Baixar aplicativo
12.79% Supernatural (pancasona season 3) / Chapter 27: 26. Tato

Capítulo 27: 26. Tato

Wira sudah menjadi penjaga pulau Saphire sejak beberapa puluh tahun lalu. Walau raganya sudah tidak ada lagi, tapi jiwanya masih ada di sini. Pulau Saphire.

Tugasnya belum selesai. Menjaga kehidupan manusia. Black demon bukan satu-satunya ancaman. Justru ancaman terbesar mereka adalah Kalla. Black Demon hanya kamuflase, agar mereka tidak mengendus keberadaan Kalla di sekitar mereka.

Wira terkecoh. Penyusup masuk ke dalam wilayahnya. Fokusnya terbagi. Hingga tak menyadari kedatangan sekelompok orang dari luar pulau. Mereka menyelam, muncul ke permukaan dengan sangat berhati-hati sekali. Sehingga kedatangan mereka tidak terlacat oleh mata Wira.

Rumah John sudah lama diincar. Penyusup berencana membunuh satu persatu anggota Argenis. Para pendahulu sudah banyak yang tewas. Entah karena sakit, kecelakaan, maupun dibunuh. Bukan hal aneh lagi. Dan salah satu alasan istri John meninggal adalah karena ulah Kalla. Mereka pintar melakukan tipu muslihat agar kematian manusia yang mereka bunuh terlihat seperti hal yang normal.

Bayangan putih yang mereka kejar, sampai di atap rumah John. 6 pria itu segera masuk ke dalam rumah. Berteriak memanggil nama Ellea dan Shanum. Namun rumah terasa sunyi. Bahkan beberapa barang jatuh berantakan. Di tangga terlihat garis panjang yang sepertinya berasal dari kuku Ellea. Ia yang ditarik paksa oleh gerombolan penyusup itu, sengaja menancapkan kukunya di lantai kayu. Sebagai pertahanan terakhirnya. Rupanya itu juga salah satu usahanya meninggalkan jejak. Jejak garis panjang yang kini adalah satu-satunya petunjuk ke mana mereka dibawa. Mereka terus menyusuri garis itu hingga sampai di sebuah pintu ruang bawah tanah rumah John.

Semua orang saling pandang. Tak ada suara apa pun yang keluar dari mulut mereka. John membuka pintu itu pelan. Derit suara menggema di dalam sana. Elang masuk terlebih dahulu disusul Abimanyu, Gio, Adi dan Vin. Sementara John malah pergi keluar rumah menuju halaman belakang.

Ruang bawah tanah gelap. Lampu yang seharusnya dijadikan penerangan malah tidak bisa dinyalakan. Semua mati, seolah sengaja dirusak oleh seseorang. Kini berbekal senter dari ponsel ditangan mereka, yang sebenarnya memiliki pencahayaan sedikit. Membuat jarak pandang mereka terbatas. Beberapa perkakas milik John membuat mereka harus berhati-hati. Lima lemari tinggi yang diisi alat pertukangan dan juga barang-barang usang ada di sini. Selain itu ada motor usang milik John yang memang sengaja ia letakan di bawah sini. Motor kesayangannya yang ingin ia perbaiki, namun tak kunjung usai. Malah kini hanya teronggok begitu saja.

Abimanyu menangkap pergerakan aneh dari sudut gelap yang ada di beberapa titik. Ia menyadari kalau penyusup ada di sini. Abi menahan tangan Elang yang berjalan di depannya. Elang menoleh, saat ia hendak bertanya, Abi malah mendesis pelan dengan jari telunjuk di depan bibirnya.

Elang yang paham situasi ini, segera waspada. Matanya liar mencari hal aneh yang mengusiknya. Ia memejamkan mata, berusaha menajamkan indera perasanya. Kemudian terlihat siluet beberapa orang yang kini tengah bersembunyi di beberapa sudut ruangan. Di tangan mereka terdapat benda dengan kilau yang menunjukan kalau itu adalah benda tajam.

"Pssst!" Elang berdesis, memberikan isyarat pada Gio, Adi, dan Vin, kalau musuh mereka sudah dekat. Mereka bertiga mengangguk. Lalu berpencar.

Mendekat ke tempat yang dicurigai, dengan dugaan adanya penyusup. Abimanyu memeriksa sekat kelima buah lemari. John meletakan barang-barangnya dengan sangat rapi. Penempatan lemari ini mirip seperti perpustakaan. Berbaris rapi dengan sekat berjarak 1 meter antara satu lemari dengan lemari lain.

