Meskipun secara fisik Fan Xian baru berusia empat tahun, ia membawa jiwa pria dewasa di dalam dirinya. Pertumpahan darah yang terjadi di sekelilingnya pada hari kelahirannya ke dunia ini telah terbenam di benaknya dan selalu menjadi beban berat dalam hidupnya. Dia tahu bahwa suatu hari, ada saat masa lalunya yang misterius akan terungkap.
Tampaknya hari ini adalah saatnya.
Serangannya yang tiba-tiba ternyata tidak berhasil. Air matanya yang penuh kesedihan, yang dimaksudkan untuk membingungkan tamu yang tak terduga itu, tak ada gunanya lagi. Dia dengan cepat memutar otak untuk mencari cara melarikan diri.
Jika dia berteriak, pria itu dapat dengan mudah menghabisinya. Untuk sekarang, pria itu tidak bergerak, dia masih bingung ketika Fan Xian berteriak, "Papa!"
Melihat bahwa serangan tiba-tibanya tidak efektif, Fan Xian memutuskan untuk mengandalkan senjata bawaan dari tubuh kecilnya itu. Dia menatap ke mata pria itu dan memanggilnya dengan isakan tangis, "Papa! Papa ...!"
Sambil meneteskan air mata, dia dengan cemas tetap berusaha melanjutkan rencana pelariannya.
"Tidak ada gunanya berpura-pura, Tuan Muda Fan." Nada suara pria itu tidak acuh dan seolah tanpa unsur mengancam. "Kamu sepertinya pintar, nalurimu untuk mempertahankan hidup cukup bagus untuk seseorang yang masih sangat muda. Tapi seharusnya sudah jelas bagimu bahwa aku bukan Count Sinan."
Pria itu memberi isyarat dengan pisau di tangannya, kemudian bergerak ke arah Fan Xian.
Fan Xian tetap mempertahankan ekspresi wajah yang polos, penuh dengan bekas air mata, meskipun jantungnya berdebar kencang. "Kamu siapa?" Ucapnya sambil menangis tersedu-sedu.
"Ayahmu mengirimku untuk menemukanmu. Jadi jangan teriak."
Mata pria itu kecil, berwarna coklat, dan tidak terlalu menyenangkan untuk dilihat. Kerutan di sudut-sudut mata memperlihatkan usianya, dan caranya berbicara mengingatkan Fan Xian akan pria tua mesum yang mencoba menipu gadis-gadis pelayan muda itu untuk memberikan keremajaan mereka.
Tapi Fan Xian tidak menyerah, dia tetap dengan sempurna memainkan peran sebagai anak yang ketakutan, terkejut dan sedikit marah.
"Kamu bukan papaku!"
Kemudian, seolah dia tidak melihat pisau di tangan pria itu, dia berbalik dan naik ke tempat tidur, menggerutu. "Aku bahkan tidak tahu seperti apa papaku."
Sembari tertawa, pria itu mendekat ke ranjang.
Tiba-tiba, Fan Xian berbalik dan melihat ke arah belakang pria itu dengan ekspresi kaget berteriak, "Mama!"
...
...
Teriakan itu bukan pengalih perhatian yang hebat. Dia tidak akan tertipu jika orang lain yang melakukannya. Lagipula, pria itu adalah seorang empu hebat yang memiliki satu laboratorium penuh di ibukota.
Tetapi karena dia tidak punya alasan untuk mencurigai bocah yang penuh tipu muslihat ini, pria itu percaya ketika dia mendengar Xian memekikkan "Mama!"
Wajah pria itu memperlihatkan raut muka kaget ketika dia memutar kepalanya untuk melihat.
Tentu saja, di belakangnya hanya ada pintu yang tertutup rapat dan kegelapan malam.
Bunyi sebuah pukulan keras menggema di seluruh kamar.
Pria itu jatuh ke lantai dengan kepala berlumuran darah.
Di tangannya, terlihat Fan Xian membawa bantal porselen. Pria itu masih bersuara, Fan Xian menatap pria itu lalu mencengkeram bantal porselen yang sudah retak itu dengan erat. Sambil menggertakkan giginya, Xian mengangkat retakan bantal porselennya lalu dipukulkan kepala lelaki itu dengan segenap tenaga.
Terdengar bunyi benturan keras. Terlepas dari kenyataan bahwa pengunjung malam ini adalah seorang empunya empu, dia akan tidak sadarkan diri untuk sementara waktu karena pukulan dari bantal itu.
