ดาวน์โหลดแอป
20% Soca (Mata yang Tidak Bisa Melihat) / Chapter 5: Menyusup

บท 5: Menyusup

Soca

Rallia berjalan sembari menunduk melewati lorong sel. Saat di perempatan, kepalanya menoleh cepat. Namun, yang tampak hanyalah lorong gelap dan sepi. Pelita obor bergerak-gerak di keremangan seperti bayangan-bayangan setan.

Merapatkan tubuh pada dinding, Rigel berdiam bersama gulita. Pemuda berambut pirang itu melongokkan kepala saat mendengar suara langkah menggema. Ia menghela napas lega mendapati si gadis kurus sudah pergi.

Hampir saja kepergok basah.

Mengawasi sekitar, mata keemasan menyapu sepanjang lorong ruangan. Rigel mengamati dengan hati-hati dan teliti. Menyusuri barisan ruang-ruang kecil yang hanya memiliki satu pintu. Tiap-tiap sel dilengkapi jendela berukuran mungil, panjang serta lebarnya kira-kira sejengkal.

Dari jendela kecil yang dipalangi baris-baris besi itulah semua penghuni sel dapat dilihat. Para tahanan── budak petarung Paliv──diikat oleh rantai di kedua sisi. Kebanyakan dari mereka terluka dan babak belur parah.

Budak-budak petarung itu tak ubahnya anjing-anjing peliharaan dalam kandang.

Rigel mengayun langkah menuju sel paling ujung. Bau busuk dan amis serta aroma tak sedap lainnya membuhul di setiap sudut. Bercak-bercak darah kering maupun segar tercecer di mana-mana. Suara erangan dan keluhan mengalun lirih seperti alunan simfoni. Nada-nada luka serta duka dari sebuah perbudakan manusia.

Mengerikan.  

Rigel berhenti di sebuah sel paling ujung. Nyalang memandang tajam, menerobos celah jendela. Seseorang tergeletak di dalam sel, wajahnya tidak kelihatan lantaran terhalangi rambutnya yang panjang.

Meskipun begitu, Rigel tetap tahu bahwa orang itu adalah Nereid.

Memastikan tidak ada yang melihat. Rigel menatap selot pintu. Tidak digembok. Diangsurnya selot perlahan-lahan. Berhasil. Pintu didorong hati-hati dan pelan-pelan. Suara derit merintih lirih. Pintu terbuka setengah.

Rigel melangkah masuk, waspada.

Meski menyadari seseorang memasuki selnya, Nereid tetap bergeming. Tidak bergerak sama sekali. Menoleh pun tidak.

Menendang keras tubuh yang meringkuk lemah. Rigel berujar dingin, "Sudah kuduga, kau memang belum mati."

Terbatuk lemah, Nereid melengak. Mencoba melihat melalui pandangannya yang kabur. Buram. Tidak begitu jelas. Namun, ia mengenali pemuda berambut pirang itu. Lawan yang tadi sempat dihadapinya di Arena Maxu.

Entah bagaimana, Nereid merasakan hal buruk akan segera menimpa. Belum sempat bertanya apa maksud kedatangan pemuda pirang itu. Suaranya sudah lebih dulu tersumbat. Lehernya dicekik dengan sangat kuat.  

"Jadi, sekarang Saman mengambil wujud anak-anak dengan wajah memprihatinkan, huh?" Rigel memperkuat cekikan. Penuh benci kasemat. Tidak peduli bahwa Nereid megap-megap kehilangan pasokan udara. "Bodohnya aku, sempat merasa iba padamu tadi. Namun, sekarang tidak lagi."

Cuih! Rigel meludahi wajah Nereid.

Tadi──setelah pertandingan usai──Rigel merasa risau. Entah kenapa nuraninya seakan memberontak. Tidak membenarkan tindakan yang sudah dilakukan.

Berharap bisa mengurangi kebimbangan, ia memutuskan untuk memastikan. Rigel ingin tahu apakah makhluk itu diberikan pemakaman layak atau tidak. Namun, tidak disangka. Rasa ingin tahu justru membawanya kenyataan bahwa Nereid tidak mati.

Saat salah satu penjaga mencelupkan kepala Nereid ke air di bejana besar. Terbatuk. Pemuda tanggung itu bangun.

Geram. Rigel merasa tertipu untuk kedua kalinya. Pertama, tertipu dengan tampang polos. Kedua telah salah mengira makhluk itu telah mati. Berang membuncah memenuhi rongga dada. Apa yang tadi sempat disesali——karena mengira telah membunuh Nereid——berubah menjadi hal yang paling diinginkannya saat ini.

Membunuh. Walau bagaimana, Rigel bertekad.

Para penjaga kembali menyeret Nereid usai menyadarkannya.