Saat sampai di lemari paling ujung, tiba-tiba terdengar bunyi berdebum keras. Satu persatu lemari jatuh menimpa lemari di belakangnya. Begitu seterusnya hingga akhirnya tubuh Abimanyu tertindih tumpukan kayu tebal itu dan dihujani beberapa barang yang cukup berat.

"Bi!" jerit Gio. Di saat yang bersamaan penyusup keluar dari persembunyiaannya. Menyerang mereka secara brutal. Mereka saling adu. Melukai musuh masing-masing. Dalam situasi gelap, perkelahian tak dapat terelakan lagi. Hanya saja netra mereka yang sudah terbiasa dengan kondisi gelap ini sudah mampu beradaptasi dengan baik. Tak mungkin salah pukul, justru mereka saling bantu melumpuhkan lawannya. Jumlah penyusup yang jauh lebih banyak, tak membuat mereka kesulitan melumpuhkannya. Apalagi tubuh Gio yang cukup tambun, menyimpan kekuatan dua kali lipat dari temannya yang lain. Vin, Elang, dan Adi walau bertubuh proposional, dengan lipatan perut yang rata, tak dapat diragukan lagi kemampuan bela dirinya. Terlebih Vin dengan latar belakang seorang mantan militer.

Lemari bergerak. Hal itu membuat mereka diam beberapa saat. "Bi?" jerit Gio, ia menahan serangan dengan fokus yang terbagi. Lemari yang bergerak membuat harapan lebih bagi Gio. Artinya Abimanyu masih hidup. Benar saja. Tumpukan kayu itu terlempar karena tendangan seseorang dibaliknya. Tentu Abimanyu. Kekuatannya bertambah tiga kali lipat. Lemari yang cukup berat itu, ia hempaskan dengan mudah. Tak hanya satu, tapi kelima lemari itu. Hancur.

Abimanyu muncul. Kharismanya berubah. Bahkan tubuhnya seolah memancarkan sinar putih.

"Wira?" gumam Elang dengan menatap Abi, kagum. Ia memang paling peka terhadap hal asing yang terjadi. Yang Elang lihat adalah perpaduan seorang Abimanyu dan Wirasena dalam satu tubuh. Wira merasuk ke dalam tubuh Abimanyu. Di saat yang bersamaan, pintu keluar lain yang terhubung ke halaman belakang terbuka kasar. John terlempar ke dalam dengan mulut berdarah. Di belakangnya masuk beberapa orang dengan tampang aneh. Manusia bertubuh penuh dengan bulu lebat. Kulitnya yang hitam mengingatkan mereka akan Kalla.

Kawanan Kalla itu mundur, berlindung di belakang orang-orang yang baru saja datang. Vin membantu mertuanya bangkit dan membawanya menjauh. Elang dan lainnya saling mendekat, berkumpul.

"Mereka?"

"Kallandra. Anak Kalla dengan manusia!" sahut Abimanyu lantang.

"Bi, bagaimana kau tau?"

"Dia Wira!"

"Apa? Wira?"

"Bagaimana Wira ada ditubuh Abi, hah?" bisik Gio pada Elang. Sementara Elang hanya menatapnya jengah.

"Kudengar, perpaduan anak Kalla dengan manusia akan menghasilkan anak yang sulit dibunuh? Benar begitu, Ra?"

"Itu benar. Kekuatan mereka akan jauh lebih kuat. Dan mereka dapat menembus ke pulau ini."

"Lalu bagaimana cara membunuhnya?"

Abimanyu yang dirasuki oleh Wira mengambil sebilah pisau yang tergeletak di lantai. Menatapnya sejenak lalu mengukir sebuah gambar ditelapak tangan kanan Abimanyu. Sebuah simbol dengan ukiran huruf romawi kuno. Abimanyu menahan sakit dengan sekuat tenaga. Tangannya berdarah.

Salah satu Kallandra maju dan menyerang. Gio dan Adi menghadangnya. Akhirnya Kallandra lain ikut menyerbu mereka.

Berkali-kali mereka merasakan nyeri di sekitar tubuh dan wajah. Kekuatan Kallandra memang luar biasa.

Abimanyu selesai. Mengukir sebuah simbol di tangan kanan. Ia mendekat dan menempelkan telapak tangannya ke salah satu Kallandra yang tengah mencekik Gio.

