Baixar aplicativo
8.91% Suami Butaku / Chapter 18: Pria Buta dan Tidak Berguna

Capítulo 18: Pria Buta dan Tidak Berguna

Karina terus memperhatikan sosok orang yang begitu dikenalnya.

Ternyata, doanya tak terkabul. Pria itu masuk ke dalam Café yang sama dengan dirinya. Indry mengernyit heran ke sosok sang sahabat yang terlihat panik.

"Karina, kamu kenapa?" tanyanya lembut.

"Nggak apa-apa. Cuma kaget aja," sahutnya.

Indry semakin bingung dibuatnya. "Kamu kaget kenapa?"

"Suamiku sedang berada di sini," kata Karina membeitahu.

Wajah Indry terlihat berbinar. "Benarkah?" Karina mengangguk membenarkan.

"Mana? Dia di mana? Lumayan cuci mata." Indry terlihat celingak-celinguk.

Sontak, ia menutup mulutnya karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Louis?" lirihnya tertahan.

Mata Indry dan Louis saling bertatapan. Keduanya benar-benar kaget bisa bertemu di tempat seperti ini. Seharusnya kan, di jam segini mereka sama-sama bekerja.

Tanpa sadar, Indry bangkit dari duduknya dan menghampiri sosok Louis yang tak terlalu jauh jaraknya dari mereka.

"Eh In. Mau ke mana? Jangan hampiri suami aku," kata Karina sambil menahan tangan sang sahabat.

"Nggak. Aku mau nemuin calon suami aku." Melepaskan tangan Karina yang menahannya.

"Ha, calon suami dari mana?"

Karina pun menoleh dan memperhatikan langkah sahabatnya itu. Mulutnya terbuka sempurna tatkala mengetahui calon suami yang dibilang oleh Indry tadi.

Jadi selama ini, Louis yang dimaksud itu adalah Louis sahabat suaminya? Astaga! Dunia benar-benar sempit ternyata.

Karina semakin dibuat shock tatkala sang sahabat memeluk sosok Louis dengan erat di tempat umum seperti ini.

Ia hanya bisa geleng-geleng kepala tak percaya. Karena selama ini, yang ia tahu adalah jika Indry adalah sosok orang yang tidak akan mau mengumbar kemesraan. Atau mungkin, Karina yang tidak melihatnya.

Atau juga, karena Indry yang tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Ya, sangat wajar, jika ia tidak pernah melihat sang sahabat sebucin itu.

"Louis sayang, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu di sini," katanya manja.

Louis hanya tersenyum kaku. Indry dengan santainya mengalungkan tangannya di lehernya. Ia juga sedikit terkejut tatkala melihat sosok Karina.

"Iya, aku juga tidak menyangka," sahutnya seadanya.

Ken yang berada di samping Louis sedikit keheranan dengan suara seorang wanita yang sedikit familiar di telinganya. "Siapa dia Louis?" tanya Ken pelan.

Seketika Louis langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah ini Pak. Dia calon istriku."

"Perkenalkan Tuan Ken. Saya Indry," katanya ramah.

"Calon istri?!" Ken benar-benar terkejut mendengarnya. Sejak kapan sahabatnya itu menjalin kasih dengan seseorang? Terus, bukankah Indry itu nama sahabat sang istri?

"Kamu Indry sahabatnya Karina?" tanyanya menmastikan.

"Benar Tuan. Saya Indry sahabat istri Anda yang sebentar lagi akan menjadi istri dari bawahan Anda ini."

"Astaga! Dunia benar-benar sempit ternyata," ujarnya tak habis pikir.

Saat ini, Indry tengah duduk di pangkuan Louis sambil melingkarkan tangannya di leher pria yang akan menjadi suaminya itu.

"Karina," panggil Indry sedikit berteriak.

Sontak saja, hal itu membuat para pengunjung menatap sosok Indry lekat. Namun, Indry seolah tidak peduli.

"Ayo sini. Suamimu ada di sini."

"Ternyata istriku juga berada di sini. Kebetulan sekali," gumam Ken dalam hati. Dirinya tak menyangka jika sang istri yang terkenal whorkholic seperti dirinya akan bersantai di jam kerja di tempat seperti ini.

Karina yang kepalang malu, mau tak mau menuruti keinginan sang sahabat yang terus memanggilnya sedari tadi.

Karin pun akhirnya sudah sampai di tempat Indry berada. Louis menatapnya canggung.

