Sudah seminggu lebih Jennie dan Lalisa saling mendiami satu sama lain. mereka tetap bertahan pada keegoisan masing masing. yang satu katanya sudah dewasa tapi kelakuannya masih seperti anak kecil, yang satu tubuhnya saja yang dewasa tapi sebenarnya masih balita. Bahkan Jisoo dan yang lain sudah lepas tangan mengenai perang dingin antara Jennie dan Lalisa. Dengan renggangnya hubungan Jennie dan Lalisa membuat beberapa pihak mengambil keempatan dalam kesempitan.
Jungkook sudah rapi mengenakan pakaian kasual, atasan kaos berbalut kemeja flanel dan bawahan celana blue jeans.
Hari ini Ia akan berkencan dan menghabiskan akhir pekannya bersama dengan Lalisa.
Akhirnya Dewa keberuntungan berpihak juga kepadanya. Semalam Jungkook memberanikan diri menghubungi Lalisa dan mengajak Lalisa menghabiskan akhir pekan dengannya. awalnya Jungkook merasa sangat pesimis, namun ternyata semua praduganya salah.
Flashback on
Ponsel Lalisa terus berdering mengganggu sang pemilik yang sedang asik bermain game.
"Li angkat ponselmu" Seulgi melirik panggilan masuk di ponsel Lalisa.
"nomor tidak dikenal unnie, biarkan saja" Lalisa tidak melepaskan pandangannya dari layar TV. Jemarinya semakin sibuk menekan semua tombol tombol yang ada di joystick.
"siapa tau penting"
"aish, unnie fokuslah pada karakter gamemu, aku kesusahan melawan banyak musuh, mereka mengepungku" sejak tadi Lalisa juga merasa terganggu dengan nada dering dari ponselnya, tapi ia berusaha mengabaikannya.
"game over"
"BRAKK" Lalisa membanting joystick miliknya ke dinding membuat Seulgi membelalakkan mata.
"Yak Lalisa" kaget Seulgi menatap Lalisa.
Lalisa mengambil ponsel yang terus berdering tanpa henti. Dan mengangkat panggilan masuk dengan nada sedikit tinggi.
"yoboseyo" Siapa juga yang kurang kerjaan meneleponnya berkali kali, mengganggu saja.
"eoh Lili, apa aku mengganggu waktumu" suara di sebrang sana membuat Lalisa bungkam.
"Lili, apa kau masih disana?" Lalisa menarik nafas dan menetralkan amarahnya, ternyata Jungkook sunbaenim yang meneleponnya tanpa jeda.
"ah iya oppa, ada apa oppa menelepon Lili"
Seulgi mengernyitkan dahinya.
"oppa?" tanya Seulgi di dalam hati.
"aku ingin mengajakmu jalan jalan besok? Apa kau ada waktu?"
Lalisa menatap Seulgi.
"ada apa?" Seulgi bertanya tanpa suara.
"Jungkook oppa mengajakku jalan jalan besok" jawab Lalisa tanpa suara.
Seulgi menampilkan senyum jahatnya.
"katakan iya" Lalisa menautkan kedua alisnya membaca setiap kata yang keluar dari bibir Seulgi.
"katakan iya" ulang Seulgi lirih.
"Lili, apa kau baik baik saja?"
"ah, iya oppa" jawab Lalisa
"jika kau tidak ada waktu tidak perlu dipaksakan. Aku akan mengajakmu di lain hari" nada Jungkook terdengar kecewa.
Seulgi yang gemas segera merebut ponsel Lalisa.
"Lili memiliki banyak waktu, besok pagi jemput Lili. Lili tunggu ne" Seulgi langsung menutup telepon sepihak.
"Yak unnie apa yang kau lakukan?" Lalisa kembali merebut ponselnya kembali dari tangan Seulgi
"aku tidak mau harus menghabiskan akhir pekanku dengan menemanimu sepanjang hari bermain PS" Seulgi menjawab dengan santainya. ia bernafas lega setelah tau bahwa besok ia akan memilik banyak waktu dengan Irene. seminggu ini selama Jennie dan Lalisa tidak akur Seulgi terpaksa menemani Lalisa. bahkan Lalisa meminta Seulgi untuk datang setiap hari sepulang sekolah untuk menemaninya bermain game. mau tak mau Seulgi dengan berat hati mengikhlaskan waktu berharganya untuk menemani sahabatnya yang satu ini.