Kallandra itu menjerit. Pekikannya sungguh memilukan siapa saja yang mendengarnya. Perlahan asap keluar dari tangan Abi yang masih menekan kuat pada punggung Kallanda. Bau gosong tercium. Kulitnya terlihat terbakar dengan retakan di tiap inchinya, tak lama melepuh. Kini justru retakan tubuhnya makin melebar. Abimanyu menariknya menjauh tanpa mengangkat tangan kanannya dari punggung Kallandra.

Sensasi gosong makin melebar. Tiba-tiba dengan secepat kilat, tubuh Kallandra terbakar, dan menjadi abu.

Hal itu membuat Kallandra lain ketakutan. Mereka terpaksa mundur dan segera angkat kaki dari rumah John.

"Ayo kita susul mereka dan mencari Ellea dan Shanum," ajak Elang.

"Lang, biarkan saja. Dua gadis itu masih ada di pulau ini. Lebih baik kita semua berpencar untuk mencarinya. John, panggil warga untuk membantu pencarian!" suruh Abimanyu dengan logat bicara dan suara Wira.

John yang hendak pergi, ditahan oleh Vin. "Biar aku saja, ayah. Lebih baik ayah istirahat saja."

John mang sudah tua. Walau tubuhnya terlihat masih kuat, namun kekuatannya tidak sehebat saat ia muda dulu. Ia harus mengakui, kalau umur membuatnya tak kuat lagi.

"Kau di sini saja dulu, jaga rumah. Siapa tau salah satu dari mereka pulang. "

John mengangguk, menekan dadanya sambil mencoba bangun. Ia menatap nanar Wira yang kini berjalan keluar bersama yang lain.

Ia memungut beberapa barang miliknya yang tercecer di lantai. Mencoba membereskan kekacauan yang baru saja ia dan teman-temannya ciptakan.

______

Mereka berpencar. Mencari ke penjuru pulau. Suara ketukan kentongan terdengar di penjuru wilayah. Beberapa warga sudah bangun atau malah belum sepenuhnya tidur. Hal seperti ini bukan aneh bagi desa ini. Berbagai macam teror terus terjadi, membuat mereka makin waspada.

Abimanyu terjatuh. Tubuhnya terasa sangat ringan. Hingga sulit untuk berdiri. Ruh Wira sudah keluar dari tubuhnya. Ia mengerang merasakan sakit di telapak tangannya. Abi menatap gambar itu. Umumnya, jika kulit tergores pisau maka perlahan luka itu akan mengecil dan akan terlihat samar. Tapi yang terjadi pada telapak tangannya lain. Bekas goresan pisau tadi justru berwarna merah. Bahkan saat Abi menggosoknya, warna itu tidak pudar. Dan anehnya lagi tangannya tidak lagi merasakan sakit. Kini yang ia lihat justru seperti tato dengan gambar yang unik.

"Bi, kau tidak apa-apa?" tanya Adi yang datang dari belakangnya. Ia membantu memapah Abimanyu.

"Aku tidak apa-apa, Paman. Hanya terasa lemas."

Adi menatap wajah Abimanyu lekat-lekat. Mencoba memcari tau apakah yang ada dihadapannya benar-benar Abimanyu atau masih ada Wira di sana.

"Kau Abimanyu, kan?"

"Tentu saja. Paman pikir aku siapa?"

"Baiklah. Ayo, kita cari mereka bersama. Tubuhmu pasti sangat lelah. "

"Tunggu, paman." Abimanyu menunjukan telapak tangannya. "Apa paman tau apa ini? Kenapa gambar ini justru memunculkan warna?"

Adi diam sambil mengamati. "Sebentar. Aku, seperti pernah melihatnya, tapi di mana, ya?" gumam Adi dengan pertanyaan yang ia tujukan pada dirinya sendiri.

"Hei, kalian?!" panggil Gio dari kejauhan.

"Si kutu busuk!" umpat Adi sebal.

"Lekas kemari, kita menemukan Ellea dan Shanum!"

Perkataan itu langsung membuat tenaga Abimanyu terisi mendengar nama Ellea disebut, ia bahagia dan juga cemas. Dengan susah payah Abimanyu berlari ke arah Gio. Adi menyusulnya dengan teriakan serta omelan juga. Ia cemas akan kesehatan Abimanyu.

Mereka sampai di pantai. Beberapa warga sudah berdatangan dan mengerumuni dua gadis itu. Mereka masih tak sadarkan diri. Elang mencoba memeriksa kondisi mereka berdua. Beruntung tidak ada luka serius. Dan kini mereka kembali ke rumah John.


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C27
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login