"setidaknya kau memiliki adik yang menyayangimu" ucap meri sambil mengunyah makanannya agar tak terlihat terlalu ingin tahu.
"aku tidak pernah tahu soal itu, tapi yang pasti aku sangat menyayanginya" jawab rian dengan tatapan kosong seakan memikirkan sesuatu.
"dia pasti menyayangimu, mungkin dia hanya tidak tahu cara mengungkapkannya" kata meri mencoba menarik perhatian rian. "apa adikmu seumuran denganku?" lanjut meri.
"aku bahkan belum bertanya berapa umurmu, jadi mana mungkin aku tahu kalau kalian seumuran atau tidak" balas rian dengan seutas senyum di bibirnya. Melihat senyum itu, rasanya mengingatkanku dengan seseorang.
"oh iya ya, aku yakin dimanapun adikmu sekarang dia pasti bangga memiliki sodara yang menyayanginya" meri terus mencari tahu keberadaan adik rian dengan harapan bahwa itu akan membawa nya bertemu dengan ilham.
"dia selalu jauh dariku. Tapi jikapun dekat, dia juga enggan menemuiku. Baginya aku seorang kakak yang berbahaya. Aku bahkan terlalu buruk untuk dia panggil kakak. Tapj sudahlah, mengapa kita terus membicarakannya" rian tak menaruh curiga kepada meri, hanya saja membahas mengenai adik untuk saat ini dan pada orang yang baru dia temui rasanya agak berlebihan.
Mereka melanjutkan makan siang tanpa percakapan setelah itu. Meri melihat jam nya sudah menunjukkan pukul 3. 20. Dia memikirkan perjalanan pulangnya pasti memakan waktu berjam jam karna dia sudah berada jauh dari hotel dan tempat bertemu dengan maria.
Setelah menyelesaikan makanannya meri segera berpamitan dan mengucapkan terimakasih kepada rian dan kedua bodyguard nya.
"saya harus segera kembali ke hotel sekarang. Terimakasih untuk belanjaan dan makan siangnya" ucap meri sebelum meninggalkan mereka.
"baiklah, sampai bertemu lagi" balas rian dengan senyum licik di bibirnya.
'apa dia baru saja mengatakan kalau kami akan bertemu lagi' batin meri yang mulai melangkah menjauh dari trio itu sambil terus memikirkan maksud perkataan rian tadi.
"Jika dia yang akan mencariku maka itu jauh lebih baik, setidaknya dia memudahkan ku" ujar meri setelah berada di dalam taksi.
Pikiran meri kini melayang jauh memikirkan ekspresi ilham saat melihatnya nanti. Namun muncul kekhawatiran dibenaknya. Apa ilham akan memaafkannya setelah yang dilakukan keluarganya untuk menyingkirkannya dari kehidupanku. Pikiran bersalah mulai muncul di benak meri. Dia sadar bahwa harapannya yang tinggi akan memiliki konsekuensi kekecewaan yang sama besarnya jika ternyata semuanya tak sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Meri menyandarkan kepalanya dengan tangan mengetuk kaca jendela mobil. 'sepertinya aku harus memikirkan apa yang akan ku katakan pada andre nanti, dia pasti mengamuk melihatku keluar dengan... Oh astaga, pakaianku. Bagaimana bisa aku kembali dengan pakaian ini. Dia akan mencekikku kali ini' pikir meri sambil menggigit ujung jarinya karena merasa khawatir.
"Bli, antarkan aku ke toko pakaian atau butik terdekat dari sini" pinta meri kepada sopir taksi yang jika dilihat dari dandanan nya seperti warga pribumi.
"baik" jawab sopir yang kemudian berhenti di sebuah butik di pinggir jalan.
Meri segera turun dengan membawa barang belanjaannya, tentunya setelah dia membayar ongkos taksi. Berjalan dengan anggun ke dalam butik yang terbilang lengkap. Setelah berkeliling akhirnya pandangannya tertuju pada koleksi fashion casual dengan kemeja aksen rempel di bagian kancing bajunya berwarna putih dan celana jins berbahan denim lembut yang tidak terlalu ketat berwarna navy. Setelah mencoba dan merasa pas, meri membayar di kasir dan bergegas kembali ke hotel.