"kenapa kau begitu khawatir?" Seulgi menangkap raut kekhawatiran Lalisa.
"aku tidak ingin Nini bertambah marah" Lalisa menundukkan kepalanya. Ia merasa bersalah pada Jennie, masalah yang kemarin saja belum selesai. muncul lagi masalah baru, jika Jennie mengetahuinya tidak bisa terbayangkan bagaimana kemurkaan Jennie.
"sudah jangan khawatir. Aku akan memastikan kucing betinamu itu tidak mengetahuinya" Seulgi memberikan kedipan sebelah mata pada Lalisa.
"pastikan saja besok kencanmu dan Jungkook berjalan lancar" lanjut Seulgi.
"siapa yang akan berkencan?"
"lihat saja nanti" Seulgi menyipitkan matanya, kedua alisnya naik turun.
"Sudahlah kita lanjutkan permainannya. Aku sudah tidak sabar menamatkan level gila ini" Seulgi memberikan joystick baru pada Lalisa. Mereka berdua kembali asik bermain game dan larut di dalamnya.
Flashback off
"tumben putra eomma pagi begini sudah tampan, mau kemana?" yeoja paruh baya datang dari arah dapur.
"Kookie mau berkencan eomma" Jungkook yang sedang rapikan rambutnya melihat bayangan eomma-nya dari cermin.
"Eoh, putra eomma rupanya sudah besar ne" Sandara tersenyum mengelus surai Jungkook. Dia tidak menyangka putranya yang dulu kecil dan sering menangis sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa.
"Eomma, Kookie tetap putra kecil eomma" Jungkook membawa Sandara kedalam dekapannya.
"akan dan selalu. Ya sudah kamu berangkat sana, eomma tidak mau Lalisa menunggumu terlalu lama" Sandara sudah tau wanita pencuri hati putra sematawayangnya. Sebab setiap hari, setiap waktu bahkan setiap detik Jungkook tidak bosan menyebut nama Lalisa di setiap ceritanya.
"Jungkook berangkat dulu eomma, Jungkook sayang eomma" kecupan lembut mendarat di kedua pipi Sandara.
"hati hati"
.
Mobil Jungkook melaju dengan sangat kencang, rupanya si pengendara sudah tidak sabar memulai harinya dengan wanita yang sangat dicintainya.
Hanya butuh waktu 20 menit mobil Jungkook sudah terparkir rapi di halaman mansion Lalisa.
"Semoga Lili menyukai ini" seikat bunga daisy berada di genggaman Jungkook
Waktu perjalanan ke rumah Lalisa, Jungkook melihat toko bunga. Ia memutuskan mampir membeli bunga untuk Lalisa. Cukup lama Jungkook memilih bunga apa yang akan dia berikan untuk Lalisa. Awalnya Jungkook memilih bunga mawar tapi ia mengurungkan niatnya, menurutnya bunga mawar terlalu biasa. Jungkook ingin memberikan sesuatu yang beda dari yang lain agar berkesan bagi Lalisa. Akhirnya pilihannya jatuh pada seikat bunga daisy.
"tidak buruk juga" kata Jungkook di dalam hati.
tanpa menunggu waktu lama Jungkook menekan bel.
"Ting tong" bel rumah berbunyi.
Jungkook menarik nafas panjang menetralkan kegugupannya.
"kriet" suara pintu perlahan terbuka.
Jungkook terpana saat melihat wanita di hadapannya saat ini, begitu mengagumkan. Lalisa mengenakan dress pendek putih membuat aura kecantikannya semakin terpancar.
"Oppa apa kita akan berangkat sekarang?"
"ah iy- iya kita berangkat sekarang"
saking gugupnya Jungkook lupa memberikan seikat daisy di tangannya.
