Baixar aplicativo
50.51% The Fleeing Chaos Demon / Chapter 144: Melawan Outsider 3

Capítulo 144: Melawan Outsider 3

Ini adalah situasi yang gawat, sangat gawat. Dimana hidup dan mati dapat ditentukan dengan mudah, dimana kelangsungan nyawa seseorang bergantung pada seutas tali.

Peperangan yang sangat sulit ini, dimana mereka hanya menjadi pion dalam catur yang telah di setting oleh makhluk yang lebih tinggi. Dimana mereka hanya menari di panggung besar yang telah ditetapkan.

Untuk pertama kalinya dalam Perang Suci, semua pihak mengenal apa itu keputusasaan. Jurang yang sangat gelap dimana tidak seorang pun mau memasukinya, karena sangat menyakitkan berada di sana.

Cahaya yang awalnya menjadi harapan, perlahan-lahan melebur ke dalam kegelapan.

Dalam situasi tak tertolong ini, semuanya mengeluarkan emosi negatif mereka masing-masing.

Di hadapan sepuluh makhluk perkasa yang sangat kuat, semuanya tidak berarti apa-apa.

Setelah gelombang yang menghasilkan 100 Outsider di masing-masing gerbang, 10 orang lagi muncul untuk saling berperang, yang artinya terdapat 20 di antara mereka.

Delapan pasangan Malaikat dan Iblis saling membunuh dengan kekuatan keterlaluan yang mereka bawa, yang akhirnya meratakan medan disekitarnya menjadi kehancuran. Pasukan aliansi hanya melawan 4 dari mereka, tapi semuanya menjadi tidak berdaya di hadapannya. Dua Dewa masing-masing menghadapi satu Outsider itu, sementara dua Outsider lainnya di hadang oleh sisa pasukan aliansi.

Itu adalah situasi yang sangat mengerikan.

Bahkan Raja Iblis dan Dewa Tertinggi kesulitan untuk menghadapi salah satu dari mereka. Meskipun ukuran Outsider lebih kecil dibanding mereka berdua, tapi kekuatan yang dibawanya sangatlah mengerikan karena mampu bersaing dengan Dewa dari dunia ini.

Setelah kesadaran Asheel menjadi lebih baik sebelumnya, sebenarnya dia juga sedikit terkejut. Kedua item yang dia gunakan untuk memanggil Outsider seharusnya tidaklah sekuat itu, tapi karena otoritas yang dia bawa saat ini, secara tidak sengaja dia menciptakan jutaan jiwa dan keberadaan untuk makhluk yang keluar dari kedua gerbang itu.

Hal itu membuat eksistensi boss terakhir yang keluar dari gerbang menjadi lebih kuat berkali-kali lipat, yang bahkan keberadaannya mampu menyaingi Dewa yang baru lahir.

Bukan seseorang yang memproklamirkan dirinya adalah seorang Dewa seperti Raja Iblis dan Dewa Tertinggi, tapi seorang Dewa asli yang hidup melalui keilahian.

Untuk menciptakan eksistensi semacam itu tanpa melalui pendewaan terlebih dahulu, sejak awal itu merupakan hal yang sangat konyol. Yang bisa melakukannya dengan mudah hanyalah Supreme One dan entitas yang setara dengannya.

Kembali ke peperangan, satu per satu anggota elite aliansi mulai tumbang. Ratusan ribu pasukan yang dibawa oleh Raja Iblis dan Dewa Tertinggi dari wilayah mereka juga telah dibantai habis

Iblis kelas rendah dan Klan Dewi yang menjadi bala bantuan sudah menyerah akan kehidupan mereka. Bagi sesama prajurit, hal yang patut disedihkan adalah kehilangan populasi ras mereka yang begitu banyak. Namun bagi Raja Iblis dan Dewa Tertinggi, mereka hanyalah angka yang bisa naik kapan saja, dan masih menganggap mereka tidak berguna.

Tidak peduli berapa banyak mereka berdua menciptakan pasukan baru, hal itu tidak akan membuatnya mencapai ambisi yang mereka miliki.

Untuk membuat hidup yang benar-benar kekal, jutaan jiwa yang telah mereka ciptakan tidaklah cukup untuk memenui keinginan keduanya.

Yah, Raja Iblis sudah menyerah dan memilih jalan lain, menjadikan anak-anaknya kompetitif dalam peperangan dan akan merebut tubuhnya jika telah menjadi sangat kuat.