Tepat jam 6 saat meri berada di depan pintu kamar. Namun ada rasa ragu dan takut untuk membuka pintu. Beberapa kali meri mengangkat tangannya untuk membuka pintu namun akhirnya mengurungkannya. Setelah menarik nafas dalam dan mengerahkan semua keberaniannya, meri mulai mulai menggapai gagang pintu hingga suara andre mengejutkannya.
"mengapa gerak gerikmu mencurigakan" ujar andre yang sudah berada di belakang meri.
"oh astaga, apa kau hantu yang tiba-tiba muncul begitu saja" kata meri dengan raut terkejut bercampur rasa takut.
"aku sudah dari tadi di sini, hanya kau saja yang terlalu fokus dengan pikiranmu sendiri jadi tak menyadari kehadiranku. Dan juga, mengapa membuka gagang pintu begitu sulit" andre memandang meri heran sambil menggeser gadis itu agar dia dapat membuka pintunya. Meri mengikuti andre dibelakangnya dengan wajah tertunduk.
"Entah apa yang akan dilakukannya kali ini, sikap tenangnya bahkan jauh mengerikan daripada ketika dia berteriak. Aku rasanya masuk ke kandang singa yang kelaparan" meri bergumam pelan hingga terdengar samar ditelinga andre.
"apa kau mengatakan sesuatu?" tanya andre sambil menatap meri yang terus saja menundukkan wajahnya.
"hah, tidak" jawab meri gugup.
"apa lehermu patah setelah seharian berkeliaran sampai aku harus melihatmu tertunduk terus" andre menatap meri dengan tangan terlipat di dadanya. "jika kau mau berbelanja, aku bisa mengantarmu. Kalaupun temanmu ikut, aku juga tidak keberatan" lanjut andre masih menatap meri seakan sedang memarahi anak yang terlambat pulang ke rumah setelah bermain.
"aku pikir tadi kau marah, jadi aku tidak mengajakmu" kilah meri memberanikan diri untuk menatap andre. 'ais, mengapa aku jadi pengecut begini. Biasanya aku bahkan berani menjitak kepalanya' batin meri.
Andre tak memberikan tanggapan dari perkataan meri, hanya berbalik meninggalkan meri dan duduk di ranjang sambil menyalakan televisi. Meri masih mematung di tempat seolah ada paku yang menancap dikakinya hingga sulit baginya untuk melangkah.
"apa kau akan berdiri terus di situ? Pergilah mandi, kita akan makan malam bersama" perintah andre yang melihat meri tak bergerak dari posisinya. "dan lagipula aku tidak marah jadi tidak perlu setakut itu" lanjutnya. 'aku bahkan lebih takut tadi membayangkan kau pergi karena ulahku tadi' batin andre sambil memberikan senyum menenangkan kepada meri.
Tak menunggu lagi, meri segera meletakkan paper bag nya dan segera menuju kamar mandi. Di kamar mandi fikirannya menerka apa yang membuat andre menjadi lebih tenang? 'apa ibu mengatakan sesuatu padanya sampai dia bahkan tak marah apalagi mengamuk' batin meri. Atau 'dia hanya berpura-pura dan menunggu waktu untuk memakanku? Ah entahlah. Yang penting saat ini dia tidak marah' meri membatin. Setelah selesai dengan fikirannya meripun selesai dengan mandinya.
Andre sedang asyik menonton televisi saat meri keluar. Meri akan menggunakan dress night ketika andre menahannya.
"apa kau mau keluar lagi?" tanya andre.
"tidak, tapi ku pikir kita akan pergi makan malam" jawab meri
"pakai saja piyama mu, kita akan makan malam di sini. Aku sudah memesan makanan dan memintanya di antar ke kamar" balas andre yang kemudian melompat dari kasur untuk membuka pintu setelah terdengar bunyi bel.
Andre kembali dengan pelayan yang ikut di belakang nya. Andre yang melihat meri masih dengan handuk mini spontan melompat ke arahnya dan menarik selimut untuk membungkus badannya dan memeluknya agar selimut itu tak terjatuh.
'kau ini, sudah ku suruh pakai piyama mu' bisik andre masih dengan memeluk meri.