"Oppa membawa bunga daisy?" tanya Lalisa menampilkan senyum
"ah iya, ini untukmu. Aku tidak tau kamu menyukai bunga apa. Jadi aku memilih secara random, aku harap kamu menyukainya" Lalisa menerima bunga pemberian Jungkook..
"Lili menyukai bunga daisy" Lalisa tersenyuman.
"Kenapa jantungku selalu saja seperti ini saat melihat senyumanmu" batin Jungkook memegang dadanya yang berdegup sangat kencang.
.
Jungkook semalam sudah merancang jadwal khusus untuk hari ini. Ia ingin memberikan kesan special untuk Lalisa.
"Apa kamu keberatan jika kita mengunjungi petshop terlebih dahulu" Jungkook memecah keheningan.
"Terserah oppa saja, Lili ikut oppa" Jungkook tersenyum mendengarkan jawaban Lalisa, sesekali ia mencuri pandang pada wanita berponi di sampingnya.
"apa kamu begitu menyukainya? Aku kira kamu akan membencinya"
Lalisa tersenyum dan mengalihkan pandangannya dari bunga daisy.
"Lili sangat menyukainya. Ini adalah bunga kesukaan Lili"
"ya Tuhan kebetulan apa ini" batin Jungkook kegirangan mendengar jawaban Lalisa.
"akhirnya sampai. Tetap disini" Jungkook keluar terlebih dahulu dari mobil dan membukakan pintu untuk Lalisa.
Jungkook POV
Aku membukakan pintu untuk Lalisa dan melihat dia membalas dengan senyuman. Senyuman itu, senyuman yang selalu terbanyang dalam pikiranku.
"hari ini aku menyiapkan beberapa hal spesial untuk kita. Aku harap kamu menikmati dan menyukainya" aku membalas memberikan senyuman terbaikku untuknya.
Hati ku sangat senang saat mengetahui dia tidak pernah menghilangkan senyuman indahnya selama bersamaku. Aku menggenggam tangannya masuk ke dalam petshop.
Semalam aku menghubungi pemilik petshop yang kebetulan pemiliknya adalah pamanku sendiri, aku memintanya untuk membatasi pengunjung. Aku tidak ingin Lalisa merasa terganggu dan tidak nyaman dengan keraimaian.
Kami menghabiskan banyak waktu untuk memilih mainan dan beberapa perlatan untuk Leo dan Gureum. Aku bahkan tidak menyangka Lalisa akan seantusias ini jika sudah berhubungan dengan Leo. Setelah dirasa sudah cukup memilih beberapa barang aku membawa belanjaan ke kasir.
"siapa wanita di sampingmu? Apa itu pacarmu?" ledek paman Changwook.
Aku hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan pamanku. pamanku satu ini memang suka sekali meledekku.
"kenalkan paman ini temanku, namanya Lalisa" dengan malu malu aku mempekenalkan Lalisa pada paman Changwook.
"aku yakin di akan membalas cintamu segera" paman Changwook memberikan kedipannya menggodaku.
"eoh, paman lupa. Di seberang sana ada kafe yang baru buka dan sepertinya menarik. Paman dengar kafe itu berisi banyak kucing di dalamnya. Cobalah ke sana, itu sangat cocok untuk pasangan kencan seperti kalian" aku melirik Lalisa sekilas melihat dia tersenyum dan mengatakan terimakasih pada paman Changwook.
"apa kita tidak akan kesana?" ditengah jalan menuju mobil Lalisa menunjuk kafe kucing yang paman Changwook katakan.
Aku tidak segera menjawab pertanyaan Lalisa. Pikiranku masih mempertimbangkan mengenai semua jadwal yang sudah aku rancang. Aku tidak mau gegabah karena ini adalah kencan pertamaku bersamanya.
"jika oppa tak ingin tak apa?" Lalisa menunduk mengerucutkan bibir.
Sepertinya dia sangat ingin pergi kesana, akan sangat bodoh jika aku menolak. Bukankah mood wanita sangat sensitif? Aku tidak ingin sepanjang hari melihat wajah Lalisa yang ditekuk seperti ini.
Persetan dengan semua jadwal yang aku buat. Aku sudah berjanji akan membahagiakannya hari ini.