...
...
Suara seorang gadis pelayan terdengar dari luar. "Bunyi apa itu tadi?"
"Bukan apa-apa!" Balas Fan Xian. "Aku hanya menjatuhkan gelas. Besok saja dibersihkannya."
"Besok? Kalau Tuan Muda tidak sengaja menginjaknya, lalu apa yang akan kita lakukan?"
"Aku bilang besok saja diurusnya!"
Mendengar jawaban yang begitu tegas dari anak belia yang biasanya lembut dan polos, gadis pelayan memutuskan untuk tidak melanjutkan perdebatan ini.
Fan Xian kembali ke satu sisi lemari pakaian, dan dengan susah payah, mengeluarkan selimut musim dingin yang berat. Dia merobeknya menjadi potongan-potongan , memutarnya, dan dengan aman mengikat pria yang tergeletak di lantai.
Pada saat ini, ia sadar bahwa punggungnya basah oleh keringat dingin.
Rasa takut tiba-tiba datang mencekamnya. Ini adalah pertama kalinya dia mencoba membunuh seseorang, baik dalam kehidupan sebelumnya maupun sekarang. Dia tidak yakin apakah dia telah benar-benar membunuh pria itu atau tidak, yang jelas dia baru saja mengambil resiko besar. Jika pria itu ternyata petarung yang handal, maka nyawa Fan Xian sendiri pasti akan dihabisi.
Xian mendekatkan tangannya ke atas wajah pria yang ditutupi kain malam itu, dia menemukan bahwa pria itu masih bernafas. Entah kenapa, tiba-tiba dia terpikir apakah dia seharusnya menghabisi 'tamu' ini dengan tuntas.
Dia menggigil.
Sepertinya dia merasa menjadi lebih bengis setelah kelahirannya kembali, dia hampir saja melakukan sesuatu yang begitu tak berperasaan, bahkan tanpa keraguan sedikitpun.
Dia tidak sadar bahwa jauh di lubuk hatinya, dia melihat dirinya sebagai seseorang yang sudah pernah mati. Kelahirannya di dunia ini adalah hadiah yang sangat berharga, dan dia tidak akan memperbolehkan siapapun mengancam hidupnya.
Prinsipnya sederhana: sama seperti seseorang bisa tahu seberapa kuat arak anggur hanya setelah mabuk, seseorang dapat mengetahui nilai kehidupan hanya setelah mereka pernah mati.
Sambil menggenggam pisau di tangannya, Fan Xian merenung. Dia masih tidak yakin apakah dia harus membunuh 'tamu' malam hari ini yang terbaring di lantai. Tiba-tiba, dia memikirkan seseorang, dan perlahan senyuman muncul di wajahnya. Dengan diam-diam, dia membuka pintu, dan merangkak melalui lubang yang biasa digunakan anjing untuk keluar-masuk. Dia kemudian mendatangi toko yang berada di sudut jalan di luar kediaman Count Sinan.
...
...
Tuk tuk tuk. Dia mengetuk pintu toko dengan lembut, suaranya rendah sehingga tidak ada orang lain di Danzhou yang bisa mendengarnya di malam hari.
Tetapi Fan Xian tahu bahwa orang di dalam akan mendengar ketukannya. Meskipun dia berpura-pura tidak mengenalnya selama empat tahun terakhir, ketika keadaan mulai kacau dan genting, Fan Xian menganggapnya sebagai satu-satunya orang yang bisa ia percaya.
"Siapa ini?" Tanya penjual dengan nada datar dan suara tanpa emosi dari dalam toko.
Fan Xian bertanya-tanya apakah pria ini benar-benar masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu, didepan ibukota. Pria yang handal dalam menghadapi masalah. Dia memutar matanya, dan dengan suara rendah dia menjawab, "ini Fan Xian."
Pintu toko kayu terbuka tanpa mengeluarkan bunyi. Seorang pemuda buta muncul, berdiri di depan pintu seperti hantu dan membuat Xian kaget.
Fan Xian bertemu dengan orang yang dulu membawanya ke Pelabuhan Danzhou. Dia menatap pria ini, mendapati wajah yang sepertinya tidak tersentuh oleh waktu selama empat tahun terakhir dengan mata yang tertutupi oleh sehelai kain hitam. Xian tidak bisa tidak bertanya dalam benaknya: Bagaimana mungkin pria ini sama sekali tidak menua?