Aku menatap kedua orang paruh baya di depanku dengan tampang tanpa dosa yang pastinya mengesalkan. Pelipis ayahku berkedut-kedut menahan emosi sementara ibuku tetap dengan muka tanpa ekspresinya seperti tidak terjadi sesuatu, tapi aku tahu, di dalam hatinya oastilah beliau merasa sangay kesal denganku. Ah... Maafkan aku harus durhaka pada kalian.
"Jadi kamu benar-benar tidak ingin jadi dokter di rumah sakit papa?" tanya ayahku untuk kesekian juta kalinya. Yah... Tidak sampai sejuta juga sih, paling beberapa puluh kali dalam sebulan dan terjadi sepanjang tahun aku kuliah di jurusan kedolteran di luar kotaku. Memuakkan bukan?