"apakah Lili sangat menginginkannya?" Aku tersenyum, walau wajahnya ditekuk dia tetap terlihat cantik.
"boleh, jika oppa tidak keberatan" Lalisa mendongakkan kepalanya dan menampilkan puppy eyes-nya padaku.
"call, kita kesana. Tapi aku akan menaruh barang di mobil terlebih dahulu, Lili tunggu di sini ne" Dengan terburu buru aku berlari kecil menuju mobil dan menaruh barang belanjaan yang kami beli tadi. Aku tidak ingin meninggalkan Lalisa terlalu lama menungguku.
Kafe yang paman Changwook katakan berada persis di sebrang jalan, kami cukup kesusahan mencari waktu yang tepat untuk menyebrang.
Tidak biasanya jalanan begitu padat dengan mobil yang berlalu lalang. Aku melihat wajah Lalisa sedikit ketakutan saat kami berhenti di tengah jalan karena mobil yang berlalu dari arah kiri begitu kencang. Aku segera berpindah posisi di sebelah kirinya dan menggengam tangannya.
"gwenchana, aku akan melindungi" aku memberikan senyum terbaikku.
Setelah susah payah menyebrang jalan, akhirnya kami memasuki kafe yang paman Changwook maksud.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" salah satu pelayan menghampiriku dan Lalisa.
"aku ingin satu meja" aku melirik Lalisa, rupanya gadis di sampingku ini sedang serius melihat kucing kucing yang ada di kafe ini.
"silahkan ikuti saya" aku baru tersadar jika genggaman kami tidak terlepas sejak tadi.
Dengan berat hati aku melepaskan genggamanku dan menuntun Lalisa untuk duduk.
"wah, daebak. Aku sangat menyukai kafe ini" Lalisa berbicara dengan nada antusianya.
"Kamu bisa mengunjunginya kapanpun, katakan saja padaku. Aku akan mengantarmu kemari"
bolehkah aku meminta pada Tuhan untuk menghentikan waktu? Aku sangat bahagia berada disampingnya saat ini, melihatnya tersenyum dan tertawa. Jika aku boleh egois, aku ingin memaksa takdir untuk menjadikan diriku sebagai pendamping hidup Lalisa.
Aku memesan dua coklat hangat untukku dan Lalisa kebetulan cuaca di luar mulai dingin, mungkin salju akan turun sebentar lagi.
Mataku menelusuri apa yang menarik perhatian Lalisa. Ternyata Lalisa sedang mengamati kucing berwarna coklat dan putih.
"apa kamu ingin menggendongnya?"aku bertanya kepadanya
"apa boleh?" dan dia balik bertanya padaku. aku terkekeh.
"aku akan mengambilkannya untukmu"
aku menghampiri kucing berwarna coklat dan putih itu, untung saja si kucing tidak pergi dan tidak memberontak saat aku berusaha menggendongnya.
"kiyowo" mata Lalisa berbinar saat aku membawa kucing itu mendekat kepadanya.
"kau mau menggendongnya?"
Lalisa menggelengkan kepala.
"oppa saja yang menggendong"
aku membawa kucing itu kepangkuanku, Lalisa mendekat dan mengelus kucing yang berada di pangkuanku.
Senyumku merekah lebih lebar saat melihat Lalisa berbicara kepada kucing dipangkuanku dengan nada bayinya.
Bukankah kami sudah sangat cocok sebagai pasangan?
Pandanganku seolah terkunci dengan senyuman yang terukir diwajahnya, biarkan aku menikmati dan menjadi pemilik senyuman ini barang sehari saja.
Pelanyan datang membawakan dua coklat hangat, perlahan aku menurunkan kucing itu dari pangkuanku.
Aku dan Lalisa menghabiskan coklat hangat sembari mengobrol banyak hal. Untung saja aku sudah membaca banyak buku rekomendasi tentang cara mengurangi kecanggungan di hari pertama kencan. Terkadang aku melemparkan beberapa canda konyol yang membuat dia tertawa. Ternyata tidak seburuk yang aku bayangkan, Lalisa sangat ramah dan banyak bicara.
"apa selama ini Leo merepotkanmu?" aku membuka topik baru agar pembicaraan kami tidak terputus.
