Setelah sehari menenangkan diri di rumah, Dya akhirnya kembali ke kantor seperti biasanya. Meski hatinya masih terluka namun sebisa mungkin ia menyembunyikan luka itu dari orang-orang di sekelilingnya. Walau bibirnya tersenyum namun senyuman itu tidak tercermin di matanya.
"Arin...."
Suara panggilan dari arah belakangnya membuat langkah Dya terhenti namun hanya beberapa saat ia kembali melanjutkan langkahnya tanpa perduli pada orang yang terus memanggilnya.
Rangkulan pada bahunya dari arah samping membuat ia sangat terkejut.
"Eh kamu Ta aku kira siapa?" Tanya nya pada Ita salah satu sahabatnya yang saat ini sudah berada di sampingnya.
"Iya memangnya siapa lagi? Ada apa denganmu dari tadi Sofi memanggil tapi sama sekali tak kamu perdulikan" tanyanya sambil menoleh kearah belakang mereka dimana Sofi masih berjalan sambil memanggil Arin.
"Udah gak usah di dengarkan orang yang memanggil lagipula aku gak punya urusan sama dia, ayo udah telat sebelum pak bos ngamuk-ngamuk lagi" ucapnya sambil tersenyum tipis kemudian berlalu.
Melihat gelagat sahabatnya itu Ita tau ada sesuatu yang telah terjadi antara kedua sahabatnya itu, ia akan sabar menunggu sampai kedua sahabatnya itu bersedia berbagi masalah mereka kepada dirinya. Ia berjalan berusaha menyusul Arin yang telah lebih dulu berjalan masuk ke dalam kantor mereka.
Selama di dalam kantor Sofi terus berusaha mendekati Arin namun Arin terus saja menghindarinya bahkan untuk menatap wajah mantan sahabatnya itu rasanya ia sangat tidak sudi dan hal itu tidak lepas dari pengamatan Ita. Melihat sikap kedua sahabatnya itu yang seperti kucing-kucingan membuat Ita kehilangan kesabaran dan segera mendekati Arin dan Sofi kemudian menyeret mereka kearah aula yang sedang kosong.
"Arin…maaf tapi aku udah gak tahan liat kalian main kucing-kucingan kayak gini sebenarnya ada apa sih antara kalian berdua tolong jelasin, kalau ada masalah itu dibicarakan baik-baik kita ini saha..."
"Maaf tapi aku gak punya sahabat seperti dia" Potong Arin sambil menunjuk wajah Sofi dan hendak berlalu dari tempat itu.
"Arin kamu mau kemana kita selesaikan dulu, ada apa sebenarnya?" Tanya Ita dengan wajah yang jelas menunjukkan kebingungan melihat reaksi yang diberikan Arin.
"Maaf Ta buat aku semuanya sudah selesai dan kalau kamu masih mau tahu ada apa tanyakan saja padanya karena dia yang lebih tahu ada apa sebenarnya" Ucap Arin sambil berlalu namun saat akan melewati Sofi ia tersenyum dan memandang penuh kebencian.
@@
Seminggu diawal kejadian itu adalah saat terberat untuk Arin beruntung keluarganya selalu ada untuk mendukung dirinya meski mereka tak pernah tahu apa yang menjadi penyebab kandasnya hubungan Arin dan Radit. Namun satu yang mereka yakini takkan mungkin Arin mengakhiri hubungannya tanpa alasan yang kuat.
Hari-hari dilalui Arin dan tak terasa sebulan telah berlalu semenjak kejadian menyakitkan yang dialaminya. Arin menjalani harinya dengan bekerja dan berkumpul bersama keluarganya. Mengenai berakhirnya hubungan pertunangan antara ia dan Radit seluruh keluarga dan sahabatnya telah mengetahui namun apa sebab berakhirnya hubungan mereka tak ada yang tahu kecuali mereka bertiga dan Ita yang tahu.
Saat mengetahui penyebab retaknya hubungan ia dan Radit Ita sangat menyayangkan sikap Sofi yang telah mengkhianati sahabatnya sendiri. Namun melihat penyesalan Sofi maka ia berusaha untuk mendamaikan kedua sahabatnya itu. Tapi semuanya sia-sia karena Arin sama sekali telah menutup pintu maaf untuk Radit dan Sofi.
