"Nini bilang tidak ya tidak!"
"Nini" rengek Lalisa
"Nini tidak mengizinkan"
"Daddy dan mommy saja mengizinkan Lili"
"Aku bukan daddy dan mommymu"
"Iya juga ya. Tap-. Ahhh, pokoknya Nini izinkan Lili ya? Ya? Ya?" rengek Lalisa kembali
"TIDAK NINI IZINKAN! Apa perkataan Nini kurang jelas?"
"Drama rumah tangga apa lagi ini?" Jisoo datang dengan kedamain
"Tanyakan saja pada anak ayammu itu" ketus Jennie
"Lili ada apa, sayang?" Jennie hanya bisa memutar bola matanya malas.
"Lili ingin ikut pelatihan kemiliteran unnie"
"mwo?" Kaget Jisoo
"Bagus. Lanjutkan. Apa yang menjadi permasalahannya?" Lanjut Jisoo
"Nini tidak mengizinkan Lili padahal daddy dan mommy mengizinkan"
"mandu-ya! Kau izinkan saja. Apa susahnya"
"Bukan begitu konsepnya Kim Jisoo"
"Konsep apa yang kau maksud Mandu-ya?"
"Aku tidak mau tau. Aku tidak akan mengizinkan titik!" Tegas Jennie
"Tapi tenang, Chu unnie akan mengizinkan Lili!"
"Memang kau siapanya Lili? Daddynya bukan mommynya juga bukan. Asal main mengizinkan segala" ketus Jennie
"Kau sendiri siapanya Lili? Daddynya bukan mommynya juga bukan. Melarang larang Lili segala" balas Jisoo yang mendapat tatapan mematikan dari jennie.
"Kenapa unnie jadi bertengkar?"
"Diam!" Bentak Jennie yang sukses membuat nyali Lalisa ciut
"Jennie, berikan sedikit kebebasan pada Lalisa untuk memilih dan mengambil keputusannya sendiri. Toh yang Lalisa inginkan kali ini hal yang positif. Dia bisa belajar dan menambah pengalamannya," tutur jisoo mengelus lembut lengan Jennie. Jisoo berharap Jennie akan luluh.
Jennie nampak memikirkan perkataan Jisoo yang ada benarnya juga.
Tapi mana bisa dia tidak bertemu dengan Lilinya selama seminggu dan lagi Jennie takut Lilinya kenapa napa. Karena yang dia tau latihan kemiliteran itu sangat disiplin dan keras. Apa Lilinya akan sanggup?
"Apa unnie yakin Lili sanggup mengikutinya?" Tanya Jennie menatap tajam Jisoo
"Kalau Lili saja yakin kenapa tidak!" Matap Jisoo
"Unnie taukan Lili sering sekali merengek. Sedikit sedikit merengek inilah merengek itulah dan lagi tentang hobinya yang suka sekali rebahan. Apa unnie yakin?" Tanya Jennie yakin.
"eoh, iya juga ya" jisoo nampak berpikir.
"Tapi setidaknya beri Lalisa kesempatan Jen. Jangan terlalu kawathir" lanjut Jisoo
"unnie yakin belum 1x24 jam pasti dia akan meminta pulang" bisik Jisoo pada Jennie.
Jangan ditanya Lalisa sedang apa. Lalisa sedang menyimak kedua unnie-nya yang berdebat dan sesekali menyeruput jus jeruk dengan santuynya.
"Oke. Nini izinkan. Tapi ada syaratnya" Lalisa yang hendak loncat kegirangan mengurungkan niatnya.
"Nini katakan, apa saja syaratnya?"
"Lili harus mengabari Nini setiap 2 jam sekali"
"mwo? Jen kau terlalu berlebihan"
"Apa sekalian aku sewa mata mata saja?"
"Jendukie! Tahan jiwa gilamu itu"
"Aku hanya ingin memantau dan memastikan Lili selalu aman"
"Sekalian saja kau sewa bodyguard dan babysister untuknya"
"Boleh juga"
"Memang sudah gila manusia satu ini" sindir Jisoo
Pagi pagi sekali Lalisa yang kukuh ikut pelatihan kemiliteran sudah sampai pada lokasi. Diantar oleh kedua orang tuanya dan para sahabatnya termasuk Jennie. Walaupun Jennie setengah hati tapi dia tidak boleh egois terhadap Lilinya itu.