Meliodas sudah memenuhi ekspetasinya karena kekuatan yang dia tampilkan sebelumnya, karena itu dia sangat menginginkannya. Tapi para Outsider menghalangi rencananya.

Dan inilah dia, sudah kelelahan setelah melawan begitu banyak musuh sendirian dengan sosok besarnya. Bahkan Outsider yang saat ini dia lawan memiliki caranya sendiri untuk melukainya dengan parah.

Jika Raja Iblis saja kewalahan, bagaimana nasib orang yang berada di bawahnya?

Mereka sudah seperti orang mati.

Terutama Elizabeth, dia tidak bisa menghadapi kenyataan jika Klan Dewi dan Klan Iblis hampir musnah dalam populasi mereka.

"Seharusnya tidak seperti ini....

"Seharusnya tidak seperti ini....!"

Matanya tampak kosong dan linglung saat dirinya duduk di tanah tanpa tenaga tepat di tengah tumpukan mayat.

"Apa yang telah kulakukan salah..?

"Aku hanya ingin membawa kedamaian..

"Aku hanya ingin semua orang bahagia..

"Kenapa berubah seperti ini...?

"KENAPA !?"

Air mata tidak bisa berhenti mengalir membasahi wajahnya.

"Benar, ini semua karena orang itu! Pria itulah yang mengantarkan dunia ini ke ujung maut. Aura keputusasaan ini, kesedihan ini ... aku merasakan semuanya di kepalaku. Aku...!"

Elizabeth menutup matanya, mengkhayati setiap arwah yang menghantui tempat ini.

"Nak..."

Suara lembut terdengar, diikuti oleh langkah kaki yang agak kasar. Elizabeth mendongak dan melihat siapa itu, sosok raksasa dengan ratusan sayap putih di punggungnya, dimana setengah tubuhnya sudah hangus terbakar oleh intensitas cahaya.

"Ibu..." Itu adalah sebutan untuk memanggil orang di depannya.

"Semua ini sudah kehendak sang Pencipta. Setidaknya, kamu masih memiliki orang-orang yang kamu percayai."

Mendengar ucapannya, mata Elizabeth melebar sebelum sosoknya bangkit dengan sekuat tenaga.

"Benar, Meliodas! Aku akan menemukan Meliodas!"

Dalam sekejap, dia mengabaikan sosok Dewa yang memberi beberapa patah kata padanya dan mulai mencari Meliodas di antara mayat-mayat di sana.

Blek!

Suara benturan terdengar, membuat dia menoleh ke arahnya.

Itu adalah tubuh Meliodas yang sudah tidak sadar dan terlempar ke bawah dari tangan Ibunya. Rupanya, Dewa Tertinggi secara tidak sengaja menemukannya di suatu tempat yang telah dia lewati sebelumnya.

"Meliodas!"

Elizabeth segera bergegas ke arahnya dan memeriksa keadaannya. Setelah memastikan jika Meliodas masih bernafas, dia menghela napas lega.

"Anehnya, tidak ada satupun kelompok kalian yang mati. Aku merasakan nafas kehidupan mereka dari sini."

Suara Dewa Tertinggi terdengar sekali lagi, suara wanita lembut selayaknya seorang Ibu pengasih.

"Ibu..." Elizabeth mendongak menatap Dewa Tertinggi, setelah menatap beberapa saat dia membuka mulutnya sekali lagi: "Siapa kamu?"

Mendengar pertanyaannya, Dewa Tertinggi terkekeh: "Yang dihadapanmu adalah warna asli Ibumu, nak."

Mendongak melihat Ibunya yang sangat besar, Elizabeth tahu jika Dewa Tertinggi sedang tersenyum saat ini terlepas dari sensor muka bercahaya itu.

"Lalu ... aku akan menjadi anakmu yang pemberontak."

Dewa Tertinggi tertawa kecil sebelum memperingatkan, "Teman-temanmu masih bisa diselamatkan, sebaiknya kau bergegas."

Elizabeth yang teringat segera berdiri dan mencari sekeliling. Saat Dewa Tertinggi akan berbalik dan pergi, dia berhenti karena suara dari langkah kaki berzirah bisa terdengar oleh gema di medan pertempuran yang mereka pijak.

"Apa kau butuh bantuan, Ojou-chan?"

