Baixar aplicativo
58.06% Rahim Untuk Anakku / Chapter 18: Memeluk

Capítulo 18: Memeluk

Kukira daging ternyata lengkuas

inginku bersanding ternyata kandas

yang singkat adalah pertemuan

menyisakan rindu berkepanjangan

*****

Lady melepas pakaian yang ia kenakan di hadapan Broto, menyisakan 2 buah kain kecil yang menutupi bagian rahasia tubuhnya. Baju itu dibiarkan merosot ke lantai begitu saja.

Lady meraih tangan Broto dan mengusapkan jemari pria itu dengan perlahan di lehernya. Dokter tampan itu terkesima, dan menelan ludah berkali-kali.

"Stop, Lady. Nggak begini caranya." Dengan tergesa Broto menarik tangannya. Dia segera meraih baju Lady yang tergeletak di atas lantai dan mengulurkan pada wanita itu.

"Pakai, Lad. Kita bisa bicara baik-baik. Tidak dengan cara seperti ini," kata Broto dengan bibir bergetar.

Dia sangat bingung saat ini. Pria itu berusaha keras untuk tidak kehilangan akal sehatnya.

Lady menerima baju itu. Tapi bukan dikenakan, ia malah melenggang dengan santai ke arah pintu.

"Jadi, lo serius nggak mau? Oke. Kalau begitu, gue cari dokter lain. Jangan pernah lagi lo hubungin gue. Mulai detik ini, kita tidak saling kenal. Bye, Broto," ucap Lady dalam posisi membelakangi Broto.

Broto sangat terkejut mendengar kalimat itu.

"Maksud lo, kita nggak bisa ketemu lagi?" Broto terjepit antara cinta, akal sehat, juga gairah yang kini mulai memuncak.

"Ya dong, buat apa kita kenal, kalau lo nggak ada gunanya buat gue. Kala jelas bermanfaat buat gue. Tapi lo?" Lady menjawab dengan sangat tenang.

Dalam hati, Lady sedang bertaruh. Mungkin saja ia kehilangan kesempatan untuk bekerja sama dengan Broto jika pria itu tetap menolaknya. Tapi, ada peluang berhasil yang patut dicoba.

Broto tiba-tiba menubruk Lady dari belakang. Dipeluknya wanita itu dengan erat.

"Gue udah pernah kehilangan kesempatan satu kali. Jangan lagi, Lad," bisiknya lirih di telinga Lady.

Lady tersenyum mendengar ucapan Broto.

"Lakukan sekarang, and we make a deal. Atau kita akhiri sekarang juga. Jangan bertele-tele," ucap Lady masih tetap tidak bergerak dari posisinya. Wanita ini merasakan ada gundukan keras di bawah sana yang meronta dan menuntut untuk dilepaskan.

"Gue hitung sampai tiga. Satu, du-"

Belum selesai menghitung, Broto sudah membalikkan tubuhnya. Pria itu mencium Lady dengan garang, dan tentu saja dibalas dengan tak kalah panasnya oleh wanita itu.

Broto tak sanggup kehilangan wanita itu lagi. Penyesalan seumur hidup pasti akan menghantui dia karena melepas kesempatan untuk bisa bersama Lady.

Pergumulan yang sudah lama diinginkan Broto akhirnya terjadi juga. Ruangan ini memang sudah biasa mengaduk-aduk tubuh wanita. Hanya saja, kali ini Broto melakukannya sebagai seorang pria, bukan seorang dokter.

Ruang praktek yang bersiap menjadi saksi bisu percintaan mereka. Andai saja ia mampu bercerita tentang panasnya suasana siang itu.

Pendingin ruangan seolah tak lagi berfungsi. Terkalahkan dengan panasnya gairah dua manusia yang sedang dipacu gairah. Mudah bagi Broto, karena ia memang mencintai Lady.

Lady harus berkonsentrasi penuh, dan fokus menikmati sentuhan di tubuhnya. Ia berusaha keras untuk tidak memikirkan hal lain. Dia harus menghilangkan rasa risih, tidak nyaman dan tentu saja harga diri.

Belum pernah ada pria lain yang menyentuhnya, selain Kala. Ini adalah kali pertama, dan ia tahu bahwa ini bukan untuk yang terakhir kali. Selamanya.

"Gue harus bisa," teriak Lady dalam hati sambil mencoba mengimbangi Broto.

Setelah pergumulan hebat selama kurang lebih 20 menit, mereka sama-sama terduduk dengan lemas.

Lady duduk di pangkuan Broto. Dan keduanya masih sama-sama polos tanpa busana. Beristirahat dan mengatur nafas masing-masing.

Broto mengusap punggung Lady dengan lembut dan penuh kasih sayang, dibalas dengan senyuman sendu wanita itu.