Kini Arin telah kembali ke hari-harinya yang biasa seakan tak pernah terjadi hal yang menyakitkan di hidupnya. Ia telah kembali menjadi Arin ramah dan ceria.
Dya sedang asyik menonton idol kesayangannya yang sedang melakukan perform dalam sebuah acara reality show yang telah ia download sebelumnya di laptop ketika tiba-tiba suara ponselnya mengganggu kegiatan favoritnya itu.
"Halo...Assalamu Alaikum" ucapnya tanpa melihat id pemanggil yang masuk.
"Walaikum salam Sayang…." Balas suara dari seberang dengan nada bergetar.
Mendengar suara dari seberang Dya pun tersadar dan ingin segera mematikan panggilan tersebut.
"Aku mohon sayang jangan dimatikan aku tahu aku bersalah dan mungkin kamu tak ingin lagi melihat serta mendengarkan suaraku tapi aku mohon sekali saja dengarkan dulu penjelasan ku aku benar-benar tidak ingin hubungan ini berakhir aku benar-benar men…"
"Tolong jangan hubungi saya lagi karena saya dan anda tak punya hubungan apa-apa, oh mungkin anda lupa bahwa ada orang lain yang saat ini sedang menunggu kehadiran anda di tempat tidurnya jadi saya rasa sebaiknya anda tak menghabiskan waktu anda dengan sia-sia" ketus Dya lalu menutup sambungan teleponnya.
Setelah menutup panggilan tersebut sekali lagi air mata Dya terjatuh. Semula ia berpikir bahwa kini semuanya akan baik-baik saja tapi ternyata ia belum baik-baik saja. Luka itu masih ada dan membekas di hatinya.
Raditya Permana seorang pemuda sederhana yang bekerja sebagai manager pemasaran di perusahaan The Rain's Corp. Sebuah perusahaan raksasa yang bergerak di bidang perhotelan, komunikasi, eksport-import dan pembuatan kapal. Perusahaan ini memiliki banyak cabang di berbagai Negara salah satunya adalah Indonesia. Untuk cabang Indonesia dipimpin oleh seorang direktur yang merupakan orang kepercayaan sang pemilik Perusahaan.
Seharusnya dua minggu lagi Radit akan resmi mempersunting wanita yang dicintainya namun karena nafsu sesaat kini semuanya berakhir bahkan sang gadis tak ingin lagi menatap wajahnya atau bahkan sekedar mendengarkan suaranya.
Berbagai cara telah ia coba selama sebulan ini untuk mendapatkan maaf dari sang pujaan dan mengembalikan semuanya tapi semua sia-sia.
"Argh....." teriaknya sambil mengacak rambutnya frustasi.
"Kamu memang bodoh Radit, kamu menyia-nyiakan orang yang benar-benar mencintaimu" teriaknya penuh penyesalan.
"Tidak….tidak aku tidak boleh putus asa begini aku harus bangkit kembali dan berusaha lebih keras untuk mendapatkan maafnya. Dia milikku, cintaku, dan hidupku sampai kapanpun tak akan ada yang bisa merebutnya dariku" ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Diwaktu yang sama namun tempat yang berbeda Sofi terus berusaha mendekati Dya untuk meminta maaf.
"Arin....."panggilnya sambil menghalangi jalan yang akan di lalui Dya dengan merentangkan tangannya.
Dya tersenyum sinis dan terus berlalu tanpa perduli meski harus menabrak tangan Sofi yang menghalangi jalannya.
"Arin...… jangan kekanakan seperti ini" bentaknya tanpa sadar pada Dya.
Langkah Dya berhenti kemudian ia mendekati Sofi dengan sebuah senyuman sinis dan tatapan yang dingin mematikan.
"Wah...…jadi ternyata selama ini aku terlalu kekanakan hingga tak menyadari bahwa disekelilingku terlalu banyak penghianat yang berkeliaran dan siap menghancurkan aku kapan saja….huft…..aku terlalu bodoh rupanya untuk percaya pada orang-orang brengsek seperti kalian." Sinisnya kemudian berlalu tanpa berbalik lagi.
Setelah meninggalkan Sofi Dya tak langsung ke kubikelnya ia lebih memilih ke toilet untuk menumpahkan airmata yang sejak tadi ia tahan.