"Ada apa In?" tanyanya pura-pura tidak tahu. Padahal, ia sangat tahu alasan sang sahabatnya itu. Yaitu untuk mempertemuakannya kepada sang suami,

"Haha. Tidak ada. Kamu duduklah di sini. Kami yang akan pindah dari sini," kata Indry.

Ia mengatakan hal itu karena memang tempat duduk yang ada di sini hanya ada dua saja permejanya. Sebenarnya, café ini didesain khusus untuk para pasangan. Lihatlah, para pengunjung yang datang semuanya adalah pasangan.

Indry langsung beranjak dan menarik Louis untuk ikut dengannya. Pria tampan itu hanya bisa pasrah. Sesekali melirik sang Bos yang reaksinya biasa saja.

"Huh!" Karina menghembuskan nafas kasar. Ia pun akhirnya duduk di samping sang suami dengan tidak iklasnya.

"Si Indry nih modus banget biar bisa berduaan dengan calon suaminya. Mereka ini pun, kenapa pakai singgah ke tempat ini segala coba," ujarnya dalam hati dengan perasaan dongkol.

"Kamu tidak suka duduk di dekatku?" tanya Ken memulai pembicaraan.

Karina mengangguk kecil, kemudian menggeleng. "Tidak! Saya mana berani melakukan hal itu. Yang ada saya nanti bisa celaka lagi," sindirnya.

Ken hanya tersenyum samar. Benar, selama ini dirinya selalu mengancam Karina supaya tunduk dan patuh kepadanya.

"Bagus. Kalau kamu sadar." Makanan dan minuman yang dipesan Ken dan Louis tadi akhirnya tiba.

Ken ternyata juga menyukai lemon tea seperti dirinya. Tanpa pikir panjang, Karina langsung menyeruput lemon tea itu.

Dengan gerakan cepat, ia langsung meletakkannya kembali supaya sang suami tidak sadar. Dan benar saja, Ken sepertinya tidak sadar jika lemon teanya kini hanya tersisa setengah saja. Ia juga lansung meminumnya.

Meraka berdua membiarkan segelas susu coklat yang dipesan oleh Louis tadi.

Hingga tak lama kemudian.

"Tring."

Tanda orang yang baru memasuki Café.

Karina pun menoleh dan langsung terkejut dibuatnya. Ada apa dengan hari ini? Kenapa hari ini penuh kejutan yang benar-benar tak terduga.

Terlihat sosok Adam dan Lisa yang bergandengan mesra. Adam juga sedikit terkejut memgetahui keberadaan Karina yang ada di sini.

Adam dan Lisa duduk bertepatan di samping Karina karena hanya meja itu saja yang kosong.

Indry yang juga melihat sepasang kekasih yang tidak tahu malu itu lansung menggertakkan giginya karena kesal.

"Ada apa?" tanya Louis keheranan. Dirinya duduk membelakangi pintu masuk.

Indry tersenyum lembut. "Tidak apa. Aku hanya terbayang wajah manusia yang begitu tak tahu diri dan memalukan." Menatap Adam dan Lisa dengan tatapan mengejek.

Jika saja ini bukan tempat umum. Mungkin, dirinya sudah mencakar dan menendang keduanya. Manusia seperti mereka layak diperlakukan seperti itu.

Louis tak curiga dan hanya berohria saja.

Sedangkan Karina saat ini hanya terus mengalihkan pandangan dari keduanya. Sangat terlihat, jika Adam sedari tadi memperhatikan dirinya. Kini, Karina bersyukur karena Ken ada di sini.

Jadi, dia akan menunjukkan kepada pria yang pernah menorehkan luka di hatinya itu jika ia sekarang baik-baik saja dan bahagia tentunya.

"Sayang, cobain dech cake ini. Manis banget tahu seperti kamu." Karina menyuapkan cake itu kepada Ken.

Ken yang sedikit bingung hanya bisa pasrah menerima suapan demi suapan dari sang istri. Untung, itu hanya sebuah cake saja. Karena jika itu adalah makanan yang berat. Mungkin, ia tak akan sanggup menelannya. Ia benar-benar sudah kenyang.

Terus kenapa sang istri bersikap romantic seperti ini? Sebenarnya ada apa? Belum lagi, istrinya itu memanggilnya dengan kata Sayang. Benar-benar aneh.

Adam yang melihatnya terbakar api cemburu. Tanpa sadar, ia mengepalkan tangannya erat. "Lihat saja nanti. Aku akan merebut Karina dari pria buta dan tidak berguna sepertimu," batin Adam bertekad.


next chapter
Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C18
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login