Rigel terus menguntit dan mengikuti. Namun, tidak dapat ikut masuk ke ruang bawah tanah lantaran penjagaan sangat ketat. Meski begitu, dirinya tidak perlu khawatir akan kehilangan target. Sebab, Nereid memiliki aura kegelapan yang cukup unik. Jadi, ia bisa melacaknya dengan itu.

Usai menunggu beberapa lama, Rigel akhirnya berhasil mengelabui para penjaga. Berhasil masuk ke ruang bawah tanah—di mana para budak petarung Paliv ditempatkan—juga menemukan Nereid.

"Selain wajah yang menipu, aku juga hampir tertipu dengan trik pura-pura matimu. Namun, kali ini aku akan membuatmu benar-benar mati. Mati sungguhan." Rigel menghempaskan keras kepala Nereid.

Meringis. Nereid mengeluh lirih ketika kepalanya menghantam lantai.

Membuka telapak tangan kanan, Rigel memusatkan auranya di sana. Sebuah belati perlahan-lahan tercipta. Semula hanya berbentuk garis-garis cahaya, lambat-lambat semakin tampak nyata. Senyuman puas mengembang. Puas melihat hasil karyanya yang gemilang.

Langkah kaki menggema di lorong. Mendekat.

Rigel menjadi terhenyak. Matanya mengerling liar.

Mata keemasan nyalang memandang makhluk yang sudah tak bergerak.

Nyawa masih di dalam raga. Nereid masih hidup, bahkan sekeping kesadaran masih tersimpan. Namun, ia tidak mampu melawan. Sekadar memohon belas kasihan pun tak mampu dilakukan.

Rigel menggeram. Kemarahan membara membakar kedua bola mata yang menyala di bawah sinar remang pelita. Roman wajah kian melukiskan kebencian yang tidak tertanggungkan. Marah dan benci setengah mati.

"Enyahlah kau, Saman!"

<>

Paliv ditemani Alepa, datang bersama tabib tua berusia tujuh puluh tahunan.

Seluruh rambut tabib itu sudah memutih serta menipis karena rontok. Kurus kering dan bungkuk. Jalan pun sudah reyot. Seperti ilalang tertiup angin, bergoyang-goyang seakan hendak rubuh. Lipatan keriput hampir menghiasi seluruh wajah.

Alepa menoleh cepat saat sekilas dilihatnya bayangan berkelebat lewat.

"Ada apa?" Paliv menatap heran penasihatnya yang mendadak menghentikan langkah di perempatan lorong.

Memperhatikan sekitar. Alepa tidak menemukan apa pun selain lorong gelap dan remang. Lantaran tidak berhasil menemukan apa-apa, ia hanya menggelengkan kepala. Mengayunkan kembali langkah sembari mengesah.

Sesampainya di sel, Alepa langsung membukakan pintu. Mempersilakan Paliv serta tabib tua untuk masuk lebih dulu.

Duduk di samping Nereid, si tabib tua mulai bekerja. Menekan pergelangan tangan kemudian meraba dada. Memeriksa remaja yang tergeletak tanpa daya. Tampak raut wajah si tabib tua berubah, menghela napas lemah.

"Bagaimana kondisinya, apa masih mungkin untuk dipulihkan?" Paliv menatap penasaran.

"Anak muda ini masih hidup, tapi tidak lama lagi pasti akan mati. Cederanya terlalu parah. Terutama luka yang di tenggorokan. Darahnya masih sangat segar." Si tabib tercenung sejenak. Jari-jari keriputnya meraba leher Nereid. "Masih sangat baru...."

"Dia memang terluka baru beberapa waktu lalu." Paliv menatap. Menyelisik kondisi anjing peliharaannya.

"Tidak! Maksudku baru saja sekali. Sangat baru. Mungkin, beberapa saat sebelum kita sampai," jelas tabib tua.

"Penyusup," Alepa bergumam rendah. Sekarang ia sadar bahwa kelebatan bayangan yang tadi sempat dilihatnya memang nyata.

"Penyusup?" Paliv menatap Alepa tidak mengerti. "Namun, kenapa Nereid yang menjadi sasarannya?"

"Aku tidak tahu, tapi jika penyusup itu berhasil ditangkap. Kita akan segera tahu apa alasannya." Begitu kalimatnya usai, Alepa langsung ke luar. Memukul gong yang tergantung di antara dua barisan sel.

Seiring dengan suara gema gong, belasan penjaga berseragam datang berhamburan.

"Dapatkan penyusup yang telah menyelinap hingga sampai kemari. Baik dalam keadaan hidup atau mati!" Alepa berteriak. Suaranya menggema memenuhi lorong.

Para penjaga langsung bertempiar, bergerak mencari penyusup.

Bersambung .....


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C5
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