Tak ingin andre mengetahui apa yang terjadi, meri berbalik menghindari andre. Reaksi andre akan sama seperti saat meri mendapat tamparan dari wanita pengagum ilham.
Bukannya mencari wanita itu, andre lebih memilih mencari ilham yang ia anggap menjadi penyebab segalanya. Begitulah ia bertindak, tak ingin mengatasi ranting yang rapuh tapi memilih mencabut akar walaupun itu kokoh. Dengan begitu ia tidak akan menghadapi kondisi yang sama.
Saat ia mematahkan ranting, ke depannya masih akan tumbuh ranting yang lain. Tapi jika dia menyingkirkan akarnya, maka tak ada masalah lagi untuk ke depannya. Begitulah logikanya berpikir.
"bukan apa-apa"
Dengan cepat tangan andre menarik tangan meri, menahan istrinya itu agar tak menjauh. Dia menyingkirkan tangan yang menutupi pipi meri dengan keras.
"siapa? Siapa yang melakukannya?"
Amarah mulai membakar setiap perkataan andre, dia terkejut melihat bekas tamparan di wajah meri. Bukan hanya melukai meri, tamparan itu juga melukai harga dirinya sebagai seorang suami. Tak ada suami yang rela melihat orang lain menyakiti istrinya.
"megan"
"apa? Mengapa dia menamparmu?"
"aku juga tidak tahu. Aku malah berpikir situasinya terbalik. Seharusnya aku yang menamparnya, tapi.."
"tapi apa? Apa kau membalas tamparannya?"
Meri sedikit menimbang untuk menjawab. Nada bicara andre sedikit ambigu, ia seakan marah tapi otak meri berusaha mencerna kemarahannya di tujukan kepada megan yang menamparnya atau karena ia takut meri akan membalasnya.
"tapi aku tidak serendah dia. Bagaimana bisa aku menamparnya saat masalahnya bahkan belum jelas"
Bukannya mendukung perkataan istrinya, andre malah memukul pelan kening istrinya. Meri sampai harus mengelus keningnya yang merasa sedikit sakit.
"mengapa kau memukulku?" protes meri
"lalu aku harus memukul siapa? Mengapa tidak membalasnya? Apa kau akan terus sebaik ini jika ada yang berbuat kejam padamu? Kau harusnya menamparnya tadi. Haish.. Wanita ini"
Andre mengangkat tangannya seakan ingin memberi pukulan lagi kepada meri. Tapi detik kemudian tangannya berhenti dan menarik istrinya itu ke pelukannya.
"aku tidak bisa memukul perempuan untuk membalas tamparannya. Kau seharusnya membalasnya saat itu juga"
"kenapa tidak bisa? Kau baru saja memukul kepalaku. Apa aku bukan wanita?"
Meri menjauhkan dirinya dari pelukannya andre. Menatapnya dengan tatapan penasaran akan jawabannya.
"kau wanita super jadi itu pengecualian"
Mendengar jawaban itu, meri menggelengkan kepalanya dan mendesis seperti ular sambil memandang andre tak percaya dengan perkataannya.
Ingat bahwa pipinya masih perlu di kompres, meri ke dapur mengambil es batu dan alat kompres di kotak P3K yang ia simpan.
Pipinya pasti akan bengkak besok, wanita itu seperti kerasukan setan hingga tamparannya seakan bisa mematahkan tulang rahang. Tapi amarah di matanya membuat meri sedikit terusik. Wanita itu tampak marah tapi kemarahannya pasti beralasan.
Sebuah tangan tiba-tiba mengambil alat kompres itu dan mulai membantu meri mengompres pipinya.
"apa sakit?"
"Mmm, sangat sakit"
"tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang dan terlupakan. Jika dia menamparmu karena marah, apa yang memicu kemarahannya?" andre dengan lembut mengompres pipi merah istrinya sambil menatap ke dalam mata meri sesekali.
"aku juga masih memikirkannya. Apa mungkin dia menuduh aku yang menyebarkan berita itu?"
"itu bisa jadi. Dia juga memberi tahuku mengenai artikel itu dan mengirim fotomu bersama pria itu. Ku rasa dia memang mengira itu perbuatanmu"
"tunggu. Itu tidak masuk akal jika dia menuduhku. Aku belum pernah menyatakan perang dengannya. Aku bahkan belum menemuinya selama dia berada di cambridge. Bagaimana bisa dia berpikir itu aku lalu datang ke kampus menamparku. Tidakkah menurutmu itu aneh?"
Tatapan meri terkunci pada wajah andre yang sibuk dengan kompresannya. Jika di lihat dari dekat, meri menyadari wajah andre lebih tampan dari pada ilham.
Ilham memiliki kulit putih bersih sedangkan andre memiliki kulit khas asia. Itu membuatnya sedikit terlihat lebih maskulin di banding ilham. Satu hal yang dimiliki ilham tapi tak di miliki andre adalah lesung pipi.
Walaupun jarang tersenyum, ilham tetap terlihat ramah dengan pembawaan yang dingin dan tertutup karena lesung pipinya. Berbeda dengan andre yang memang selalu ramah kepada setiap orang. Sikapnya yang supel membuat banyak orang yang merasa nyaman berbicara dengannya.
Setiap wanita menyukai pria yang merespon mereka, tapi terkadang ada tipe wanita yang menyukai tantangan. Semakin sulit seorang pria di dapat, maka akan semakin berharga ia nantinya.