"Mengapa rasanya begitu sulit dan semakin menyakitkan. Apa yang harus aku lakukan agar rasa sakit ini bisa hilang, mengapa begitu sulit melupakannya. Diantara sekian banyak gadis mengapa harus sahabatku sendiri bagaimana bisa mereka menghianatiku seperti ini." Ratapnya sambil meremas dadanya yang terasa sangat sakit.
"Raditya Permana kau benar-benar pria paling brengsek di dunia ini aku sangat membencimu dan kau Sofia Regita kau adalah sahabat terburuk di dunia ini aku tidak akan pernah memaafkan kalian. Lihat saja akan aku tunjukkan pada kalian bahwa aku akan lebih bahagia daripada kalian hingga kalian akan menyesali pengkhianatan kalian seumur hidup kalian " ucapnya penuh kebencian seakan dua orang yang telah mengkhianatinya itu sedang berada di hadapannya. Setelah mengeluarkan isi hatinya ia tersenyum pilu lalu menghapus air mata yang membasahi pipinya secara kasar.
Setelah kepergian Dya sahabatnya Sofi jatuh tersungkur dengan airmata yang terus mengalir di pipinya.
"Maafkan aku Arin….tapi aku juga mencintainya meskipun dia hanya menjadikan aku yang kedua ataupun hanya menjadi penghangat di tempat tidurnya tapi ku mohon ijinkan aku tetap disamping kalian karena aku tak ingin kehilangan dirinya ataupun dirimu," ratapnya.
Ita yang kebetulan sedang lewat di lorong itu melotot dan menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Kau benar-benar sudah gila Sof jangan-jangan apa yang dilihat Arin beberapa minggu yang lalu bukanlah yang pertama kalinya kau dan Radit lakukan?" tanya Ita dengan emosi.
Tak ada jawaban Sofi hanya terdiam dengan airmata yang terus mengalir, "Jawab aku Sof jangan diam saja seperti ini" teriaknya frustasi beruntung tempat mereka saat ini adalah lorong yang sangat jarang dimasuki oleh para pegawai jika tak memiliki kepentingan jadi tak ada yang mendengarkan teriakan frustasi Ita.
"Maaf...." Setelah lama terdiam akhirnya kata itu terucap dari bibir Sofi.
Mendengar kata maaf yang terucap dari bibir Sofi, Ita jatuh tersungkur ia dapat merasakan bagaimana sakitnya Dya bila tahu kebenaran ini.
"Kenapa...….kenapa...…Arin sahabat kita sejak di bangku sekolah dulu, kenapa kau tega menghianatinya seperti ini, kenapa..?" teriaknya penuh emosi sambil mengguncang bahu Sofi.
"Maaf, maafkan aku tapi aku terlalu mencintai Radit bahkan aku rela berbagi dengan Arin, jika memang aku harus berlutut di hadapan Arin agar dia mau berbagi maka aku akan melakukannya, aku rela menjadi yang kedua ataupun hanya penghangat ditempat tidurnya tapi ku mohon jangan buat aku kehilangan dirinya"
Plak.....tiba-tiba tangan Dya yang entah sejak kapan sudah berada di tempat itu sudah mendarat mulus di pipi Sofi dan membuat Ita terkejut tak percaya.
"Silahkan kau ambil dia sepuasmu dan lakukan apapun yang ingin kalian lakukan tapi jangan pernah libatkan aku ataupun muncul di hadapanku karena aku sudah terlalu jijik melihat wajah kalian!" Geram Dya kemudian segera berlalu.
Langkah Dya terhenti karena tangan Sofi yang sudah memeluk kakinya."Aku mohon Rin maafkan aku, aku rela jika kita berbagi tapi aku mohon jangan benci kami seperti ini" Mohon Sofi.
"Lepassss...." Teriak Dya melepas paksa kakinya dari pegangan Sofi kemudian berlalu.
"Rin....aku mohon kalau kau terus seperti ini, Radit akan benar-benar meninggalkanku aku mohon Rin jangan seperti ini….."Teriak Sofi frustasi.
Mendengar teriakan sahabatnya itu Ita mengeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, " Kau benar-benar sudah gila Sof dan sepertinya kau memang pantas untuk dibenci." ucap Ita kemudian berlalu untuk mengejar langkah Dya.
***