Lalisa secara bergantian berpamitan dengan kedua orang tuanya dan para sahabatnya. Giliran terkhir dia memeluk Jennie sedikit lama.
"Lili ingat pesan Nini ne. Jika terjadi sesuatu langsung kabari Nini. arraseo?" Bisik jennie di telinga Lalisa.
"Nee arraseo. Lili akan langsung menghubungi Nini jika terjadi sesuatu"
Pelukan mereka terlepas saat panitia mengumumkan agar peserta segera berkumpul. Setelah punggung Lalisa menghilang kedua orang tua dan sahabat Lalisa pergi ke mansion Lalisa atas permintaan mommy Lalisa.
Jennie POV
Aku ragu Lalisa bisa mengikuti pelatihan sampai akhir. Tapi kita lihat saja sejauh mana bocah nakal itu bertahan.
Aku merebahkan tubuhku di kasur Lalisa bersama yang lain. Masih terlalu pagi untuk melakukan aktifitas. Kami memutuskan untuk menonton film dan mengobrol. Sudah lama kami tidak melakukan kegiatan ini.
"Kita menonton frozen saja ya" Seulgi meniru Lalisa. Sontak semua orang dalam ruangan tertawa terbahak bahak karena ulah Seulgi
"Seulgi-ya jangan begitu. Kau akan terkejut nanti saat melihat perubahaan Lalisa" Wendy
"Hahaha. Kita lihat saja sejauh apa Lalisa bertahan" Seulgi
"Aku yakin Lili pasti bertahan. Kau tidak ingat kejadian beberapa bulan yang lalu? Saat Lalisa menggendong tubuh Jennie dari lorong utama hingga ruang kesehatan?"
"Aku rasa itu sudah menjawab semua keraguan kita" sambung irene.
Aku yang mendengar namaku disebut langsung mengalihakn perhatianku pada Irene unnie.
"Apa unnie lupa Lalisa pingsan setelahnya" tawa rose pecah bersamaan dengan yang lainnya.
Aku yang malas menanggapi, hanya diam dan menyimak saja.
"Yeri masih tidak percaya Lalisa kepikiran untuk mengikuti kegiatan itu"
"Coba tanyakan pada Seulgi unnie" Rose.
aku menolehkan kepala menatap tajam Seulgi.
"Hey jangan menyalahkanku. Itu semua bukan sepenuhnya karenaku" Seulgi gugup saat mendapatkan tatapan tajam Jennie.
"Jangan berbelit belit. Ceritalah, palli!" Akhirnya aku mengeluarkan suaraku
Flashback on
Seulgi melihat Lalisa sedang berbincang dengan Moonbyul di taman sekolah. Seulgi segera menghampiri lalisa.
"Moonbyul kau apakan Lili?"
"Kita hanya berbincang biasa. Tanyakan saja pada Lalisa"
"Iya unnie kita hanya sekedar mengobrol biasa"
Seulgi memberikan tatapan tajam pada Moonbyul.
"Ya sudah unnie pergi ke kelas dulu" pamit moonbyul pada Lalisa
"Seul, aku ke kelas dulu ne" lanjutnya berpamitan pada seulgi.
Setelah dirasa tubuh Moonbyul menghilang Seulgi segera mengintrogasi Lalisa.
"Apa yang kau bicarakan dengannya?"
"anni, hanya saling menanyakan kabar saja"
"Tidak usah berbohong. Kau tidak pintar menyembunyikannya" Seulgi menunjuk tangan Lalisa yang saling bertautan. Itu merupakan salah satu kebiasaan Lalisa jika dia sedang berbohong.
"Lili bertanya pada Moonbyul unnie cara untuk menjadi dewasa"
"Lalu?"
"Moonbyul unnie bilang pendewasaan adalah sebuah proses"
"Hmmm. Benar. Lalu?"
"Moonbyul unnie merekomendasikan Lili untuk ikut pelatihan kemiliteran"
"Kau kan ingin belajar menjadi dewasa bukan belajar menjadi tentara"
"Kata moonbyul unnie Lili bisa belajar banyak hal jika mengikutinya"
"Benar juga. Tumben dia waras. Tapi bukannya pelatihan seperti itu terlalu keras ya" batin Seulgi
"unnie kenapa diam saja?"