Pelayan yang mengantar makanan hanya memberikan senyuman melihat tingkah laku pasangan itu. Dan segera menuju balkon untuk meletakkan makanan sesuai instruksi andre tadi. Dan tak lama, pelayan itu kembali dan pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.
"bisa tunggu di luar sebentar" kata andre sambil memberi kode dengan kepalanya, pelayan itu kemudian pergi dari pandangannya.
Meri masih mematung melihat kejadian yang dialaminya barusan. Andre segera melepaskan pelukannya dan perlahan selimut itu jatuh ke lantai. Andre tak memperdulikan hal itu, dia hanya mengambil beberapa lembar uang di dompetnya kemudian menuju pintu dan memberikannya kepada pelayan itu seraya mengucapkan terimakasih.
"pakai piyamamu dan kenakan jaket, kau sepertinya kedinginan. Aku merasa kau bergetar tadi" ujar andre dengan senyum licik dan melangkah menuju balkon.
Tak menunggu waktu lama, meripun mengikutinya menuju balkon. Melihat meja dengan makanan yang sudah ditata rapi di atasnya. Meri duduk di kursi seberang andre. Rasanya ini sangat romantis, makanan yang tertata, meja putih bersoh, vas bunga mawar serta pemandangan hotel yang menyajikan pemandangan malam kota bali. Tak ada lilin hanya ada lampu teras dan pemandangan lampu-lampu gedung dan perumahan yang memenuhi pandangan mereka.
Meri menyantap makanannya dengan tenang dan tak berani memulai percakapan.
"aku sudah menandatangani kontrak kerja selama tiga tahun di new york. Aku pikir itu cukup untuk kita melanjutkan hidup di sana selama kau masih kuliah" andre memcah keheningan dengan percakapan yang berat ditelinga meri.
'oh, jadi karena ini dia tak mengamuk tadi' batin meri.
"katakan padaku kau akan lanjut di universitas mana? Agar aku bisa mencari tempat tinggal terdekat dari kampusmu" lanjut andre lagi.
"aku belum memutuskan, tapi sepertinya aku akan lanjut kuliah di Indonesia" jawab meri santai.
"Apa.. Kenapa tidak bilang tadi pagi?" andre menatap meri seakan tak percaya dan rasa kecewa.
"hmm, aku sudah bilang pada ibu soal ini dan dia menyetujuinya. Aku pikir tak perlu mengatakannya secepat itu padamu, semuanya belum pasti. Aku hanya akan mengatakannya jika rencanaku memang benar-benar matang" jawab meri santai sambil menatap andre dengan lembut.
"setidaknya kau mengatakan rencanamu itu agar aku tidak terburu-buru menandatangani kontrak itu. Dan sekarang bagaimana?" balas andre dengan nada kecewa.
"aku pikir sudah terlambat memberitahu mu. Kapan kau menandatangani kontrak itu?" tanya meri
"tadi siang" jawab andre cepat hampir tak menunggu pertanyaan meri selesai.
"oow, maafkan aku" balas meri penuh penyesalan. "baiklah, aku akan mengatakan pada ibu bahwa aku berubah pikiran dan akan melanjutkan study di new york. Tapi sebagai gantinya, kau yang harus merekomendasikanku universitas terbaik di sana. Tentunya yang sesuai dengan jurusan yang aku mau" lanjut meri untuk menghibur kekasihnya itu.
"aku setuju soal itu, apa kau benar-benar akan memilih bidang kedokteran?" tanya andre.
"hmm, kenapa? Apa kau tidak suka?" tanya meri
"aku hanya berpikir kalau kau mengambil bidang kedokteran, kau akan sangat sibuk nantinya. Dan apa kita akan punya waktu bersama" andre khawatir dengan kesibukan mereka nanti akan mengurangi waktu kebersamaan mereka dan itu hal yang pasti.
"bukankah kau bilang kita akan serumah. Sesibuk apapun setidaknya kita bisa bertemu ketika kau pulang kerja dan aku selesai kuliah" jawab meri santai.
"aku senang mendengar kau setuju kita tinggal serumah. Tapi bagaimana dengan ayah dan kakakmu?"
"aku akan menangani mereka. Kau tenang saja" jawab meri kemudian dijawab anggukan oleh andre.
Mereka menyelesaikan makan mereka kemudian kembali ke kamar untuk beristirahat.