini tidak akan terjadi".
"Ibu...pernikahan mereka adalah takdir Allah, jadi walaupun tanpa Bila mereka juga pastinya akan menikah".
"Bila kamu datang sama siapa?"ibu Khafiz melepaskan pelukannya kemudian melihat Edwin.
"Perkenalkan bu, ini kak Edwin pimpinan Bila di kantor".Bila memperkanalkan mereka ber dua.
Edwin berdiri kemudian menyalami ibu Khafiz "saya Edwin bu, tepatnya saya calon suami Bila".
"Sungguh?" dengan wajah berbinar ibu Khafiz memberikan selamat "selamat ya, cepat menyusul ya" ibu mendo'akan mereka.
Setelah acara itu selesai Edwin mengantar Bila pulang, di jalan Edwin kembali menggoda Bila.
"Bila..kamu cantik banget".
"Kapan aku ga cantik dimata kakak?" Bila menjawab dengan datar.
"Serius, harusnya tadi kita nikah sekalian ya" Goda Edwin.
"Males ah nikah sama cowok cemburuan, ngambekan lagi".
"Bila....jangan menggoda ku ya".
"Siapa yang menggoda, aku lagi ngejek kakak tau".
"Kamu kan tahu kalau ejekan kamu itu sangan menggodaku, jangan salahkan aku kalau aku khilaf ya".
"Apaan sih" Bila kembali tersudut dengan pernyataan Edwin.
"Bila...jujur ya tadi aku bayangin kalau yang nikah tuh kita".
"Kak...udah ah, jangan gitu dong" Bila mulai ngambek.
Setelah memgantar Bila pulang, Edwin segera kembali ke rumahnya, ketika ia masuk papanya sudah menunggu dengan raut muka serius.
Edwin mendekati papanya untuk menanyakam apa yang terjadi.
"Papa sakit, kok tegang gitu?"
"Tidak" pak Baroto menjawab dengan datar.
"Lalu ada apa pa?"
"Win kamu sudah cukup dewasa untuk menikah, apa tidak sebaiknya kamu segera menikah!"
"Edwin maunya juga seperti itu, tapi calon Edwin sepertinya belum siap pa".
"Ya sudah kamu menikah sama calon pilihan papa saja".
"Ga...ga...ga ah pa, aku sudah punya calon sendiri".
"Kamu belum melihat gadis yang ingin papa jodohkan sama kamu, sudah keburu nolak, lihat dulu baru komentar".
"Pokoknya tidak, Edwin tetap pada pendirian Edwin".
Edwin dengan keras menolak permintaan orang tuanya, ia bersi keras hanya ingin menikah dengan Bila.
Sementara pak Baroto yang sudah tahu semuanya hanya tertawa dalam hati sambil mengucapkan "tunggu saja kamu Edwin" ancam pak Baroto dalam hati.
Hadiah permohonan maaf dari saya yang baru belajar ???
Happy reading.