"Kenapa Lili ingin menjadi dewasa?"
"Lili ingin bisa melindungi semua orang yang Lili sayang" perkataan Lalisa membuat hati Seulgi terenyuh.
"Lalu apa yang Lili pegang itu?" Seulgi segera mengambil selembaran itu dan dilihatnya. Tenyata selembaran pendaftaran pelatihan kemiliteran Real Man 300. *Yang belum nonton. Pada nonton sana. Pokonya shhh manthab.
"Itu dari Moonbyul unnie"
"Lili akan mendaftar?"
"Lili juga belum tau. Lili akan bertanya pada mommy dan daddy dulu"
"Ngokhey"
Flashback off
Aku menyimak cerita Seulgi, perasaanku campur aduk antara terharu dan kesal.
"Ternyata Liliku sudah dewasa" Irene unnie terharu
"Anak ayamku" jisoo unnie
Kami menghabisakan sepanjang hari dengan menonton film dan sesekali mengobrol membahas banyak hal. Terkadang mommy dan daddy Lalisa menimbrung ikut meramaikan suasana.
Hingga malam semakin larut dan kami memutuskan untuk tidur. Tiba tiba saja handphoneku berdering. Ku abaikan panggilan itu, mataku masih berat. Tidak mungkin panggilan itu dari eomma atau daddy karena aku sudah ijin pada mereka sebelumnya. Dering dari ponselku terus berbunyi.
"Jendeukie, angkat ponselmu!" Aku mendengar Jisoo unnie bersuara.
Dengan mata masih tertutup aku angkat panggilan itu.
"yoboseo" tidak ada jawaban dari sebrang sana tapi aku mendengar suara isak tangis.
"yoboseo?"
"Niniii" teriak orang di sebrang sana.
"mwo. Lili?"
"Nini hiks.. hiks.."
aku berusaha menenangkan diriku saat mendengar isak tangis lalisa.
"Lili gwenchana? Lili ada apa?"
"Niniii hiks.. hiks.. Lili tidak bisa tidur hiks.."
"Lili tunggu disana. Nini jemput sekarang ne"
"Nini Lili tidak bisa tidur huaa hiks.. hiks.. hiks.." tangisnya semakin kencang
Aku segera menutup sambungan telepon, menyambar hoodie milik Seulgi dan kunci mobilku. Aku berjalan dengan hati hati melangkahi setiap tubuh yang tergeletak di lantai. Sempat ku lihat jarum jam ternyata masih pukul 4 pagi. Ku lajukan mobilku dengan kecepatan penuh. Pikiranku saat ini dipenuhi dengan bayang bayang Lalisa.
Setelah menempuh 1 jam aku sudah sampai di akademi militer tempat Lalisa berada. Kedatanganku sudah disambut dua orang namja berbadan tinggi.
"Jennie?" Tanya salah satu namja itu
"Saya Jennie"
"Silahkan! Saya antar menemui Lalisa Manoban"
Aku mengikuti namja tersebut memasuki ruangan dan terlihat Lalisa yang sedang duduk menangis sesenggukkan. Lalisa yang tau kedatanganku langsung berlari memelukku.
"Nini hiks.. hiks.. hiks.."
"Kita langsung pulang ne. Nini akan menyuruh orang untuk mengambil barang barang Lili"
Aku mengobrol dengan salah satu namja tadi, sekalian berpamitan. Karena aku yakin Lalisa tidak bisa melanjutkan pelatihannya. Untung saja Lalisa diperbolehkan untuk pulang dan meninggalkan pelatihan.
Lalisa hanya diam bergelayut manja dilenganku. Aku menuntunnya duduk di kursi penumpang dan memasangkan sabuk pengaman untuknya.
"Nini.. Lili mau peluk"
"Peluk tangan Nini saja"
"anniyo, Lili mau peluk Nini" rengek Lalisa semakin menjadi jadi.
"Mana bisa, Nini menyetir Lili"
"Pokoknya Lili mau peluk Nini"
"Ya sudah, sini" aku menyuruhnya duduk di pangkuanku. Lalisa langsung memposisikan dirinya dan memelukku dengan sangat erat.