"Thanks, Lad," ucap Broto.

"My pleasure. So, it means that we have a deal?" Lady mengusap pipi pria itu. Dia bertanya untuk memastikan bahwa Broto setuju untuk membantunya. Jangan sampai sudah berkorban, tapi lelaki itu tetap menolak.

"Yes. Gue bantu lo. Tapi lo, harus selamanya jadi milik gue," jawab Broto.

"Gue janji. Gue bakal jadi milik lo, dan Kala tentunya," kata Lady dengan lega.

Tulalit... Tulalit...

Lady beranjak dari pangkuan Broto dan mengambil telepon genggam dari dalam tasnya. Kala menelepon.

"Hai, Bee. What's wrong?"

"Nggak papa. Cuma khawatir aja. Gimana, apa kata dokter?" Kala rupanya masih mengkhawatirkan Lady.

"Nggak ada apa-apa. Hanya stres berlebih. Lo tahu kan, gue kepikiran banget soal surrogate mother ini," elak Lady.

"Everything is ok, Honey. Itu suaramu kok ngos-ngosan. Are you ok?" Terdengar nada suara Kala sangat khawatir pada istrinya.

"I'm ok, absolutely. Ini udah mau pulang kok," ujar Lady berusaha mengatur nafas setenang mungkin.

Broto yang merasa cemburu melihat Lady berbincang dengan Kala, mendekat ke arah wanita itu, memeluk dan mencium bahunya.

"Gue mo nyetir dulu ya, Bee. Bye," ucap Lady segera.

"Oke, hati-hati ya," balas Kala kemudian menutup panggilan teleponnya.

"Gue apa lo yang cari apartemen buat kita?" Broto bertanya sambil terus memberikan kecupan-kecupan kecil di bahu dan leher Lady.

"Gue aja. Gue cari sekarang, nanti gue kabari lagi hasilnya," kata Lady.

Ia ingin meyakinkan Broto bahwa dia serius dengan janjinya. Jangan sampai pria ini ragu dan berubah pikiran.

"Yes. Makasih ya, Sayang," kata Broto kemudian mencium bibir Lady.

Untuk beberapa lama mereka saling berpagut, menenggelamkan diri dalam dosa penuh kenikmatan bernama perselingkuhan.

"Udah ya. Gue balik sekarang. Lo juga kudu lanjutin pasien lain kan?"

Lady segera meraih pakaian dan berbenah.

"Ya sih. Bentar lagi ada pasien. Kabari gue soal apartemen. Kalau bisa, nanti malam kita ketemu di apartemen. Peresmian," kata Broto dengan ekspresi nakal.

Lady tahu, pria ini masih menuntut jatah untuk menikmati tubuhnya. Satu kali bercinta pasti takkan mampu melunasi obsesi Broto yang sudah jatuh cinta pada dia selama bertahun-tahun. Hal yang wajar menurut wanita itu.

"Oke, nanti gue kabari begitu dapat apartemen yang pas," ucap Lady masih sambil membenahi penampilannya.

"Keliatan acak-acakan nggak?" Lady bertanya pada Broto.

"Nggak kok. Selalu cantik dan mempesona," jawab Broto.

"Dih, serius gue nanya," kata Lady.

"Iya, beneran kok. Nggak akan ada yang ngira kalau habis diacak-acak. Hehehe." Pria itu terkekeh.

Roman muka Broto terlihat sangat bahagia.

Ya udahlah. Yang penting lo dah setuju bantu gue, kata Lady dalam hati.

"Ya udah. Gue balik ya," kata Lady sembari mencium pipi kiri Broto.

Broto memalingkan wajahnya, memberi isyarat bahwa pipi kanan juga minta jatah. Lady mendaratkan ciuman.

Ternyata Broto masih meminta jatah. Bibirnya dimajukan. Lady tertawa sekilas lalu mencium bibir pria itu.

"Udah ah, nggak jadi pergi nanti," kata Lady melambaikan tangan.

"Hati-hati sayang," kata Broto membalas lambaikan tangan.

Lady meninggalkan ruang praktek Broto dengan cukup kikuk. Dia takut asisten Broto curiga.

"Makasih ya, Mbak," sapa Lady berusaha tetap terlihat biasa, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Oh, iya Bu. Hati-hati di jalan," jawab asisten itu.

"Kok wajahnya tegang gitu ya. Jangan-jangan, habis enak enak di dalam," pikir gadis itu.

Di dalam mobil, Lady menyandarkan tubuh dan berusaha menenangkan diri dan hatinya.

God, damn. Nggak nyangka gue harus sejauh ini melangkah. Jangan sampai rahasia ini terbongkar, sampai kapanpun, selamanya. Gue tahu yang gue lakuin ini kejahatan. Dan kejahatan harus sempurna biar nggak kebongkar.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C18
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login