Baixar aplicativo
1.13% Takdir Istri Bayaran / Chapter 3: Bos ngamuk

Capítulo 3: Bos ngamuk

Karena perasaan begitu senang sampai membuatnya tidak melihat jalan hingga akhirnya ia tergelincir. Saat itu juga gelas minuman yang ia bawa pecah berhamburan sampai membuat orang lain basah terkena cipratan air itu.

Namun, sangat di sayangkan seorang pria tampan bersama anaknya sedang berjalan masuk menuju ke ruangannya namun, akibat ulah dari Bianca hingga membuat anak kecil itu menangis karena terkena cipratan air minuman yang masih panas. Mata Bianca melotot lalu ia berusaha bangkit dan tidak sengaja menyentuh anak itu karena ia merasa khawatir.

Tapi, saat itu juga Benny mengeraskan rahangnya melirik sang anak lalu menatap kearah Bianca. Tatapan tajam seperti ingin membunuh hingga membuat Bianca menelan ludahnya sendiri.

Astaga! Kenapa hari pertama kerja begitu ceroboh? Duh ... orang ini kalau enggak salah yang waktu itu aku temuin saat dikejar rentenir. Ya ampun dia kerja di sini lagi. Duh ... tamat riwayatku, batin Bianca sembari menundukkan kepalanya.

"Kamu bukannya orang yang waktu itu jalan enggak lihat-lihat. Terus sekarang kamu buat anak saya hampir celaka. Awas kamu!" ancam Benny lalu melangkah pergi dari tempat itu. Namun, Bianca masih berdiri mematung hingga membuat tubuhnya bergetar.

Pelayan perusahaan yang lain menatap Bianca dari jauh yang sedang bernasib sial. Lalu perempuan itupun mendekatinya sembari membantunya bersih-bersih.

"Kamu harusnya hati-hati dong jangan buat Bos kita marah apalagi sampai membuat anaknya menangis. Bisa-bisa kamu tinggal nama di sini," omel perempuan itu sembari menyapu lantai.

"Apa? Bos kita? Jangan bilang kalau dia pemilik perusahaan ini." Bianca terkejut lalu bertanya meskipun tubuhnya kembali bergetar sampai ia mengeluarkan keringat dingin.

"Iya dia bos kita. Masak sih kamu kerja di sini, tapi enggak tahu siapa pemiliknya. Aduh ... pasti kamu masuk lewat Pak Rey ya? Oh ya lupa! Kenalin dulu namaku Andien Yana Laras, kamu bisa panggil aku Andien," ucap Andien mencoba memperkenalkan dirinya meskipun Bianca terus melamun.

Andien kesal hingga ia menepuk jidatnya Bianca. "Hey! Jangan banyak ngelamun. Aku lagi ajak ngomong loh. Kenalin namaku Andien. Kamu pasti anak baru ya? Masuknya lewat Pak Rey kan?"

Bianca pun sadar lalu mengalihkan perhatiannya kepada Andien. Ia pun menjawab. "Namaku Bianca Maisy. Panggil aja Bianca. Oh ya kok kamu bisa tahu kalau aku masuknya lewat Rey?"

"Jelas tahu dong. Aku itu mantan pacar adiknya Pak Rey. Jadi aku masuk kesini juga lewat dia. Ya ... meskipun aku akhirnya putus. Huwaa ... aku jadi sedih kalau ingat-ingat itu lain," jawab Andien dengan sedikit curhat ala dirinya.

Bianca menggelengkan kepalanya saat menatap Andien menangis dengan cara dibuat-buat. Lalu dirinya menarik tangan Andien seraya berkata. "Udah-udah jangan drama deh. Katanya mau bantuin aku. Yuk cepat bantuin."

Andien pun menganggukkan kepalanya. Mereka berdua membersihkan sisa pecahan gelas. Mulai saat kejadian itu Bianca mulai menjauhi untuk berdekatan dengan bosnya.

Seminggu kemudian

Sudah seminggu dirinya mulai bekerja di perusahaan itu. Ia juga mulai membiasakan dirinya untuk berbaur dengan semua office girl. Namun, pasti ada saja yang tidak menyenangkan dihatinya. Dirinya sedang membuatkan minum untuk Rey. Begitupun dengan Andien. Tapi, saat itu pula Andien mendadak sakit perut hingga ia berlari menuju ke kamar mandi.