"tidak, dia sangat lucu. Kami selalu bermain bersama. Aku akan melemparkan dia beberapa barang acak dan dia akan mengambilnya lalu memberikannya kembali kepadaku. Setiap pagi Leo akan membangunkanku dengan suaranya yang lucu seperti ini 'meow' " aku tertawa saat Lalisa menirukan suara Leo
"tapi dia akan marah padaku saat aku mengosongkan mangkuk makannya. Dia akan menghampirku dan mengeong disampingku sepanjang waktu" sekarang giliran Lalisa yang tertawa
"aku selalu merindukannya setiap detik" lanjut Lalisa menutup ceritanya.
Aku menunggu Lalisa meneguk coklat panas yang sudah dingin itu. Tidak terasa kami sudah menghabiskan dua jam penuh mengobrol dan menertawakan receh kucing kucing disini.
"setelah ini Lili mau kemana?" aku menyeruput sisa coklat terakhir di cangkirku.
Lalisa menyatukan alisnya, sepertinya dia sedang berpikir.
"terserah oppa saja"
"bagaimana kalau kita pergi menonton?" tawarku padanya
"boleh"
"call kita pergi sekarang" aku meletakkan cangkir kosong ke meja dan beranjak dari duduk menuju kasir.
Setelelah melakukan pembayaran aku segera menghampiri Lalisa dan kami berjalan keluar kafe.
Udara dingin langsung menusuk saat aku membuka pintu, sepertinya badai salju akan turun. Aku melihat Lalisa memeluk kedua tangannya, dia pasti kedinginan dengan pakaian seperti ini.
"pakailah, udara sangat digin" aku melepas kemeja flanelku dan mengalungkannya pada Lalisa.
"tapi oppa"
"tak apa kaos ini cukup tebal" aku memotong ucapannya.
"gomawo" Lalisa memberikan senyumannya dan merangkul lenganku.
Kami menyebrang jalan dan kembali ke mobil, aku melajukan mobil ke gedung bioskop. Tidak lama, jarak antara petshop dan bioskop hanya terpaut beberapa gedung saja.
"kita akan menonton apa?" tanya Lalisa, matanya mengamati satu persatu poster film yang akan tayang hari ini.
"Lili sendiri ingin menonton film yang mana?" tatapan mata ku tidak lepas dari wajahnya.
"bagaimana kalau yang itu" aku mengikuti arah yang Lalisa tunjuk
"Toy Story 4?"
"hemm hemm"
"call"
aku menarik lembut lengan Lalisa menuju loket. Memesan 2 tiket dan beberapa camilan.
.
.
Normal Pov
Di mansion keluarga Kim, Jennie berdecak sebal melihat seorang namja yang sudah berada di hadapannya. padahal ini masih terlalu pagi untuk menerima tamu.
"aku sudah mengirimmu beberapa pesan kemarin" Kai takut takut menatap wajah dingin Jennie
"itu bukan urusanku, sekarang pulanglah! aku sedang tidak ingin keluar. dan lagi ini masih terlalu pagi untuk bertamu" Jennie melipat tangannya di depan dada. mata kucingnya menatap tajam namja yang duduk di depannya.
"eomma-mu yang me-"
"sudah berapa kali aku bilang jangan membawa bawa eommaku sebagai alasan" Jennie memotong ucapan Kai.
"eoh, ada keributan apa ini Jennie?" Son yejin eomma Jennie berjalan mendekati Jennie.
"ini eomma, dia memaksa Jennie untuk menemaninya pergi menonton. bahkan dia bisa pergi sendiri, kenapa harus memaksa orang untuk menemaninya" Jennie menurunkan nada suaranya. asal kalian tau saat berbicara dengan Kai tadi jennie menggunakan nada tinggi(ngegas)
"eomma yang meminta Kai untuk mengajakmu pergi hari ini" Jennie terlonjak kaget mendengar kalimat yang keluar dari mulut eomma-nya. Kai sebenarnya juga terkejut karena ia tidak menyangka jika calon mertuanya sangat mendukungnya.
"ckk" Jennie berdecak sebal.