"Lili, Nini tidak bisa bernafas" dia mereganggakan pelukannya sambil terkekeh
Aku perlahan melajukan mobilku. Tentu saja tubuhnya yang tinggi dan kakinya yang panjang cukup menyusahkanku. Belum lagi kelakuan bocah nakal ini menghilangkan fokusku dalam berkendara. Lalisa terus saja mendusel-duselkan kepanya di dadaku.
"Lili, jangan begitu. Nini tidak fokus menyetir"
"Lili ingin uyu"
"Brakkk" aku mengerem mobil mendadak. Untung saja jalanan sepi.
"Aish nini sakit" lalisa mengusap kepalanya yang membentur kaca mobil.
"Mianhe" aku segera menepikan mobilku.
"Lili mau uyu boleh ya" rengek Lalisa menampilkan puppy eyesnya padaku.
Jujur saya aku gemas melihatnya. Wajahnya masih terlihat jelas bekas menangis. Matanya merah dan hidungnya juga merah. Dan poninya berantakan terpisah kesana kemari.
"Dirumah saja ne"
"anniyo, Lili mau sekarang"
"Ambil selimut di kursi belakang"
"Aish Nini. Lili tidak mau. Lili lelah"
"Ya sudah kalau tidak mau. Tidak ada uyu"
"Nini.. hiks.. hiks..."
"Cengeng" aku mengangkat wajahnya menghapus air matanya dan mengecup seluruh wajahnya mulai dari kening, kedua mata, kedua pipi, hidung mancungnya dan yang terakhir aku mengecup bibir tebalnya memberi sedikit lumatan diakhir.
"Sana ambil selimutnya pakai tangan panjang Lili. Nini tidak bisa mengambilnya. Tubuh Lili menghalangi Nini"
Kulihat Lalisa segera mengambil selimut dengan tangannya. Aku segera melepas hoodieku dan melepas tiga kancing atas piyamaku mengeluarkan payudaraku. Lalisa segera melahapnya, menyusu dengan brutalnya.
"Sshhh... Lili pelan pelan baby"
Aku tersenyum kecil saat melihat setengah wajahnya yang tidak tertutup selimut.
Kulajukan kembali mobil dengan kecepatan normal. Sejauh ini aman aman saja.
Tapi semakin lama kecepatan mobil semakin lambat karena fokusku buyar kemana mana.
Aku menggenggam erat stir kemudi meredam desahanku saat Lalisa memainkan lidahnya pada pucuk payudaraku.
"Enghhh Lili"
"Sshhh jangan bermain main baby"
"Sshhh Li"
"Sshhh Li. Jangan!"
Lalisa semakin memainkan putingku mengemutnya dan menggit gigitnya. Lalisa tidak pernah memberiku jeda. Sensasi yang tidak pernah aku rasakan ini membuatku gila. Aku tidak bisa lagi menahannya jadi kubiarkan desahanku lolos begitu saja.
Normal Pov
Lalisa mendongakkan kepanya melihat jennie menggigit bibir bawahnya sambil fokus menghadap jalanan. Wajah Jennie semakin tampak memerah dan dipenuhi peluh keringat membuatnya semakin seksi. Apalagi saat Jennie mengeluarkan desahannya. Lalisa suka Jennie saat ini.
Dengan sengaja Lalisa menghisap kuat payudara jennie membuat Jennie mendesahan cukup kencang.
"Engghhh Li"
Walau Jennie sudah berkali kali meminta Lalisa untuk menghentikannya. Lalisa malah semakin aktif.
"Sshhh, Li hentikan" Lalisa yang mendengar suara jennie meninggi langsung menghentikan aktifitasnya.
"Jangan dimainin baby. Nini sedang menyetir" ucap Jennie dengan sangat lembut.
Lalisa mengentikan kegiatannya sesaat dan kembali menyusu dengan tenang. Beberapa menit kemudian Jennie merasakan hisapan Lalisa melemah dan ternyata Lalisa sudah tertidur dengan wajah tanpa dosanya.
"Dasar bayi. Perasaan bertambah semakin manja saja" lirih Jennie.
Jennie menepikan mobinya, perlahan mengangkat sedikit tubuh Lalisa dan membenarkan bajunya. Setelahnya Jennie melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Mobil sudah terparkir di depan mansion Lalisa. Jennie berusaha membangunkan Lalisa. Tidak mungkin Jennie mengangkat tubuh jangkung dipangkuannya itu.