Bianca sampai menggelengkan kepalanya menatap temannya yang begitu aneh. Saat dirinya ingin pergi mengantarkan minuman tiba-tiba seorang karyawan datang lalu juga menyuruhnya untuk mengantar sekaligus kedalam ruangan bos. Sampai membuatnya menelan ludah, tapi tidak ada cara lain selain menurut karena memang sudah tugasnya.

Tiba di depan ruangan bos. Bianca ragu-ragu ingin masuk. Ia mengambil ancang-ancang namun, ia kembali mencoba mundur hingga saat itu pula Vivian tiba-tiba datang berdiri di belakangnya.

"Hey! Ngapain kamu berdiri di depan ruangnya bos?" tanya Vivian dengan ketus sembari melipatkan kedua tangan di dadanya.

"Kamu tanya aku lagi ngapain? Terus aku lagi ngapain? Kalau udah tahu kok pakai nanya," sahut Bianca tanpa menatap ke wajahnya Vivian.

"Berani ya kamu ngelawan. Jadi office girl itu diem jangan ngelawan sama yang jabatan lebih tinggi, dasar!" ketus Vivian dengan tatapan tajam.

"Maaf ya, Vivian. Aku bakalan diam jika kamu pemilik perusahaan ini. Dan kamu ngapain di sini? Kalau mau ketemu Rey arah ruangannya sebelah sana bukan di sini." Tanpa rasa takut Bianca menjawabnya dengan tegas.

"Belagu kamu ya masih kerja seminggu jadi bawahan tapi, berani sama saya. Saya itu sekretarisnya Pak Benny alias sekretaris bos. Dan kamu cuma bawahan. Lagian ngapain sih kamu kerja di sini? Bikin mata sakit tahu. Mendingan kamu jangan kerja di sini deh. Cocoknya itu kamu kerja jualan sayuran di pinggir jalan," ejek Vivian tanpa peduli di depan ruangnya bos.

"Duh ... kamu ngomongnya makin ngelantur ya makin enggak jelas. Permisi ya, Mbak. Mau antar kopi dulu," ucap Bianca sembari membuka pintu ruangannya bos.

Vivian begitu kesal dengan ulah Bianca yang sangat berani menjawab ucapannya. Ia bahkan memberikan tatapan kejam meskipun Bianca sudah menghilang dari pandangannya.

Awas kamu, Bianca. Aku enggak terima kekalahan. Kamu bahkan dekat dengan kekasihku dan sekarang kamu juga berani melawan ucapanku. Lihat saja kamu enggak bisa betah kerja di sini, batin Vivian sembari melangkah pergi.

Di dalam ruangan CEO.

Bianca memasuki ruangan itu tanpa mengetuk pintu. Ia tidak teringat akan hal tersebut hingga saat ia masuk tatapan Benny begitu tajam bahkan mematikan namun, putri kecil di samping papanya justru tertawa ceria.

"Sejak kapan bawahan masuk ke ruangnya bos tanpa mengetuk pintu dulu?" tanya Benny yang belum mengalihkan perhatiannya kepada Bianca.

"A-anu, Pak. Saya lupa, maaf. Oh ya dan ini minuman untuk Bapak," ucap Bianca dengan tangan bergetar sembari menaruh minuman di atas meja.

"Saya tidak memintamu yang mengantarnya! Di mana pelayan yang sering mengantarkan kopi untuk saya?"

"M-maaf, Pak. Saat itu Andien sedang ke kamar mandi jadi biar tidak kelamaan menunggu akhirnya seseorang menyuruh untuk saya bawakan kesini." Bianca menjawab tanpa berani menatap mata bosnya.

"Hari ini juga kamu saya pecat! Setiap ketemu kamu selalu bikin sial dan selalu bikin masalah. Keluar kamu dari sini!" ketus Benny dengan tegas.

Seakan petir menyambar saat mendengar dirinya dipecat. Mata Bianca berkaca-kaca namun, sedetik kemudian dirinya justru menundukkan sembari memohon dengan menyatukan kedua tangan di depan.

"M-maafkan saya, Pak. Saya tahu kalau saya memang tidak becus bekerja. Bahkan beberapa kali sudah membuat anak Bapak menangis. Tapi, saya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini untuk menyambung hidup. Tolong jangan pecat saya, Pak. Saya bisa jadi gelandangan kalau Bapak pecat apalagi saya hidup seorang diri." Tanpa rasa malu Bianca memohon sembari menangis di depan Benny. Namun, saat itu juga Berlyn yang tidak paham dengan ucapan orang dewasa dirinya ikut-ikutan menangis.


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C3
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login