"ya sudah tunggu disini aku akan bersiap" Jennie pergi begitu saja meninggalkan Son yejin dan Kai.
"imo kam-"
"stop, jangan begitu formal. panggil eomma saja, eomma sudah menganggapmu sebagai anak eomma juga" Son yejin memotong ucapan Kai, setelahnya ia pergi kembali ke dapur.
"tidak anak, tidak eomma suka sekali memotong ucapan" lirih Kai.
sudah 2 jam Kai menunggu jennie, dan manusia yang ditunggu tunggu tidak kunjung menampakkan dirinya. kai mengambil potongan kookies terakhir di piring kedua, sembari menunggu Jennie. Kai yang bosan, mengisi waktunya dengan memakan kookies yang disediakan oleh maid. bahkan Kai juga sudah menghabiskan 3 gelas jus jeruk.
saat melahap kookies terakhir perhatian Kai teralihkan pada suara langkah yang menuruni tangga. mulutnya yang belum sempat ia tutup ditambah mata yang melotot membuat Jennie memutar bola matanya.
"aku tau aku sangat menawan. tapi bisakah dirimu melihatku biasa saja. aku risih ditatap seperti itu olehmu"
Kai yang tersadar segera mengeluarkan kembali kookies dimulutnya dan diletakkanya di piring. Jennie yang melihat bergidik jijik, ingin rasanya Jennie berlari kembali kekamar dan mengunci diri. tapi ia kembali mengingat eommanya. Jennie adalah tipe anak yang berbakti terhadap orang tua, oleh karena itu jennie sebisa mungkin untuk tidak membuat kedua orang tuanya kecewa.
Kai terus saja terpana melihat Jennie hari ini, memang agak lebay si Kai ini bund. padahal Jennie hanya mengenakan outfit full hitam. mulai dari kaos hitam berbalut blazer hitam dan celana training hitam juga tidak lupa tas punggung kecil berwarna hitam. sepertinya Jennie sedang menggambarkan suasana hati ya Jen?
"apa kau akan terus mematung disini? ayo!" Jennie menyeret Kai keluar dari mansionnya.
Di sepanjang jalan Kai terus saja mencuri pandang pada Jennie, bahkan Kai sengaja memilih jalan memutar menuju gedung bioskop. padahal jarak rumah Jennie dengan gedung bioskop hanya berjarak beberapa blok saja.
"apa hanya aku saja yang merasa kalau kau membawa mobilmu ke arah yang salah" Jennie mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, matanya ia fokuskan melihat gedung gedung yang ia lewati.
"bukankah kita sudah melewati jalan ini?" Jennie memberikan tatapan curiga kepada Kai.
yang ditatap seakan bersikap bodo amat, dan melanjutkan ke arah yang sebenarnya.
sesampainya di parkiran Kai menghentikan Jennie yang hendak beranjak keluar.
"biarkan aku yang membukakan pintu untukmu" Kai mengeluarkan suara coolnya dan lekas keluar dari mobil.
"silahkan princess" Kai membuka pintu mobil Jennie dan merentakan tangan seolah menyambut tuan putri. Jennie memutar bola matanya malas, berjalan melewati Kai begitu saja.
"tak apa, sabar Kai" Kai mengelus dadanya dan segera menyusul Jennie.
Jennie dan Kai memasuki gedung berdampingan, Jennie memasang raut wajah datar sedangkan Kai memasang raut wajah bahagia. senyuman yang ia pasang sudah sesuai SNI yaitu senyum 3 jari.
"aku ingin menonton itu" Jennie menunjuk poster the conjuring 3.
Kai meneguk salivanya kasar, film horor? bahkan seumur hidupnya tidak pernah terlintas di dalam pikirannya untuk meonton film menyeramkan itu.
"bagaimana kalau yang itu?" Kai menunjuk poster Toy Story 4
"ya ya ya" Kai memasang wajah memohon kepada Jennie ditambah kedua tangannya yang saling ia tautkan.
"terserah kau saja" Jennie mengalah, dia malas jka harus berdebat dan berurusan panjang dengan manusia manja satu ini. toh juga nanti Jennie berencana untuk tidur saat film ditayangkan.