Elizabeth dan Dewa Tertinggi mengalihkan pandangannya ke arah suara itu, dan mereka berdua melihat makhluk aneh yang diselimuti aura kegelapan yang sangat pekat.

'Kematian!'

Hanya itu yang ada dalam pikiran Elizabeth dan Dewa Tertinggi setelah menyaksikannya. Bukan karena ancaman kematian yang dia bawa, melainkan karena keakraban dan keterikatannya dengan kekuatan kematian, kekuatan yang mengendalikan hidup dan mati seseorang.

"Oh, merepotkan. Ada tiga ikan besar menuju ke sini." Ashborn tiba-tiba memperingatkan.

Dewa Tertinggi dan Elizabeth juga menoleh, sebelum matanya membelalak. "Langsung tiga? Tidak mungkin kita bisa melawannya!"

Yang dilihatnya adalah seorang Malaikat yang dikejar oleh dua Iblis dan sedang mengarah ke tempat mereka berada.

"Kita harus pergi!"

Meskipun Elizabeth tidak tahu alasan Ibunya begitu kejam pada dirinya di masa lalu, tapi setelah melihatnya hari ini, dia tidak ragu-ragu untuk mengajaknya.

"Tenanglah, Ojou-chan. Aku akan menanganinya."

Ashborn melangkah maju, dengan tatapan kerinduan saat menatap Outsider Malaikat, dan memperhatikan betapa miripnya Outsider itu dengan dirinya di masa lalu. Ya, Outsider jenis malaikat yang keluar dari gerbang mirip seperti para Ruler di dunianya. Perang ini juga sama, itu adalah perang yang mirip dengan perang di masa ketika dia hidup, dimana dunia berperang untuk sebuah hiburan bagi mahkluk yang lebih tinggi.

Dan saat ini, dia melangkah maju untuk menghentikan perang tak masuk akal sekali lagi.

"Monarch's Domain."

Sebuah bidang berbatas meluas dari bawah kakinya dan mengelilingi wilayah ratusan meter dengan dia menjadi pusatnya.

Outsider memperhatikannya, dan mengira itu tindakan provokatif. Jadi ketiga Outsider memutuskan untuk menyingkirkannya terlebih dahulu. Saat ketiga Outsider melangkah ke domain Ashborn, mereka tersendat oleh kekuatan aneh yang mencoba menahan kekuatannya, tapi mereka menggunakan instingnya untuk bergerak dan tetap berusaha menyerang Ashborn.

Saat serangan mereka akan mengenai tubuh Ashborn, yang terakhir bergumam dengan suara rendah:

"Ruler's Authority."

Seolah waktu telah berhenti mengalir, dunia tampak seperti ilusi yang membeku. Ketiga Outsider yang hampir berhasil melancarkan serangannya berhenti di udara secara tak terduga. Mereka berada dalam posisi aneh itu selama tiga detik penuh sebelum sadar dari linglungnya dan mulai meronta.

Tapi Ashborn sudah mengangkat senjatanya dan menebas sekali ke depan, langsung membunuh ketiga Outsider seketika. Tubuh mereka jatuh tanpa tenaga ke tanah, dengan kerusakan besar pada tubuhnya.

"K-Kuat sekali..!" Elizabeth berkata tanpa sadar setelah menyaksikannya.

Sementara itu, Dewa Tertinggi mengernyitkan dahinya setelah menyaksikan kekuatannya. 'Kekuatan konseptual, terlebih lagi itu lebih sempurna dari milikku.'

Kekuatan dalam tebasan sebelumnya juga berisi bobot kekuatan yang sangat menakutkan, dia pasti akan terluka jika terkena serangannya. Alasan dia kesulitan melawan Outsider satu ini karena pergerakan mereka yang sangat cepat, terlebih lagi yang dilawannya memiliki atribut yang sama dengannya. Outsider itu bisa menghindari serangannya dengan instingnya yang sangat menakutkan.

Menatap Ashborn kembali, dia membuka mulutnya: "Siapa kamu? Kamu bukan milik dunia ini."

Ashborn tersenyum diam-diam, "Tepat, aku seperti mereka yang kalian sebut Outsider itu, hanya saja aku masuk dengan cara yang berbeda." Berjalan menuju mereka berdua lagi, dia melanjutkan: "Kalau begitu, aku pamit dulu. Aku masih mempunyai pekerjaan yang harus aku selesaikan."


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C144
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login