Perlahan Lalisa terbangun dan memberikan senyuman terbaiknya pada Jennie. Mereka berdua berjalan memasuki mansion Lalisa.
"Mommy" lalisa segera berlari menghampiri mommynya
"Lili kenapa pulang tidak mengabari mommy?"
"Hehehe, mianhe" Lalisa hanya tersenyum menampilkan deretan giginya dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ya sudah Lili istirahat dulu sana. Mommy mau buat sarapan"
"Iya mom" lalisa berjalan lunglai menuju kamarnya
"Oh iya. Lili tidur dikamar bawah saja ne. Dikamar lili sudah penuh dengan sahabat sahabat Lili"
"Iya mom"
"Jennie juga istirahat saja sana"
"Jennie sudah istirahat mom. Biar Jennie bantu mommy ne"
"Tidak usah. Pasti kamu cape jemput Lili. Terimakasih sudah menjemput Lili"
"Mommy ini seperti sama siapa saja"
Jennie dan Seo Yeji memasak di dapur menyiapkan sarapan untuk para penghuni yang ada.
Suasana tersa sangat ramai padahal hanya ada 2 manusia di dapur. Seo Yeji sanagt pintar menghidupkan suasana dengan bercerita tentang masa kecil Lalisa. Jennie yang merasa mendapat kesempatan mengenal Lalisa lebih dalam menyimak setiap cerita Seo Yeji.
Saat mereka berdua asik dengan kegiatan di dapur dari arah kejahuan Jisoo datang dengan muka bantalnya.
"Mom ada yang bisa Jisoo bantu?"
"Kamjjagiya, unnie kau mengagetkan ku"
"Cuci muka mu dulu sana. setelah itu bantu mommy menyiapkan meja makan"
Jisoo segera menuju wastafel dan mengusap wajahnya dengan air.
"Apa yang lain sudah terbangun?"
"Belum mom. Mungkin sebentar lagi mereka bangun. Jisoo sudah pasang alarm di handphone mereka" jisoo terkekeh mengingat ulahnya beberapa menit yang lalu.
Karena sebal tidak ada satupun manusia yang terbangun. Akhirnya Jisoo dengan smirk jahatnya memasang alram pada setiap handphone dengan volume penuh. Dipastikan saat alarm mereka berbunyi akan saling sahut menyahut menimbulkan suara berisik.
"Anak mommy satu ini. Jahil sekali"
"Jendeukie, pergi kemana kau pagi buta tadi?"
"Nanti unnie juga tau"
Semua orang sudah berkumpul di meja makan kecuali Lalisa. Mereka semua menikmati sarapan. Obrolan ringan mengisi suasana sunyi mereka.
"Morning" Lalisa mengahmpiri meja makan dengan wajah bangun tidurnya.
Semua orang menatap kaget dan heran kecuali Jisoo, Jennie, Seulgi dan Seo Yeji.
"Sejak kapan Lili datang? Kenapa daddy tidak tahu jika Lili pulang"
"Bukannya pelatihanmu baru saja dimulai? Ini bahkan belum ada 1x24 jam" irene
"Ya Lalisa. Kau kabur ya?" rose
"Apa aku sedang bermimpi saat ini?" Yeri
Lalisa hanya diam bingung mau menjawab yang mana dulu jadi Lalisa putuskan untuk menghampiri Jennie dan bergelayut manja di lengan Jennie.
"Lili tidak suka disana. Lili dibentak bentak. Apa yang Lili lakukan juga selalu salah. Lili lelah, Lili capek dan Lili tidak bisa tidur" adu Lalisa pada semua orang yang ada di meja.
"Kan daddy sudah bilang kemarin. Bahkan daddy sudah menceritakan pengalaman daddy waktu wamil pada Lili"
"Aish daddy. Semua cerita daddy bahkan tidak ada apa apanya dengan yang Lili rasakan"
"Sudah. Setidaknya anak mommy bisa mendapat pelajaran walaupun hanya beberapa jam disana"
"Iya mom Lili jadi tau kalau menjadi dewasa itu tidak menyenangkan" sontak semua yang berada dimeja makan tersedak mendengar ucapan Lalisa.
~to be continued
update setiap hari kamis, stay tuned!