Kai menarik lengan Jennie menuju loket untuk membeli tiket dan beberapa popcorn.
"bisa tidak kau ijin dulu sebelum menyentuhku?" Jennie menghentakkan tangannya melepaskan genggaman tangan Kai.
Saat jennie menghadap kedepan matanya secara tidak sengaja menangkap punggung yang tidak asing baginya. ada rasa ragu saat bayangan seseorang yang selama ia rindukan terlintas di kepalanya.
"Lili?" lirih Jennie.
Lalisa yang merasa namanya di panggil menolehkan kepala kebelakang.
"Nini?" kaget Lalisa.
"ada apa Li?" Jungkook mengambil kembalian dari petugas loket dan ikut menoleh kebelakang.
"eoh, Kai hyung?" mata Jungkook menangkap sosok Kai, kakak kelasnya dan juga teman setongkrongannya.
"Jungkook?" Kai membalas sapaan Jungkook
Entah kenapa dada jennie terasa sesak dan seperti terbakar saat melihat wanita dihadapannya saat ini. Matanya pun sudah berkaca kaca menatap mata hazel milik Lalisa.
"Nini" belum sempat Lalisa meraih tangan Jennie.
Si pemilik pipi mandu sudah berlari pergi dalam kondisi air mata membasahi pipi.
"oppa, mianhae sepertinya Lili tidak bisa menemani oppa menonton. Terima kasih untuk hari ini" Lalisa menundukkan kepalanya dan berlari menyusul Jennie meninggalkan Jungkook dan Kai yang saling bertukar pandang kebingungan.
Jennie berlari ke sembarang arah menubruk keramaian, saat ini pikiran di penuhi dengan bayang bayang Lalisa. Sudah satu minggu ia mengabaikan Lalisa dan mencoba untuk menghilangkan semua rasa berlebihannya kepada gadis jangkung itu. Bahkan ia berusaha untuk tidak peduli namun semakin ia berusaha semakin sakit untuknya seperti saat ini dadanya terasa sangat sesak. Jennie terus saja berlari menebus hujan salju yang sudah turun beberapa waktu lalu. Sampai saatnya Jennie sudah tidak kuat lagi, tubuhnya runtuh begitu saja ke tanah.
.
"kenapa persaanku tidak enak ya?" Seulgi mengelus punggung polos wanita di dalam dekapannya
"kau sedang memikirkan apa Bear?" Irene mendongakkan kepalanya menatap wajah berantakan Seulgi karena ulahnya.
"aku tidak tau" Seulgi menggelengkan kepala menghilangkan pikiran yang mengganggunya.
"apa kau mengkhawatirkan Lalisa?" tanya Irene. tangannya mengelus lembut rahang Seulgi.
"Lalisa dengan Jungkook, lalu apa yang harus aku khawatirkan?" Seulgi menundukkan kepala menatap mata Irene
"bukankah kau juga ikut bertangung jawab kali ini?" Irene memindahkan tangannya mengusap bibir bawah Seulgi.
"aku harap Lalisa dan Jungkook tidak bertemu dengan Jennie" Seulgi menarik Irene dan mengecup bibir Irene penuh nafsu, melanjutkan permainan mereka ke ronde berikutnya.
.
Lalisa terus berlari mencari kemana Jennie berada, ia sangat khawatir terlebih salju sudah turun. Saat ia keluar gedung matanya menelusuri keramaian mencari keberadaan Jennie. Tapi ia kesulitan menemukan tubuh mungil Jennie diantara kerumunan ramai. Lalisa memutuskan untuk mengikuti langkah kakinya saja dan berharap ia dapat menemukan keberadaan Jennie.
Tubuh Lalisa mematung saat matanya tidak sengaja menangkap bayangan seorang yeoja yang duduk menangis di bawah derasnya salju. Perlahan Lalisa mendekati yeoja tersebut dan membawanya kedalam dekapannya.
"Nini" Lalisa merasakan tubuh Jennie bergetar hebat. Lalisa semakin mengeratkan pelukannya.