Sebagai saudara, andre dan ilham tetap memiliki kemiripan pada fisik mereka. Walaupun tak banyak.
"sejak dulu dia selalu aneh. Jangan berurusan dengannya lagi. Biar aku yang mengurusnya. Duduk diam saja dan fokus pada kuliahmu, jangan membuat masalah dan jadilah istri yang penurut"
"apa kau meminta ku menjauhinya agar kau bisa bebas berdekatan dengannya?"
Aww... Meri meringis karena andre menekan pipinya terlalu keras.
"pikiran mu terlalu buruk. Wah, lihat pipimu ini. Kau sudah seperti kepiting rebus, wanita itu pasti menggunakan tenaga dalam saat menamparmu" sudut bibir andre terangkat saat menggoda meri.
"apa ini parah? Aku harus ke kampus besok pagi, tidak mungkin aku masuk dengan pipi bengkak. Entah aku beralasan sakit gusi atau jujur karena tamparan, keduanya sama-sama memalukan"
"ini sudah cukup" andre berhenti mengompres "besok mungkin bengkak, tapi tak separah yang kau pikirkan. Mengapa tidak mengatakan saja kalau itu karena tamparan dengan begitu para penggemarmu akan membuat perhitungan dengan si pelaku" goda andre
"kau tahu dari mana kalau aku memiliki banyak penggemar? Apa kau meminta seseorang mengawasiku?"
"tidak. Aku hanya berpikir dari sisi pria. Jika gadis secantik ini kuliah di kampus yang sama denganku, aku pasti akan mengejarnya"
"apa kau pernah dengar kalau kita memiliki tujuh kembaran di dunia? Jika kau bisa menemukannya, ku rasa kau akan menjadikannya istri juga"
Bukan perkataan yang menjadi sebuah jawaban tapi tindakan. Andre mencium lembut wanita di hadapannya itu seakan mengatakan bahwa cuma dia yang akan mendampinginya. Sebuah sentuhan yang begitu lembut hingga membangunkan siluman rubah dalam diri meri.
Terlalu bergairah hingga melupakan bahwa ia sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan.
Andre yang melepaskan diri karena merasa meri mulai hilang kendali. Senyum jahil terlukis di wajahnya, melihat raut kecewa dan malu di wajah meri membuat pipi kanannya pun ikut merona.
"aku lapar"
Mereka pergi ke restoran untuk mengisi perut yang kosong kemudian menghabiskan waktu yang tersisa untuk berbelanja dan menonton. Mereka pulang saat setelah makan malam dan segera beristirahat untuk menyambut hari esok.
Ke esokan harinya meri terbangun tanpa andre di sampingnya. Sesuatu yang jarang terjadi. Meri melihat jam dan masih terlalu pagi untuk andre ke kantor.
📞"kau di mana?" meri menelfon andre karena tak menemukannya di apartemen.
📞"aku sudah di kantor, ada masalah di kantor jadi aku berangkat pagi sekali. Kau terlihat lelah jadi aku tidak tega membangunkanmu"
📞"oh. Apa msalahnya serius?" meri sedikit khawatir karena baru pertama kalinya andre mengatakan mengalami masalah dengan pekerjaannya.
📞"bukan masalah besar. Tidak perlu khawatir. Apa pipimu masih bengkak?"
📞"Mmm sedikit. Tapi tidak terlalu nampak. Aku akan ke kampus, semoga masalahmu cepat selesai"
📞"berhati-hatilah saat ke kampus"
Meri segera berangkat ke kampus setelah sarapan dengan roti dan susu. Dia tak terlalu suka sarapan sendirian karena terbiasa makan bersama andre. Apartemennya nampak sepi saat tak ada andre yang menemaninya.
Di perjalanan, meri menghubungi rafa untuk menanyakan mengenai artikel megan. Rafa bahkan terkejut mendengar hal itu, dia terlalu sibuk dengan bisnis dan menargetkan ayah andre hingga tak sempat memperhatikan masalah megan.
Setelah mengetahui jawaban rafa, meri semakin cemas dengan dalang di balik semua ini. Dia merasa aneh jika ada orang yang tiba-tiba membantunya mengungkap masalah itu.
Meri singgah di sebuah pertokoan untuk mencetak artikel penting yang berkaitan dengan megan dan dirinya. Dia merasa ada hal aneh yang sepertinya tidak hanya di tujukan untuk menjatuhkan megan tapi juga untuk menjebaknya.
Tapi siapa yang dengan licik menjebaknya. Ini jebakan yang sangat teliti mengingat waktu dan cara dia mengungkap masalah ini sangat tepat.
Lembaran berita itu kini sudah berada di tangannya, masih sibuk menimbang siapa yang akan melakukan hal serapi ini.
ia melangkah masuk ke gedung di mana ia kuliah, sudah banyak mahasiswa yang mulai sibuk dengan kegiatan perkuliahan. Di hari ketiganya, meri masih terlihat santai menjalani proses perkuliahan.
Dia berjalan santai melewati ruangan lainnya. ilham sudah berdiri di depan ruangannya menunggu meri.
"ada yang ingin aku bicarakan" ujar ilham
"jangan sekarang, aku ada jadwal kuliah pagi. Kita bicara setelah kuliahku selesai"