"Nini, ujlima" mata Lalisa mulai berkaca kaca mendengar isak tangis Jennie
"Nini" dengan memberanikan diri Lalisa memutar tubuh Jennie menghadapnya.
Hati Lalisa begitu sakit saat melihat wajah sebab Jennie. Lalisa membawa tangannya mengusap dan membersihkan air mata yang berjatuhan di pipi mandu Jennie.
Jennie semakin terisak merasakan usapan lembut Lalisa.
"Nini, mainhae"
"jeongmal mianhae"
kerinduan yang ia pendam selama ini membuat Lalisa melakukan tindakan yang sangat berani. di bawah derasnya salju yang turun Lalisa menarik tengkuk Jennie, mencium lembut bibir Jennie. Ciuman kali ini ciuman penuh penyesalan dan kerinduan dari Lalisa. Tidak ada lumatan dan tidak ada nafsu.
Jennie menghentikan tangisannya, ia membuka matanya, tatapannya bertemu dengan tatapan sendu milik Lalisa. Mata hazel Lalisa membuat Jennie tenggelam di dalamnya.
"mianhae" tangan Lalisa menangkup kedua pipi mandu Jennie.
Hening. Jennie masih larut dalam mata hazel Lalisa dan begitu pun sebaliknya. Mereka bahkan membiarkan butiran butiran salju turun menerpa wajah mereka.
"Nini, mian-" belum selesai Lalisa menyelesaikan ucapannya. Jennie menubruk bibir Lalisa dengan bibirnya. Jennie bahkan melumat kasar bibir milik Lalisa, meluapkan semua amarah dan kerinduannya selama ini. Lalisa hanya bisa pasrah dan membiarkan bibirnya berdarah tergigit oleh Jennie.
"Nini mianhae"
"hussthh, jangan katakan itu lagi" Jennie mengusap darah di bibir Lalisa, ada rasa penyesalan saat mengetahui ia terlalu kasar dengan gadisnya itu.
"Nini" panggil Lalisa lagi
"diam, atau aku akan melukai bibirmu lagi" ancaman Jennie sukses membuat Lalisa bungkam.
Jennie dan Lalisa sekarang berada di perjalanan pulang menuju mansion Lalisa. Jennie menyandarkan tubuhnya dan meletakkan kepanya di dada Lalisa. sedangkan Lalisa mendekap tubuh Jennie dan mengalungkan tangannya di pinggang Jennie.
"Lili" panggil Jennie manja.
"apa Nini?" Lalisa menundukkan kepanya menatap mata Jennie
"Nini minta satu hal pada Lili" Jennie mendongakkan kepala membuat tatapannya bertemu dengan Lalisa
"katakan"
"Nini minta Lili tidak dekat dekat dengan siapapun. Lili hanya milik Nini. Nini tidak mau berbagi" Jennie mengerucutkan bibirnya membuat Lalisa terkekeh
"araseo" Lalisa yang gemas mencuri kecupan di bibir Jennie. Membuat si pemilik tersenyum malu dan menenggelamkan wajahnya di dada Lalisa.
"Yak, kalian meneleponku tiba tiba dan menjadikan ku supir lalu sekarang kalian menjadikanku obat nyamuk" Seulgi menggerutu di kursi kemudi. saat dirinya dan Irene sedang asik bermain kuda kudaan, tiba tiba saja aktifitasnya terganggu oleh dering panggilan dari Jennie. bahkan Jennie tidak memberi jeda hingga membuat Irene menghentikan permainan. Seulgi yang hampir sampai puncak, hanya bisa mengumpat merapalkan sumpah serapah saat mengangkat panggilan Jennie.
"yak ini semua juga karena ulahmu Kang Seulgi. jika saja kau tidak merebut ponsel Lili, tidak mungkin aku mengganggumu yang sedang bercumbu" Jennie dengan frontalnya menatap tajam Seulgi melalui kaca spion.
Seulgi hanya bisa pasrah.
"pantas saja sejak tadi perasaanku sudah tidak enak. ternyata ini jawabannya" Seulgi menggerutu lirih membalik kaca spion. ia sudah tidak tahan melihat kebucinan dua makhuk di belakangnya.
~to be continued.
update setiap hari kamis, stay tuned!